HeadlineKesehatan

Kisah Siti Ramlah, warga Aceh Besar rawat tiga anak penyintas Talasemia

Kisah Siti Ramlah, warga Aceh Besar rawat tiga anak penyintas Talasemia

POPULARITAS.COM – Siti Ramlah (33) warga Sibreh Aceh Besar. Sehari-hari ibu dari tiga anak itu bekerja sebagai pencuci baju. Upah yang Ia terima Rp300-500 ribu per bulannya. Saban hari dia melakukan aktivitas tersebut sembari membesar anak-anaknya yang hidup sebagai penyintas Talasemia.

Sabtu 11 Mei 2024, redaksi popularitas.com mengundang Siti Ramlah ke kantor redaksi untuk bincang-bincang bersama di Podcast #hendrosakybicara bersama Pemred popularitas.com Hendro Saky.

Bincang-bincang tersebut, dalam rangka peringati World Thalassemia Day atau Peringatan Hari Talasemia sedunia yang jatuh setiap tanggal 8 Mei. Siti Ramlah datang bersama tiga anaknya, dan ikut serta dalam acara itu, Michael Octaviano, Founder Blood Life For Fundation (BFLF) Indonesia.

Siti Ramlah mengungkapkan, awalnya Ia sama sekali tidak mengenal apa itu Talasemia. Anak pertamanya, Hafiz (11) saat berusia 1,5 tahun alami demam tinggi, dan saat diperiksa HB nya sangat rendah. Kemudian dirawat di RS hingga sembuh.

Selang beberapa bulan kemudian, Hafiz kembali sakit dengan kondisi yang sama, yakni demam tinggi dan HB rendah. Kemudian, dokter menyarankan dilakukan pemeriksaan intensif dan cek darah. Hasilnya diketahui bahwa, anaknya tersebut mengindap penyakit Talasemia.

Kini Hafiz sudah berusia 11 tahun. Ia hidup normal sebagaimana anak-anak lainnya. Namun, setiap 20 hari, anaknya tersebut harus menjalani transfusi darah di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUDZA) Banda Aceh. “Jika jalani transfusi, Hafiz harus libur sekolah selama satu minggu,” katanya.

Anak yang kedua, Ikramullah (9) tahun juga mengalami kondisi serupa. Dibandingkan abangnya, anak nomor duanya lebih cepat diketahui jika mengindap penyakit Talasemia.

Namun begitu, anaknya yang nomor tiga, saat ini masih bayi usai 9 bulan. Ia belum melakukan pemeriksaan terhadap anaknya tersebut, apakah juga mengalami kondisi yang sama seperti kedua abang-abangnya. “Anak ketiga saya belum tahu lagi apa juga sama seperti kedua abangnya,” jelasnya.

Ketiga anaknya tersebut merupakan penyemangat hidupnya untuk terus bekerja dan membesarkan mereka. Ia percaya bahwa, walau telah dinyatakan sebagai penyintas talasemia, kedua anaknya itu bisa sembuh. “Saya yakin dan percaya bahwa, ada keajaiban anak-anak saya bisa sembuh,” ujarnya.

Ia menuturkan, kerap kali Ia tidak bisa membawa anak-anaknya ke rumah sakit akibat gak miliki kenderaan sendiri. Jika menggunakan transportasi umum, tiba di rumah sakit sudah sore. Alhamdulillah, keberadaan BFLF sangat membantu, sebab disediakan rumah singgah.

Secara medis, Talasemia adalah kelainan genetik yang membuat tibuh tidak mampu memproduksi hemoglobin secara normal. Karna termasuk kelainan genetik, penyakit ini bersifat diturunkan dari orang tua ke anak kandung, papar Ketua BFLF Indonesia, Michael Octaviano.

Selama ini, sambungnya, BFLF banyak menangani para penyintas Talasemia di Aceh. kendala utama yang dihadapi masyarakat yang anggota keluarganya mengidap penyakit tersebut adalah ketidaktauan dan juga minimnya informasi.

Di Aceh, satu-satunya rumah sakit yang menyediakan obat untuk penderita Talasemia hanya di RSUDZA Banda Aceh. Jikapun ditangani di rumah sakit lain di luar Banda Aceh, biasanya hanya dilakukan transfusi darah. “Untuk obat-obatan ditanggung oleh BPJS,” katanya.

Jumlah penyintas Talasemia di Aceh saat ini yang terdata mencapai 700 orang. Namun, angka tersebut bisa jauh lebih banyak, sebab kemungkinan ada masyarakat yang tidak melaporkan bahwa ada anggota keluarganya yang mengidap penyakit tersebut.

Bicara jumlah, dengan angka 700 orang penderita talasemia di Aceh, hal tersebut menempatkan provinsi ini sebagai daerah tertinggi di Indonesia. “Angka 700 orang warga Aceh penyintas Talasemia itu sangat tinggi jika perbandingannya jumlah penduduk,” paparnya.

Karna itu, perlu dilakukan langkah-langkah yang komprehensif dari pemerintah, dan ini jadi tanggungjawab bersama, baik pemerintah provinsi, kabupaten dan stakeholder lainya untuk melakukan tracing terhadap warga sebagai penyintas Talasemia.

BFLF sendiri, mendorong lahirnya regulasi berupa Peraturan Gubernur (Pergub) yang mensyaratkan kepada pasangan pengantin di Aceh sebelum menikah untuk terlebih dahulu melakukan test Talasemia.

Langkah itu menjadi penting dan harus dilakukan, agar mencegah terjadinya perluasan masyarakat sebagai pembawa (carier) Talasemia menikah dan melahirkan anak-anak yang juga nantinya mengidap penyakit Talasemia.

Shares: