POPULARITAS.COM – Perceraian merupakan peristiwa perpisahan resmi antara suami dan istri, yang memutuskan untuk tidak lagi menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai suami-istri.
Perceraian juga berarti putusnya hukum perkawinan, sehingga pasangan suami-istri tidak lagi berkedudukan sebagai suami-istri dan tidak lagi tinggal bersama.
Beberapa faktor penyebab perceraian, di antaranya perselingkuhan, terjadi kekerasan dalam rumah tangga, perselisihan atau pertengkaran, karena faktor ekonomi dan yang lainnya.
Dalam sebuah kasus perceraian, sengketa anak atau perselisihan dan perebutan atas hak asuh anak kerap kali terjadi. Karena itu, proses mediasi sangat dibutuhkan sebagai langkah awal.
Mediasi atas hak asuh anak merupakan proses yang dilakukan untuk mencari solusi terbaik bagi kepentingan anak dalam kasus perceraian. Mediasi ini dapat dilakukan di pengadilan agama dengan dibantu oleh mediator bersertifikat.
Dalam prosesnya, kedua orang tua dapat mendiskusikan keinginannya terkait hak asuh anak. Mediator akan membantu kedua belah pihak untuk terbuka terhadap saran dan menemukan solusi terbaik bagi kepentingan anak.
Beberapa hal yang dapat dibahas dalam proses mediasi hak asuh anak, seperti hak asuh fisik dan hukum, jadwal kunjungan, hingga bagaimana dan kapan para pihak akan bertukar hak asuh anak nantinya.
Proses mediasi inilah yang kerap kali dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) yang berada di bawah naungan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh.
Hal itu terjadi lantaran pasangan suami-istri yang telah berpisah atau bercerai saling merasa lebih berhak untuk mengasuh anaknya, atau bahkan terkadang sebaliknya.
Biasanya, UPTD PPA melakukan mediasi antara kedua belah pihak, baik ayah maupun ibu si anak. Hal itu dibutuhkan karena masalah ini tak dapat diselesaikan secara menyeluruh tanpa adanya kesepakatan dari kedua orang tua anak. “Inti persoalan itu ada di keluarga, kalau tidak ada kesepakatan dari keduanya kita juga tidak bisa tangani secara murni,” ujar Kepala DP3A Aceh, Meutia Juliana melalui Plt Kepala UPTD PPA Aceh, Faula Mardalya.
Saat proses mediasi berlangsung, para petugas dari UPTD PPA hanya dapat memberikan solusi sekaligus masukan terbaik untuk kedua belah pihak yang berseteru atas hak asuh anaknya.
Meski bisa dibilang proses mediasi tersebut kerap berjalan alot hingga akhirnya tak menemukan titik terang penyelesaian, namun juga tak sedikit pula yang berjalan secara efektif.
“Jika kedua belah pihak sepakat dengan apa yang telah disarankan dan dianjurkan, maka proses mediasi itu dianggap berjalan dengan sukses dan lancar hingga kasusnya pun selesai,” ungkapnya.
“Namun sebaliknya, bila kedua belah pihak masih tetap tidak memiliki kata sepakat di saat mediasi, maka kasus sengketa anak itu pun masih belum selesai. Itu banyak terjadi, sering di beberapa kasus yang kita tangani,” ucap Faula lagi.
Menurut Kasi Tindak Lanjut Kasus UPTD PPA Aceh, Nurjanisah, permasalahan sengketa anak ini, kerap terjadi lantaran masih adanya ego dari kedua orang tua atau rasa di masa lalu yang belum selesai.
Pihaknya biasanya menerima laporan kasus sengketa anak yang jenisnya beragam. Mulai dari tertutupnya akses terhadap anak bagi salah satu orang tua, penelantaran hingga yang lainnya. “Anak bukan barang atau benda, bukan harta gono gini yang diperebutkan, jadi kembali kepada kesepakatan kedua orang tua. Fungsi kami (UPTD PPA) di sinilah melakukan mediasi untuk mencapai kesepakatan, ini kan anak mereka berdua yang menjadi tanggung jawab berdua,” jelas dia.
Pada intinya, sambung Nurjanisah lagi, proses mediasi yang dilaksanakan adalah untuk mencari jalan keluar terbaik tanpa ada perselisihan dan saling bertanggung jawab terhadap anaknya. “Kita menggugah rasa empati para orang tua, memang kita berusaha mencapai kesepakatan antara keduanya, jadi pikirkan untuk masa depan anak kita,” pungkasnya.