Headline

Urgensi Qanun Perlindungan Perempuan dan Anak

Sinergitas DP3A dan Polda Aceh dalam Penanganan Perempuan dan Anak Korban Human Trafficking

POPULARITAS.COM – Qanun Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) sangat penting karena perempuan dan anak-anak dianggap sebagai kelompok yang rentan terhadap kekerasan, penindasan, hingga penyalahgunaan.

Tujuan adanya qanun tersebut adalah untuk melindungi dan memenuhi hak-hak perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan, diskriminasi, dan perlindungan khusus.

Dari penelusuran popularitas.com, ada beberapa urgensi Qanun Perlindungan Perempuan dan Anak, salah satunya yakni menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal.

Tak hanya itu, juga melindungi perempuan dari penindasan dan berbagai bentuk kekerasan, menciptakan dunia yang lebih baik untuk semua dengan melindungi perempuan, memastikan perempuan mendapatkan rasa aman dalam pemenuhan hak, serta memastikan perempuan berkembang dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan terhadap perempuan dan anak.

Di Aceh, qanun tentang perlindungan anak yakni Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2008. Sementara, qanun tentang pemberdayaan dan perlindungan perempuan adalah Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2009.

“Qanun ini merupakan amanah dari UUPA Pasal 231 bahwa Pemerintah Aceh harus bisa memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak,” ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh, Mutia Juliana melalui Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Perempuan dan Anak, Tiara Sutari kepada popularitas.com.

Tiara menjelaskan bahwa qanun pemberdayaan dan perlindungan perempuan itu sendiri telah berlaku sejak 15 tahun lalu, sedangkan qanun perlindungan anak sudah berlaku sejak 16 tahun lalu.

DPRA dukung wacana legalisasi ganja

Kedua qanun ini, kata dia, sudah membutuhkan perubahan (revisi), mengingat perkembangan nomenklatur dari dinas yang mengampu sendiri dan juga perkembangan peraturan perundang-undangan yang terus berubah. “Untuk saat ini Pemerintah Aceh sudah menginisiasi perubahan Qanun Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pemberdayaan Dan Perlindungan Perempuan,” katanya.

Dalam Qanun Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pemberdayaan Dan Perlindungan Perempuan, ada beberapa hak bagi perempuan yang lebih luas. Hak perempuan yang dimaksud yakni hak bebas dari kekerasan dan tindakan diskriminasi; hak keamanan dan perdamaian; hak beribadah; hak pengakuan dan penghargaan; hak pendidikan;  teknologi dan pengetahuan; hak kesehatan dan  kesehatan reproduksi; hak sosial dan politik; hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan; hak pekerjaan dan ekonomi; hak mengelola lingkungan dan sumber daya alam yang berkelanjutan; hak budaya, seni, dan olahraga; hak informasi; hak berpartisipasi dalam pembangunan; dan hak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Dan salah satu yang paling urgen di dalam qanun ini ada salah satu pasal terkait dengan komitmen Pemerintah Aceh untuk mengalokasikan anggaran melalui APBA, terkait dengan pemulihan fisik dan non-fisik yaitu pemulihan medis dan non-medis (psikis) bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ungkapnya.

“Ini penting, mengapa? Karena BPJS tidak meng-cover biaya pemulihan medis dan non-medis bagi para korban kekerasan terhadap perempuan dan anak,” sambung Tiara.

Beberapa waktu lalu, M Reza Fahlevi Kirani yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua Komisi V (Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan) DPR Aceh juga pernah menyinggung hal yang sama, termasuk yang berkaitan dengan anggaran seperti yang disebutkan di atas.

Menurut dia, untuk menekan angka kekerasan anak maupun perempuan di Tanah Rencong membutuhkan sinergitas dan evaluasi, termasuk perhatian semua pihak.

Fahlevi Kirani juga meminta pemerintah atau dinas terkait untuk menyusun rencana baru yang lebih efektif guna menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Selama ini skema atau perencanaan yang ada masih kurang memadai, baik itu dari segi dukungan anggaran maupun sumber daya manusianya,” ucapnya.

Karena itulah, pemerintah diimbau untuk bersinergi serta proaktif dan lebih serius dalam menangani permasalahan. Begitu juga dengan penegakan hukum bagi para pelaku agar memiliki efek jera. “Penanganan kasus kekerasan terhadap anak tidak hanya sebatas penanganan pasca kejadian, tapi juga bagaimana cara mencegahnya,” ungkap Reza saat ditemui popularitas.com. (*)

Shares: