POPULARITAS.COM – Kasus dugaan asusila yang terjadi dua bulan lalu dan disebut melibatkan oknum petinggi Partai Demokrat Aceh yakni Arif Fadillah alias AF masih menyisakan pertanyaan di kalangan masyarakat, terutama menyangkut penanganannya.
Kuasa hukum pelapor, yakni Erlizar Rusli pun memberi penjelasan terkait hal tersebut agar tak memunculkan persepsi serta anasir negatif di berbagai pihak.
Seperti diketahui sebelumnya, seorang warga Banda Aceh yang tak lain adalah klien dari Erlizar Rusli melaporkan Arif Fadillah ke Polda Aceh pada 22 Juli 2024 lalu atas dugaan perbuatan asusila.
Pelapor melaporkan Sekretaris Partai Demokrat Aceh tersebut atas dugaan jarimah khalwat dengan istri pelapor.
Erlizar mengatakan, kliennya hingga kini belum mendapatkan SP2HP atau surat perkembangan hasil penyelidikan perkara tersebut, apakah sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan atau belum.
“Pelapor dan semua saksi-saksi dari pelapor telah dimintai keterangan oleh penyidik, maka tahapan selanjutnya semestinya penyidik memanggil saksi terlapor, sebelum dilakukan gelar perkara oleh penyidik,” ujarnya kepada popularitas.com, Selasa (3/9/2024).
Erlizar menyatakan, laporan yang dibuat kliennya bersifat delik aduan yang merupakan delik yang membutuhkan pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan atau pihak yang berhak mengadu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Dan dalam perkara aquo klien kami tentu sangat dirugikan segala holistik (menyeluruh) akibat dugaan tindak pidana yang dilakukan AF,” ucapnya.
Selain itu, laporan tersebut juga mengandung komposisi delik formil dan delik materiil. Di mana, delik formil yaitu jenis delik yang dianggap selesai dengan dilakukannya tindakan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.
Delik formil, jelas dia, menitikberatkan pada perbuatan itu sendiri, di mana undang-undang melarang perbuatan tersebut. Sedangkan delik materiil adalah menekankan pada akibat dari suatu perbuatan.
“Artinya, undang-undang melarang akibat dari suatu perbuatan tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 tentang Khalwat jo Pasal 25 tentang Ikhtilat Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Qanun Jinayat,” ucapnya.
“Unsur delik dalam pelaporan klien kami juga mengandung unsur delik berganda, yaitu jenis delik yang dilakukan secara berulang dan melanggar aturan,” tegasnya.
Ia merincikan, dalam delik berganda, tindakan yang melanggar hukum dilakukan berkali-kali atau dalam rangkaian perbuatan yang melanggar hukum.
“Dalam hal dugaan perbuatan dilakukan terhadap klien kami oleh terlapor secara berulang-ulang. Pelaporan klien kami juga mengandung unsur delik dolus, yaitu delik suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan unsur kesengajaan,” bebernya.
“Dalam kasus ini pelaku dengan sengaja dan sadar melakukan tindakan yang melanggar hukum syariat Islam yang berlaku khusus di Aceh,” cetusnya.
Erlizar melanjutkan, laporan yang dibuat kliennya juga mengandung unsur delik commissionis yang merupakan delik pelanggaran terhadap perbuatan yang dilarang dalam agama dan undang-undang dalam hal ini Qanun Jinayat.
Karena itu, pelapor pun berharap kepada Polda Aceh untuk bekerja secara profesional dalam menangani perkara ini, yang tentunya berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
Klien Erlizar selaku saksi pelapor telah diperiksa termasuk saksi yang menerangkan tentang pokok perkara. Lazimnya, setelah pelapor dan saksi-saksi pelapor selesai diperiksa semua, maka seharusnya penyidik kepolisan memanggil terlapor untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
“Baru kemudian dilakukan gelar perkara untuk ditingkatkan ke penyidikan. Klien kami juga telah melengkapi materi laporan dengan beberapa alat bukti, baik saksi maupun surat serta bukti elektronik kepada penyidik,” sebutnya.
Salah satu bukti elektronik, sambungnya, juga telah diuji forensik di Laboratorium Bukti Forensik Elektronik (LBFE) Menkominfo dengan Berita Acara Pemeriksaan Forensik Bukti Elektronik Nomor: 209/LFBE/KOMINFO/07/2024 Tanggal 30 Juli 2024.
“Klien kami telah menerima SP2HP dari penyidik Polda Aceh tanggal 22 Agustus 2024, yang menerangkan penyidik sedang melakukan penyelidikan terhadap perkara itu,” katanya.
“Kami juga yakin dan percaya penyidik Polda Aceh masih bekerja profesional dan dengan hukum humaniter, sehingga adanya perlakuan sama bagi setiap orang di depan hukum,” kata dia.
Selain itu, Erlizar menambahkan bahwa kliennya meminta Kapolda Aceh untuk memberikan atensi khusus dalam perkara ini, mengingat terlapor adalah seorang petinggi partai nasional, sehingga tak muncul anasir-anasir negatif bahwa proses penyelidikannya berlarut-larut dan terkesan lambat.
“Jika demikian akan timbul ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum di Aceh. Mengingat Aceh berlaku syariat Islam dan terduga pelaku telah melanggar syariat Islam sebagai kearifan lokal yang telah dimodifikasi menjadi hukum yang berlaku,” jelasnya.
“Kami selaku kuasa hukum akan memberi tahu kepada teman-teman media terkait progres perkembangan penanganan hukum oleh penyidik Polda Aceh terhadap laporan klien kami pada kesempatan lain,” pungkasnya.