HeadlineNews

Ramai-ramai akademisi kritik istana

Ramai-ramai akademisi kritik istana

POPULARITAS.COM – Presiden RI Joko Widodo, merupakan alumni Fakultas Kehutanan Universita Gajah Mada (UGM) Jogjakarta. Pria yang pernah menjabat sebagai Walikota Solo dua periode itu, menamatkan kuliahnya di kampus tersebut pada 1985 dan menyandang gelar Insyinyur.

Berawal dari kampus ini pula, kritik terhadap Joko Widodo yang merupakan alumnusnya bermula. Diakhir periode jabatan kedua ayah dari Gibran Rakabuming Raka itu, jajaran akademisi dan guru besar kampus ternama di Indonesia itu, melahirkan petisi yang kritik istana tentang demokrasi.

Petisi Bulak Sumur, yang dibacakan oleh oleh Guru Besar Psikologi UGM, Prof Koentjoro, Rabu (31/1/2024) di Balairung kampus tersebut, menyoroti penyimpangan demokrasi dan manuver politik yang dilakukan oleh Presiden RI Joko Widodo. 

Menurutnya, dinamika politik Jokowi saat ini dinilai telah menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial. Dalam petisi tersebut, ada sejumlah kasus yang menjadi catatan, antara lain pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK), keterlibatan aparat penegak hukum dalam proses demokrasi, hingga pernyataan Jokowi tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik yang dinilai kontradiktif.

Usai petisi yang dikeluarkan kampus UGM tersebut, sejumlah universitas lainnya di Indonesia juga suarakan kegelisahan serupa perihal kondisi demokrasi di tanah air. 

Beberapa kampus yang ikut jejak UGM, seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Muhamadiyah Yogyakarta (UMY), UNAND, Unhas, Universitas Airlangga, Universitas Padjadjaran (Unpad).

Guru besar UI saat sampaikan petisi tentang hukum dan demokrasi di Indonesia

Kesemua kampus-kampus itu, menyerukan agar Presiden RI Joko Widodo, kembali kepada jalur demokrasi dan memastikan penyelenggaran Pemilu 2024 secara demokratis dan netral.

Seruan Padjadjaran, selamat negara hukum yang demokratis, beretika, dan bermartabat, di bacakan oleh Guru Besar FEB Unpad Prof Arief Ashory Yusuf.

Dia mengatakan bahwa, salah satu tugas akademisi adalah selalu mengingatkan bahwa akal sehat, hati nurani, juga keberpihakan pada kepentingan publik harus selalu menjadi pedoman dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara. 

“Kalau seandainya akal sehat, hati nurani, dan keberpihakan pada kepentingan publik sudah mulai diabaikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka kami (akademisi) adalah benteng terakhirnya,” kata Prof. Arief yang saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Profesor Unpad. 

Para akademisi memandang bahwa indikator suatu negara maju bukan hanya dilihat dari tingkat ekonominya saja. Akan tetapi juga melihat kualitas institusinya, yang salah satunya kualitas penegakan hukum dan demokrasi.

Beragam pandangan kemudian muncul sebagai bentuk respon tersebut. Presiden RI Joko Widodo sendiri, menilai kritikan para akademisi kampus tersebut, sebagai bentuk dan hak demokrasi yang mesti dihargai.

Berbeda dengan sastrawan Indonesia, Okky Madasari, menurutnya, suara kampus yang kritik Istana, sebagai bentuk ketidakpercayaan akademisi terhadap Presiden RI Joko Widodo yang dinilai telah menyalahgunakan wewenang dan kekuasannya.

Okky beranggapan tingkat kepercayaan publik terhadap Jokowi bukan rendah lagi, melainkan tidak ada, karena aspirasi rakyat tidak pernah didengar, ujarnya dikutip dari CNN Indonesia.

Ketua DPR RI Puan Maharani sendiri, enggan mengomentari kritik para akademisi kampus terhadap Istana. Ia hanya mengatakan bahwa, apa yang terjadi saat ini dan tindak-tanduk Presiden RI Joko Widodo, akan jadi penilaian tersendiri bagi rakyat.

Shares: