EkonomiNews

Catatan GeRAK: Pendapatan Aceh Turun Rp 1,450 Triliun

Ilustrasi inflasi. Foto: KRjokja

BANDA ACEH (popularitas.com) – Proyeksi pendapatan daerah (Aceh) pada tahun 2021 menurun sebesar Rp 1,450 triliun lebih dibandingkan dengan tahun 2020.

Berdasarkan catatan Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh yang dilihat dari dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Platfon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2021. Pendapatan Aceh tahun ini sebesar Rp 14,006 triliun. Sedangkan pada 2020 lalu mencapai Rp 15,457 triliun.

“Artinya, pendapatan Aceh untuk 2021 turun sebesar Rp 1,450 triliun dari tahun sebelumnya. (Belum terhitung penambahan dari anggaran SiLPA),” kata Kadiv Kebijakan Publik dan Anggaran GeRAK Aceh, Fernan dalam catatannya, Rabu, 5 Agustus 2020.

Fernan menyebutkan, Rp 14,006 pendapatan Aceh 2021 tersebut terbagi dari Pendapatan Asli Aceh (PAA) sebesar Rp 2,294 triliun, pendapatan transfer Rp 11,510 triliun serta dari lain-lain pendapatan Aceh yang sah Rp 201 miliar.

Menurunnya pendapatan Aceh Rp 1,450 triliun dari tahun sebelumnya itu dipengaruhi oleh PAA yang juga turun  sebesar Rp 329 miliar, serta penurunan pendapatan transfer pusat sebesar Rp 1,322 triliun.

Jika dikalkulasikan secara persentase, kata Fernan, penurunan pendapatan daerah Aceh itu sebanyak 9,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja eksekutif dalam mencari alternatif sumber penerimaan daerah tidak sesuai dengan rencana visi misi pemerintahan Irwandi-Nova.

“Ini menunjukan bahwa eksekutif terlalu kaku dalam melakukan upaya untuk menggali sumber pendapatan, dan hanya berfokus pada dana transfer pusat semata,” ujarnya.

Fernan juga melihat, berdasarkan komponen penerimaan PAA, terdapat penurunan sebesar Rp 353 miliar lebih. Pengaruhnya adalah penetapan proyeksi pendapatan pajak Aceh yang menurun drastis dari sebesar Rp 331 miliar lebih dan retribusi daerah Rp 21,6 miliar dari tahun sebelumnya.

“Seharusnya penetapan PAA tahun anggaran 2021 lebih tinggi dari 2020. Dan ini menunjukan adanya target penerimaan pendapatan yang tidak berhasil direalisasikan,” ucapnya.

Karena itu, lanjut Fernan, pemerintah Aceh perlu menjelaskan secara transparan dan akuntabel terhadap sumber-sumber penerimaan yang dikelola tidak terbuka, bahkan cenderung koruptif. Pola ini dapat diketahui dari berkurangnya penerimaan daerah.

“Banyak sumber potensi pendapatan yang tidak dikelola dengan baik padahal cukup banyak sumber potensi pendapatan yang tidak berhasil dipungut seperti pajak kendaraan bermotor, sektor pariwisata,” ungkap Fernan.

Selain itu, Fernan juga menyebutkan, program pengelolaan pendapatan daerah yang ditetapkan oleh Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA) pada 2021 sebesar  Rp 21,035 miliar, jumlah usulan kegiatannya berbanding terbalik dari total penerimaan retribusi Aceh seharusnya lebih tinggi dari program yang diusulkan.

“Jumlah penerimaan pendapatan retribusi Aceh yang direncanakan sebesar Rp 12,1 miliar, atau lebih besar Rp 8,9 miliar dari jumlah retribusi yang dipungut,” tutur Fernan. (dani/ril)

Shares: