POPULARITAS.COM – Salah satu situs sejarah yang wajib anda kunjungi jika melancong ke wilayah Aceh Besar adalah makam Laksamana Keumalahayati. Kompleks perkuburan tersebut, berada di kawasan Gampong Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya.
Keumalahayati atau lebih populer disebut Laksamana Malahayati, merupakan panglima armada perang di era Kesultanan Iskandar Muda. Keberaniannya melawan imperialisme di era penjajahan, melambungkan nama besarnya terkenal seantero nusantara dan bahkan dunia.
Pemerintah Indonesia sendiri, secara resmi telah menetapkan Laksamana Keumalahayati sebagai Pahlawan Nasional.
Nah, sosok perempuan hebat ini, dikebumikan di kawasan Krueng Raya di Aceh Besar. Lokasinya makamnya berada di lereng bukit. Mesti menapaki anak tangga untuk capai tempat Laksamana Malahayati dimakamkan.
Lokasi pemakaman sendiri, telah dipugar oleh pemerintah dan kini jadi situs bersejarah yang wajib didatangi saat bepergian ke Aceh. Di tempat itu, terdapat satu bangunan dan pondok serta pepohonan rindang. Terdapat satu makam besar dengan empat nisan berwarna putih.
Untuk datang ke sini, anda perlu berangkat dari kota Banda Aceh ke arah Krueng Raya sekitar 30 kilometer. Letak makamnya berada tak jauh dari Pelabuhan Malahayati, hanya sekitar 500 meter.
Jika anda tiba tepat di depan Pelabuhan Malahayati, anda cukup mengikuti lorong yang bertuliskan pamflet petunjuk hingga ke ujung, di sanalah letak situs sejarah tersebut berada.
Di kompleks peristirahatan terakhirnya tersebut, Laksamana Keumalahayati tak sendirian. Ia turut didampingi suami dan anak semata wayangnya. Ya, makam mereka berada berdempetan.
Saat hari-hari besar, seperti Hari Pahlawan dan lain-lain misalnya, makam tersebut kerap digunakan oleh aparat penegak hukum, TNI-Polri, sebagai salah satu lokasi upacara.
Hal itu dilakukan untuk sekadar tabur bunga dan doa bersama, sebagai tanda kehormatan bagi Keumalahayati yang sangat besar jasa-jasanya selama perjuangan. “Biasanya buka pagi jam delapan sampai sore jam lima,” ujar salah seorang pengelola, Rajeski, yang setiap hari ada di lokasi membantu orang tuanya membersihkan kompleks makam ini.
Ia pun sedikit bercerita bahwa makam ini awalnya ditemukan oleh kakek buyutnya dahulu kala. Di sini banyak wisatawan yang datang untuk berziarah, bahkan dari luar negeri seperti Turki.
Tak dipungut biaya apapun jika kita berkunjung ke sini. Namun, jika punya rezeki lebih, kita bisa menyumbangkannya ke kotak amal yang telah disediakan di sudut makam.
Vikki Yudhistira, sebagai warga Aceh yang pernah mengunjungi makam itu mengaku bangga akan sosok pahlawan nasional dari Aceh, seperti halnya Laksamana Keumalahayati.
Ia pun berharap, pemerintah dapat terus menjaga serta merawat situs sejarah yang ada agar nantinya dapat tetap dinikmati oleh generasi yang akan datang, sebagai salah satu edukasi. “Wajib dirawat, dipugar, ditambah fasilitas apa yang belum ada, seperti kamar mandi dan lainnya. Tapi terakhir kita ke situ terlihat sudah dibuat, Alhamdulillah,” ungkapnya.
Profil Laksamana Keumalahayati
Keumalahayati atau Malahayati merupakan salah seorang pejuang perempuan berdarah biru yang berasal dari Kesultanan Aceh.
Pada tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.
Perempuan tangguh ini memimpin 2.000 orang pasukan Inong Bale (janda-janda pahlawan yang tewas) berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda tanggal 11 September 1599.
Saat peperangan itu, Malahayati merenggut nyawa Cornrlis de Houtman, penjelajah Belanda sekaligus orang yang membuka jalan penjajahan VOC di Indonesia, dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal.
Berkat keberaniannya itulah Malahayati kemudian mendapat gelar sebagai Laksamana. Bisa dikatakan Malahayati mudah ditemukan di literatur Barat maupun China.
Di Indonesia, dia memang tidak sepopuler Cut Nyak Dien, namun oleh peneliti Barat Malahayati disejajarkan dengan Semiramis, Permaisuri Raja Babilon, dan Katherina II, Kaisar Rusia.
Seperti yang telah dituturkan, perempuan perkasa ini berdarah biru, yang berasal dari keturunan sultan. Ayahnya adalah Mahmud Syah, seorang laksamana.
Sementara, kakeknya dari garis ayah, juga seorang laksamana Bernama Muhammad Said Syah putra Sultan Salahuddin Syah yang memerintah tahun 1530-1539.
Sultan Salahhudin sendiri putera Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530), pendiri kerajaan Aceh Darussalam. Dilihat dari asal keturunannya darah militer berasal dari kakeknya sehingga jiwa patriotism mengalir di tubuhnya.
Pembentukan pasukan perempuan yang semuanya janda dan disebut dengan armada Inong Bale itu, kabarnya merupakan ide Malahayati. Maksudnya, agar para janda itu dapat menuntut balas kematian suaminya.
Suami Malahayati sendiri gugur saat bertempur melawan Portugis. Pasukan Inong Bale juga mempunyai benteng pertahanan dan sisa-sisa pangkalan mereka masih ada di Teluk Kreung Raya.
Pada 21 Juli 1599, dua kapal Belanda yang dipimpin dua bersaudara Coernelis de Houtman dan Fedrick de Houtman berlabuh dengan tenang di Aceh. Mereka tak menduga saat Laksamana Malahayati menyerang dua kapal mereka.
Dalam penyerangan itu, Cournelis de Haoutman dan beberapa anak buahnya tewas. Sedangkan Fedrick de Haoutman ditawan dan dijebloskan ketahanan Kerajaan Aceh. Penyerangan ini menggegerkan bangsa Eropa kala itu, terutama pihak Belanda dan ini sekaligus menunjukkan kewajiban Laksamana Keumalahayati.
Nama perempuan perkasa ini semakin harum tatkala Mahkamah Amsterdam menjatuhkan hukuman denda kepada Paulus van Caerden sebesar 50.000 gulden yang harus dibayar kepada Aceh.
Denda itu adalah buntut Tindakan van Caerden saat datang ke Aceh menggunakan dua kapal, dan menenggelamkan kapal dagang Aceh serta merampas muatannya yang berupa lada. Usai beraksi, van Caerden pergi meinggalkan Aceh.
Peristiwa penting lainnya selama Malahayati menjadi Laksamana adalah saat ia mengirim tiga utusan ke Belanda, yaitu Abdoelhamid, Sri Muhammad, dan Mir Hasan. Mereka merupakan duta-duta pertama dari sebuah kerajaan di Asia yang menjunjung negeri Belanda.
Banyak catatan orang asing tentang Malahayati. Kehebatannya memimpin sebuah Angkatan perang Ketika itu, diakui oleh negara Eropa, Arab, China dan India.
Namanya sekarang melekat pada kapal perang RI yaitu KRI Malahayati, nama kampus, nama pelabuhan, nama jalan, nama rumah sakit dan sebagainya.