POPULARITAS.COM – Sudah delapan tahun Cut Afni Zahara bersama sang suami, Mursalim memanfaatkan eceng gondok sebagai bahan untuk membuat kerajinan tangan bernilai jual tinggi.
Di kediamannya di Gampong Kubu, Kecamatan Arongan Lambalek, Aceh Barat, mereka memproduksi berbagai jenis kerajinan, seperti sofa, tikar, vas bunga, bingkai cermin, keranjang, meja, tas hingga kotak tisu dan lainnya.
Barang-barang tersebut pun kemudian dijual dengan harga yang bervariasi, mulai dari yang termurah Rp20 ribuan hingga jutaan rupiah untuk kerajinan seperti tikar anyaman hingga sofa. “Kami memanfaatkan eceng gondok, tanaman gulma yang merusak lingkungan perairan menjadi produk yang menghasilkan uang,” ujar Afni saat dikunjungi popularitas.com, Jumat (11/10/2024).
Usahanya dimulai pada 2016 silam, saat ia dan puluhan perempuan Aceh Barat lain dibina oleh mahasiswa UIN Ar-Raniry yang ikut program KPM Inovatif-Universitas Membangun Desa (UMD).
Hal ini juga mendapat dukungan dari Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK) milik pemerintah Australia untuk mendukung pemerintah Indonesia mengurangi tingkat kemiskinan dan mengatasi kesenjangan.
Kala itu, setidaknya ada tiga gampong yang mendapatkan pembinaan, yakni Gampong Kubu, Peulante dan Gampong Cot Juru Mudi, Kecamatan Arongan Lambalek.
Program itu juga membentuk kelompok usaha produksi masyarakat yang mampu menghasilkan berbagai kerajinan berbahan eceng gondok. Cut Afni adalah satu anggota kelompok tersebut.
“Selama satu tahun kita diajarkan mulai pembentukan kelompok, pembuatan sesuai SOP sampai ke pemasaran. Program itu berakhir pertengahan 2017, kelompok ini terhenti dan anggotanya bubar,” ungkapnya.
Afni pun kemudian berinisiatif untuk melanjutkan keahlian yang dimiliki bersama suaminya secara mandiri hingga saat ini, meski pemasaran produk yang masih sangat terbatas menjadi tantangan awal.
Pada suatu kesempatan di tahun yang sama, EG Craft mendapat undangan untuk ikut pelatihan di Yogyakarta. Dalam pelatihan selama sepuluh hari itu, Mursalim hadir mewakili usahanya EG Craft. “Alhamdulillah pulang dari Jogya suami buat produk, kami pertama kali pameran di Sabang pada akhir 2017, dalam setengah hari produk kita ludes, kita semakin semangat,” ucapnya.
EG Craft terus berinovasi dalam menghasilkan produknya. Setahun berselang, KOMPAK kembali lagi ke gampong tersebut untuk meninjau ulang kelompok kerajinan tangan yang dibuat. “Alhamdulillah tahun 2018 KOMPAK kembali, mereka memfasilitasi kami dengan program perantara pasar, kita kemudian banyak dapat peluang dengan pasar,” kata Afni.
Ekspansi pasar ini yang menjadi salah satu kunci keberhasilan EG Craft. Produk yang dihasilkan EG Craft diminati pasar lokal hingga nasional. Proses pengiriman dilakukan hampir ke seluruh penjuru nusantara.
Melihat peluang pasar yang begitu menjanjikan, Cut Afni lalu menjadikan EG Craft sebagai UMKM. Berbagai perizinan juga terus dirampungkannya bersama sang suami tercinta.
Setelah izin usaha rampung, EG Craft mendapat bantuan dari Pemkab Aceh Barat dan Pemerintah Aceh melalui Dinas Koperasi dan UKM Aceh, Universitas Syiah Kuala, Bank Aceh serta pihak lainnya.
EG Craft juga kerap dilibatkan dalam pameran kerajinan baik yang digelar. Setelah usaha itu laris di pasaran, anggota kelompok perajin yang sebelumnya bubar, kini kembali bergabung.
Pertengahan 2019, Afni kembali merangkul teman-temannya, sehingga EG Craft saat itu memiliki 12 perajin. Seiring berjalannya waktu, EG Craft terus berkembang dengan kreasi produk baru.
Kini EG Craft telah menjadi UMKM binaan Kanwil Bea Cukai Aceh sejak tahun 2021, usai program KOMPAK habis. UMKM yang saat ini memiliki 40 perajin itu, omzetnya pun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, meski terkadang naik turun.
Naik turunnya omzet terjadi lantaran produk EG Craft yang laku keras dimana-mana, sehingga banyak orang yang jarang membelinya lagi, karena hasil karyanya itu awet dan tahan lama. “Sejauh ini yang sudah kita pasarkan seperti ke Bali, Balikpapan, Padang, Jakarta, dan Lampung, termasuk ke Banda Aceh. Saat PON kemarin juga banyak tamu yang melirik produk kita,” ucapnya. “Produk kita ini pernah diminta IKEA (perusahaan mebel asal Swedia), tapi tidak mampu kita penuhi karena mereka minta 15.000 pieces per bulan, sementara perajin kita sedikit saat itu,” bebernya lagi.
“Sekarang Alhamdulillah sudah ada perajin, baru-baru ini untuk sampel produk juga sudah kita kirim ke India dan Jeddah, Arab Saudi, tetapi sampai sekarang belum ada jawaban,” katanya.
Ketersediaan Bahan Baku Jadi Kendala
Meski telah terpenuhi dari segi tenaga kerja, ada tantangan lain yang dialami oleh EG Craft, yakni ketersediaan bahan baku. Pasalnya, bahan baku eceng gondok yang mereka butuhkan saat ini sudah tidak ada lagi di wilayah mereka.
Afni mengungkapkan, banyak tanaman eceng gondok yang mati dan tak dapat tumbuh besar hingga memenuhi spesifikasi untuk bahan baku kerajinan, lantaran diduga kawasan perairan di wilayahnya tercemar. “Sekarang kami ambil bahan dari kawasan Kota Meulaboh yang masih ada, tentu itu juga menjadi persoalan bagi kami karena ada cos lagi. Kami berharap pemerintah bisa ikut turun tangan untuk menangani hal ini,” jelasnya.
Selain itu, ia pun berharap ada pihak yang dapat menyuplai bahan baku eceng gondok. Jadi, nantinya mereka hanya fokus menganyam kerajinan untuk dapat dipasarkan, bahkan hingga ke luar negeri. “Kalau ada yang pasok bahan baku, jadi kami bisa fokus menganyam saja, selama ini kami yang cari (bahan baku), kami anyam, kami berharap bisa ekspor,” ungkapnya lagi.
Dukungan Terhadap UMKM di Aceh
Awal tahun 2023, Kadisbudpar Aceh, Almuniza Kamal sempat mengunjungi rumah produksi EG Craft. Ia juga menyadari potensi kerajinan eceng gondok di Tanah Rencong sangat besar, namun terkendala produksi.
Selain kurangnya SDM, kendala produksi atas ketersediaan bahan baku sangat berpengaruh. Namun yang pasti, pemerintah khususnya dinas terkait bakal tetap berupaya membantu untuk ikut memecahkan kendala yang dihadapi para pelaku UMKM yang ada di Aceh. “Ini yang menjadi tantangan perajin dan tentu upaya pemerintah lah, kita cari solusi sama-sama,” ucap pria yang pernah menjabat sebagai Kepala BPPA di Jakarta ini.
Di sisi lain, salah satu fungsi utama Bea Cukai yakni meningkatkan pertumbuhan industri dalam negeri melalui pemberian fasilitas di bidang kepabeanan dan cukai yang tepat sasaran.
Diketahui, ada beberapa fasilitas yang dapat diberikan Bea Cukai terhadap UMKM, mulai dari penyederhanaan prosedur kepabeanan sampai dengan dukungan fiskal berupa pemberian izin bea masuk terhadap UMKM yang berfokus pada ekspor berupa fasilitas KITE IKM. “Kanwil Bea Cukai Aceh berkomitmen untuk terus mendukung UMKM di Aceh, kami membimbing dan memberdayakan UMKM agar mandiri dan mampu mengekspor ke luar negeri,” ucap Kasi Bidang Kepatuhan dan Humas Kanwil Bea Cukai Aceh, Muparrih.
Selain di pasar offline atau dengan mengunjungi lokasi pembuatan, produk-produk EG Craft juga bisa didapatkan secara online, seperti dipesan melalui akun Instragram @eg.craft_ atau WhatsApp di nomor 0852 0710 3158.