Gedung UPTD PPA di kawasan Gampong Jeulingke, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. FOTO : popularitas.com/Hafiz Erzansyah
Home Feature Peran UPTD PPA Pulihkan Trauma Korban Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak di Aceh
Feature

Peran UPTD PPA Pulihkan Trauma Korban Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak di Aceh

Share
Share

POPULARITAS.COM – Rasa trauma akibat pelecehan atau tindak kekerasan seksual apapun dapat berdampak yang sangat signifikan pada kesehatan mental korbannya.

Menurut dr. Sheila Amabel dari laman Dokter Sehat, menjadi korban tindak kekerasan seksual dapat memberikan dampak yang besar pada hidup seseorang.

“Selain memengaruhi kondisi psikologis, hal ini juga dapat menyebabkan gangguan fisik. Inilah yang membuat penanganannya membutuhkan dukungan dan kesabaran yang kuat,” jelasnya.

Ia menuturkan bahwa korban kekerasan seksual mungkin berisiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan mental, seperti depresi, gangguan stres pasca trauma (PTSD), gangguan makan, dan kecemasan.

Oleh karena itulah, menurut dokter Sheila sangat penting untuk mengambil langkah penanganan untuk meredam efek buruk yang ditimbulkannya.

Ada berbagai cara untuk menangani rasa trauma akibat pelecehan atau kekerasan seksual, di antaranya seperti mencari support system yang tepat, berlatih untuk menenangkan diri, melakukan terapi dan yang lainnya.

UPTD PPA Berperan dalam Pemulihan Trauma Korban

Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Aceh di bawah naungan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh dibentuk pada 27 Agustus 2019 berdasarkan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 59 Tahun 2019.

UPTD PPA tersebut punya berbagai peran dalam menangani segala permasalahan yang dihadapi oleh perempuan dan anak, khususnya menjadi unit pelayanan dan pengaduan bagi korban kekerasan, termasuk kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

Untuk sekadar diketahui, selain UPTD PPA Aceh, juga ada beberapa lembaga dan pusat layanan lainnya yang juga ikut menangani korban kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Tanah Rencong.

Sebut saja misalnya, seperti Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Rumah Sakit Bhayangkara Banda Aceh, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Aceh, hingga Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak.

Korban kekerasan seksual dapat melaporkan kasusnya langsung ke sejumlah lembaga yang dibentuk tersebut, khususnya UPTD PPA Aceh atau dapat melapor melalui layanan call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129.

UPTD PPA Aceh juga ikut berperan dalam memulihkan trauma para korban kekerasan seksual, yakni dengan memberikan layanan pendampingan psikologis dan perlindungan sementara.

Dalam hal pendampingan psikologis, UPTD PPA akan menyediakan konselor psikologis untuk mendampingi korban dalam proses pemulihan. Konselor nantinya akan melakukan intervensi untuk meredakan tekanan psikis korban dan memberikan rekomendasi sesuai kebutuhan.

Peran nyata DP3A tangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak 

Sementara, dalam konteks perlindungan sementara, para korban yang terancam jiwanya akan mendapatkan perlindungan sementara di rumah aman di bawah naungan UPTD PPA, sampai nantinya korban merasa aman.

Begitu pun dengan pendampingan dalam proses hukum, di mana UPTD PPA juga memberikan pendampingan dalam proses hukum, seperti pemeriksaan psikologis dan pendampingan selama persidangan.

“Kami terus mendampingi korban hingga mereka pulih dan kembali mampu untuk menjalani kehidupan normal di masyarakat,” ungkap Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh, Meutia Juliana.

Menurut dia, pendampingan terhadap korban sangat penting, lantaran banyak dari korban kekerasan, terutama anak-anak, mengalami trauma yang mendalam dan butuh rehabilitasi psikologi yang komprehensif.

Untuk memastikan korban kekerasan mendapat rehabilitasi yang memadai selain pendampingan, pihak DP3A juga bekerjasama dengan dinas sosial. “DP3A bertugas untuk memberikan penanganan awal dan pendampingan terhadap korban, sementara dalam proses rehabilitasi, kita bekerjasama dengan dinas sosial,” kata Meutia.

“Proses rehabilitasi menjadi tanggung jawab dinas sosial, mereka akan melakukan asesmen terhadap keluarga korban, menentukan apakah keluarga mampu memberikan perlindungan, nafkah hingga pendidikan bagi si anak,” jelasnya.

“Ini penting untuk memastikan bahwa korban tidak kembali menjadi korban kekerasan yang sama nantinya,” sambung Meutia lagi.

Ia juga menambahkan bahwa DP3A Aceh terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas layanan pengaduan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Berkolaborasi dengan berbagai pihak serta stakeholder yang ada, termasuk masyarakat, adalah kunci keberhasilan dalam mewujudkan Aceh yang lebih aman dan sejahtera.

Ia pun berharap dengan kerja keras semua pihak yang didukung seluruh masyarakat, perlindungan terhadap perempuan dan anak di Aceh ke depan semakin dapat ditingkatkan. “Hingg akhirnya nanti dapat menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi emas Aceh selanjutnya,” pungkas Meutia.

Share
Tulisan Terkait
FeatureHeadline

Kevin, si polisi guru ngaji di Polda Aceh

POPULARITAS.COM – Sedikit anggota Polri di Polda Aceh yang jadi guru ngaji....

FeatureHeadline

Nyaris putus kuliah, Sarbila akhirnya raih gelar sarjana di UIN AR-Raniry Banda Aceh

POPULARITAS.COM –  Di balik setiap gelar sarjana yang diperoleh, tentu ada cerita perjuangan...

FeatureHeadline

Menggantung rindu di langit Madinah

POPULARITAS.COM – SEPERTI lima hari sebelumnya, Selasa 11 Februari 2025, azan subuh...

Feature

Rumah untuk Syukri kolaborasi Pemkab Aceh Besar dan Islamic Relief

POPULARITAS.COM – SYUKRI (62) yang berbalut kain sarung hitam, baju putih lengan...

Exit mobile version