Feature

Penyebab dan Akar Masalah Tingginya Kasus Perceraian di Aceh

POPULARITAS.COM – Kasus perceraian di Tanah Rencong hingga saat ini masih terbilang tinggi, dengan beragam penyebab serta akar masalah yang terjadi. 

Pada umumnya, perceraian terjadi karena ketidakcocokan, misal adanya pertengkaran hebat antar kedua pasangan secara terus menerus yang didasari perbedaan pendapat. 

Tak hanya itu, juga ada penyebab lain yang memicu perceraian ini, seperti perselingkuhan, sosok suami yang tersandung kasus kriminalitas, dan yang lain sebagainya. 

Pada semester satu tahun 2024, Mahkamah Syar’iyah Aceh mencatat setidaknya ada 2.858 perkara, di mana seorang istri menggugat cerai suaminya. 

Angka tersebut meningkat jika dibandingkan dengan semester satu tahun 2023 lalu, yang jumlahnya mencapai 2.852 perkara.  “Ada peningkatan enam perkata dibandingkan tahun lalu, di mana istri ajukan gugatan cerai ke suami,” ujar Panitera Muda Hukum Mahkamah Syar’iyah Aceh, Hermansyah pada Juli 2024 lalu. 

Namun, jika dibandingkan keseluruhan antara istri gugat cerai dan cerai talak, angka ini mengalami penurunan dibanding semester pertama 2023 dengan 3.710 perkara dan semester I 2024 dengan 3.671 perkara.”Akan tetapi jika dilihat dari yang mendaftarkan perkara meningkat, di mana perkara yang didaftarkan oleh istri dari 2.852 pada semester satu 2023 menjadi 2.858 pada semester satu 2024,” ungkapnya.

Hermansyah pun membeberkan faktor penyebab tingginya kasus istri gugat cerai suami, yang mana banyak terjadi karena perselisihan dan pertengkaran yang terjadi secara terus menerus.”Untuk pengaruh judi online yang menjadi penyebab istri gugat cerai suami itu hanya tiga perkara dan semester pertama 2024 hanya 26 perkara,” jelasnya.

Selain itu di tahun 2023, jumlah perceraian di Aceh mencapai hingga 6.091 perkara. Jumlah itu terdiri dari 4.726 perkara cerai gugat dan 1.365 perkara cerai talak. 

Panitera Muda Hukum Mahkamah Syar’iyah Aceh, Ilyas mengungkapkan, faktor penyebab terjadinya hal ini pun beragam, mulai dari pertengkaran secara terus menerus, meninggalkan salah satu pihak, faktor ekonomi hingga KDRT dan lain-lain. 

Selain itu, kata dia, faktor penggunaan media sosial juga menjadi salah satu pemicu cekcok suami istri hingga berujung ke mahkamah.

“Kadang suami tidak pulang-pulang ataupun istri terlalu sibuk dengan urusannya sendiri sehingga tidak memperdulikan anak dan suami,” ucapnya.

Ilyas berharap angka perceraian di Aceh terus menurun, sehingga tidak ada korban dari salah satu pihak terutama anak yang selalu menjadi korban akibat perceraian.  “Sudah turun sepuluh persen dan kita harapkan angka ini terus berkurang,” pungkas Ilyas lagi. 

Dari jumlah tersebut, apakah perceraian sangat berdampak buruk bagi tumbuh kembang anak? Jawabannya ya, karena hal itu merugikan si anak sendiri. 

Penyebab dan Akar Masalah Tingginya Kasus Perceraian di Aceh

Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh, Tiara Sutari, perceraian sangat berdampak terhadap anak, termasuk pada tumbuh kembangnya. 

Apalagi, sang ibu yang tak memiliki kekuatan finansial ketika sang ayah tak ingin memberikan nafkah terhadap anaknya, yang menjadi kewajiban.  “Hal itu sangat berdampak, termasuk ke jenjang pendidikan si anak, juga terhadap kesehatan si anak itu sendiri,” ujarnya kepada popularitas.com.

Belum lagi, jelas Tiara, si anak tersebut belum siap menerima keputusan bahwa orang tuanya berpisah. Secara psikis, kata dia, si anak tersebut pasti mengalami masalah.  “Dampaknya bisa jadi beragam, seperti misalnya prestasi di sekolah menurun, mungkin bisa menjadi nakal, termasuk mengganggu kepercayaan terhadap orang tuanya sendiri, pasti dampaknya ada terhadap anak,” pungkasnya.  (*)

Shares: