POPULARITAS.COM – Krueng Daroy adalah salah satu sungai yang ada di Banda Aceh. Tak hanya menjadi tempat beraktivitas warga, Krueng Daroy menjadi salah satu destinasi wisata yang kaya akan sejarah.
Krueng Daroy melintang di berbagai kawasan kota Banda Aceh dan Aceh Besar, seperti Taman Putroe Phang, Mata Ie, Meuligoe Gubernur Aceh, Kompleks Makam Sultan Iskandar Muda, hingga Gunongan dan lainnya.
Nama Krueng Daroy sendiri sangat tak asing di telinga warga Aceh. Apalagi, gambaran sungai ini pernah dinyanyikan oleh salah seorang musisi Aceh, yakni Rafly Kande yang berjudul “Krueng Daroy”.
Dalam lirik lagu berbahasa Aceh-nya, Rafly menggambarkan bahwa Krueng Daroy adalah sungai yang sengaja dibangun Sultan Iskandar Muda sebagai tempat bermain sekaligus mandi permaisurinya kala itu, Putri Kamaliah.
Krueng Daroy juga dibangun bersama bangunan bersejarah lainnya, seperti Taman Putroe Phang (sebutan untuk Putri Kamaliah) dan Gunongan. Air sungai ini tak pernah kering, meski musim kemarau melanda.
“Krueng Daroy beserta bangunan lainnya menjadi simbol cinta dari sang raja kepada permaisurinya saat itu. Begitu kira-kira gambaran yang dapat kita simpulkan dari lagu “Krueng Daroy” yang dinyanyikan Rafly,” ucap penyuka sejarah, Putra.
Beberapa referensi sejarah menyebutkan bahwa Krueng Daroy dibangun saat Kerajaan Aceh berada di puncak kejayaannya pada abad ke- 17 di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda saat itu.
Di satu waktu Sultan Iskandar Muda melebarkan wilayah kekuasaannya hingga berhasil menguasai wilayah Pahang, Malaysia dari tangan Portugis, dirinya membawa ribuan penduduk Pahang ke Aceh.
Sebaliknya, pasukan Aceh menetap di Pahang untuk menjaga wilayah kekuasaan Kerajaan Aceh kala itu. Di sinilah Sultan Iskandar Muda bertemu dengan Putri Kamaliah, seorang putri dari negeri Pahang.
Keduanya pun menikah usai permaisuri pertama sang sultan, yakni Putroe Tsani wafat. Kala itu, rakyat Aceh lebih mengenal Putri Kamaliah dengan sebutan Putroe Phang atau putri yang berasal dari Pahang.
Lama menetap di Aceh, sang putri merindukan kampung halamannya. Atas hal inilah sang sultan berinisiatif membangun kompleks taman luas di pusat kerajaan, yang diberi nama Taman Ghairah (Taman Sari, sekarang Taman Bustanussalatin).
Berdasarkan catatan kitab Bustanussalatin karya Nuruddin Ar-Raniry pada abad ke-17 Masehi, kompleks Taman Ghairah dirancang para ahli dan yang berasal dari dua negeri yang berhubungan erat dengan Aceh, yakni Turki dan Tiongkok.
Gunongan menjadi salah satu dari beberapa fasilitas yang ada di kompleks taman itu, yang hingga kini masih dapat kita saksikan. Gunongan merupakan miniatur perbukitan yang sengaja dibangun mirip dengan aslinya di Pahang.
Selain beberapa bangunan, seperti Gunongan, sultan juga melengkapi keindahan Taman Ghairah dengan membelokkan aliran sungai yang berhulu di Jabalul A’la (kawasan Mata Ie) hingga ke Gampong Pande, Banda Aceh.
Proyek sungai yang dinamai Darul Isky ini atas permintaan sultan pada tahun 1620. Aliran sungai yang dibelokkan dari Geuceu menuju Taman Ghairah dinamakan Krueng Daroy, sedangkan aliran sungai menuju Gampong Pande dinamakan Krueng Dhoe (Dhoy).
Dari sumber lainnya disebutkan untuk menggali sungai buatan ini, Sultan Iskandar Muda yang memimpin langsung proyek itu membawa ribuan para pekerja dari luar, khususnya dari wilayah yang telah dikuasai.
Aliran Krueng Daroy dibangun berliku melewati beberapa destinasi yang ada di Taman Ghairah, seperti Gunongan, kompleks istana, Taman Putro Phang, dan kawasan taman yang dipenuhi bunga serta fasilitas lainnya.
Aliran Krueng Daroy yang semakin menambah keindahan Taman Ghairah atau sekarang disebut sebagai Taman Bustanussalatin, membuat Putri Kamaliah kala itu mulai melupakan kampung halamannya di Pahang.
Krueng Daroy sendiri menjadi poros taman yang luas. Area taman ini kemudian menjadi tempat favorit sang permaisuri untuk bersenang-senang dengan menghabiskan waktu bersama sang raja atau anggota kerajaan lainnya kala itu.
Dalam Taman Ghairah yang begitu luas, selain terdapat Gunongan dan Krueng Daroy, juga ada gapura dari batu yang diberi nama Pinto Khop. Di seberangnya terdapat sepetak sawah bernama Radja Umong, serta Masjid Baitur-Rahim.
Dalam kitab Bustanussalatin juga disebutkan bahwa panjang taman ini sekitar 1.000 depa atau 1,78 kilometer, yang di dalamnya terdapat aneka ragam bunga dan buah-buahan serta sebuah kolam ikan.
Kini Krueng Daroy menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang ada di Banda Aceh. Selain dilengkapi sejumlah situs sejarah, bantaran sungai ini juga telah dipercantik, bahkan sengaja ditambahi dengan taman bermain bagi anak.
Bahkan tahun 2018 lalu, Kementerian PUPR melalui program bernama Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) menjadikan kawasan Krueng Daroy sebagai contoh sukses penataan kawasan kumuh.
Dalam program tersebut, Kementerian PUPR yang bekerja sama dengan Pemko Banda Aceh, secara aktif melibatkan masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar Krueng Daroy. “Kalau pemda tidak bergerak dan masyarakat tidak terlibat aktif, maka program tidak akan berjalan, bahkan kawasan yang sudah ditata akan kembali kumuh,” pesan Menteri saat itu.
Selain itu, untuk menjaga sekaligus melestarikan sejarahnya, pemerintah juga telah membuat festival khusus yang diberi nama Festival Krueng Daroy. Event ini telah ada sejak beberapa tahun lalu.
Kegiatan ini sengaja dibuat dengan merangkul seluruh lapisan masyarakat dari berbagai kalangan, sebagai ajang untuk memperkuat citra sejarah, budaya, serta wisata Tanah Rencong.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh, Almuniza Kamal, Krueng Daroy merupakan salah satu bukti nyata warisan budaya dan sejarah Aceh yang sangat perlu dilestarikan.
Di sepanjang sungai tersebut terletak beberapa bangunan bersejarah, yang menunjukkan masa kejayaan Aceh, seperti Gunongan, Pinto Khop, Kompleks Makam Kerajaan Aceh, serta Keraton Aceh.
Selain itu, Krueng Daroy juga merupakan simbol persahabatan bangsa-bangsa asing terutama dengan Malaysia. Saat ini Krueng Daroy kerap menjadi tempat aktivitas masyarakat sekitar untuk rekreasi maupun sebagai tempat olahraga. “Kawasan ini sangat berpotensi menjadi salah satu destinasi wisata andalan bagi masyarakat lokal maupun masyarakat luar Aceh. Melihat potensi ini, tentunya kami berupaya untuk terus meningkatkan aktivitas di sekitar Krueng Daroy,” ungkapnya.
“Tujuannya tentu untuk menjadikan kawasan ini sebagai ragam aktivitas yang syarat akan nilai budaya dan pariwisata, sehingga memperkuat citra sejarah, wisata, hingga budaya,” ucapnya beberapa waktu lalu saat Festival Krueng Daroy di Taman Putroe Phang.