HeadlineNews

Isyarat Dua Mantan KASAD untuk Muzakir Manaf

Repro

JAKARTA (popularitas.com) – Pernyataan Aceh sebaiknya menggelar referendum untuk menentukan nasib sendiri yang disampaikan mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Muzakir Manaf terus dipersoalkan. Tak sedikit tokoh nasional yang menyayangkan bahkan menentang pernyataan tersebut. Seperti halnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto.

Dia memastikan akan ada konsekuensi hukum bagi tokoh Aceh, Muzakir Manaf, yang telah menyuarakan referendum bagi provinsi berjuluk Serambi Mekkah itu. Hanya saja, saat ini ketua umum Partai Aceh itu tidak berada di Indonesia.

“Sekarang yang bersangkutan sedang tak ada di Aceh, sedang ke luar negeri. Tentu nanti ada proses-proses hukum soal masalah ini,” kata Wiranto di Jakarta seperti dilansir JPNN.com, Sabtu, 1 Juni 2019.

Mantan Panglima ABRI itu menambahkan, referendum tidak relevan lagi dalam sistem hukum di Indonesia. Karena itu, kata Wiranto, tak boleh ada inisiasi dari masyarakat untuk menggulirkan referendum.

Baca: Kata Referendum Kembali Terdengar dari Aceh

“Jadi ketika hukum positif sudah ditabrak, tentu ada sanksi hukumnya,” ujar Wiranto.

Lebih lanjut Wiranto menduga Muzakir menyuarakan referendum karena tokoh berjuluk Mualem itu beberapa kali kalah dalam kontestasi politik. Muzakir yang pernah menjadi Wakil Gubernur Aceh, kata Wiranto, juga kalah saat Pilkada Aceh 2017.

“Dan Partai Aceh kusinya merosot, ya, kalau enggak salah. Pemilu pertama dia ikut pada 2009 itu kursinya 33, lalu 2014 tinggal 29, sekarang kalau enggak salah tinggal 18 kursi,” jelas Wiranto.

Produk Hukum tentang Referendum telah Dicabut

Wiranto dalam wawancaranya dengan JPNN.com juga menyebut sistem hukum di Indonesia sudah tidak mengakui penyampaian aspirasi lewat referendum. Peraturan tentang referendum menurutnya telah dibatalkan dan dihapus di Indonesia.

“Masalah referendum itu dalam hukum di Indonesia, itu sudah selesai. Enggak ada, karena beberapa keputusan-keputusan baik TAP MPR maupun UU, itu sudah membahas sebelumnya dan sudah ada pembatalan,” kata Wiranto.

Baca: “Pingpong” Isu Referendum di Aceh

Dia menerangkan, ketentuan tentang referendum tertuang dalam TAP MPR Nomor 8 Tahun 1998, dan UU Nomor 5 Tahun 1985. Namun, kedua peraturan itu dicabut seiring terbitnya UU Nomor 6 tahun 1999.

“Jadi, ruang untuk referendum dalam hukum positif di Indonesia sudah tidak ada. Jadi enggak relevan lagi,” ungkap dia.

Kemudian, ucap dia, referendum tidak bisa dihadapkan ke pengadilan internasional karena tidak relevan. Hanya dekolonialisasi yang bisa dianggap bisa digelar referendum seperti kejadian kasus Timor-Leste.

“Hanya dekolonialisasi yang bisa masuk dalam proses referendum, ya. Seperti Timor-Leste, ya. Saya kira enggak ada. Ya, itu sebatas wacana,” ungkap dia.

Sikap tegas menyikapi referendum yang disuarakan Muzakir Manaf turut diperlihatkan mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Ryamizard Ryacudu. Ryamizard yang saat ini menjabat Menteri Pertahanan menegaskan, pemerintah tidak akan membiarkan referendum terjadi.

“Ah, Muzakir enggak usahlah ngomong begitu. Nanti kalau saya ke sana bilang DOM (daerah operasi militer, red) lagi,” kata Ryamizard di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Kamis, 30 Mei 2019.

Ryamizard memastikan tidak ada negoisasi untuk urusan keutuhan NKRI. Ryamizard menegaskan akan menjaga kedaulatan negara secara utuh dari Sabang sampai Merauke.

Enggak boleh hilang satu jengkal pun. Akan berhadapan dengan kami,” tandas dia.* (BNA/JPNN)

Shares: