News

BKSDA Aceh Ungkap Pola Konflik Gajah Berdasarkan Musim

BKSDA Aceh Ungkap Pola Konflik Gajah Berdasarkan Musim
Pengunjung melintas di savana Bukit Payalah, Desa Karang Ampar-Bergang, Aceh Tengah, Rabu (3/11/2020). Menurut keterangan warga setempat, savana berupa rumput ilalang itu juga merupakan makan favorit gajah liar di kawasan tersebut.

 – Konflik satwa liar yang dilindungi negara di Aceh saat ini masih tinggi. Begitu juga jumlah kematian gajah, baik mati secara alami, perburuan maupun konflik.

Berdasarkan data dari Balai Konservasii Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mencatat. Hingga 21 Desember 2020 sejak tahun 2016 ada 180 kasus dari 3 jenis habitat terbesar di hutan Aceh yang terancam punah. Nyakni ada 105 kasus untuk Gajah, 35 kasus Harimau Sumatera dan 40 kasus untuk Orangutan.

Bila dilihat khusus konflik satwa Gajah. BKSDA Aceh mencatat hingga 21 Desember 2020 terdapat 102 konflik gajah terjadi di Provinsi Aceh.

Sedikit mengalami penurunan dibandingkan 2019 terdapat 107 kali konflik satwa gajah. Sedangkan 2018 lalu hanya 73 kali konflik. Kendati demikian pada 2017 lalu relatif tinggi terjadi konflik satwa, yaitu mencapai 103 kali dan 2016 lalu hanya 44 kali terjadi konflik.

Dari jumlah tersebut, Kabupaten Pidie merupakan daerah paling tinggi terjadi konflik satwa dengan manusia sejak 2016 hingga 2020, yaitu terdapat 87 kali terjadi konflik.

Daerah yang paling rawan konflik satwa lainnya terdapat di Kabupaten Aceh Timur sebanyak 76 kali, lalu Aceh Jaya 69 kali, Aceh Utara 43 kali, Subulussalam 36 kali dan Aceh Barat 28 kali.

Kemudian disusul Gayo Lues 14 kali terjadi konflik satwa gajah, Pidie Jaya dan Aceh tengah 13 kali, Aceh Besar 12 kali, Bener Meriah 9 kali. Sedangkan Aceh Tenggara 7 kali, Aceh Selatan 6 kali, Bireuen 5 kali, Nagan Raya 7 kali dan Aceh Tamiang hanya 4 kali.

Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto juga mengungkapkan pola konflik gajah yang terjadi sejak 2016 hingga 21 Desember 2020. Polanya saat musim hujan (rainy season) konflik gajah meningkat di Tanah Rencong.

“Jadi pola konflik gajah yang kita pantau itu sejak 2016 lalu hingga sekarang, selalu saja terjadi saat musim hujan,” kata Agus Arianto, Konferensi Pers Penanganan Tindak Pidana Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi di Provinsi Aceh 2020, yang diselenggarakan Forum Jurnalis Lingkungan (FJL ) Aceh yang didukung oleh Tropical Forest Conservstion Action (TFCA) Sumatera dan Lembaga Suar Galang Keadilan di Aula BKSDA Aceh, Senin (21/12/2020).

Sementara itu, sebutnya, saat musim panas konflik gajah menurun. Seperti terpantau sekitar bulan April hingga Oktober setiap tahunnya, konflik satwa Gajah relatif menurun.

Baru kemudian, lanjutnya, setiap tahunnya saat memasuki November hingga Maret, konflik gajah kembali meningkat. “Inilah yang menjadi pembahasan dari kita, mengapa itu terjadi,” tukasnya.

Agus mengaku, selama ini sudah berbagai upaya melakukan penanggulangan konflik gajah. Baik memasang kawat kejut agar satwa berbadan besar itu tidak masuk ke pemukiman dan perkebunanw warga, hingga memasang GPS Collar untuk memantau pergerakan gajah tersebut.

“Tetapi tidak cukup BKSDA saja, penanganan konflik satwa itu butuh keterlibatan banyak pihak,” tukasnya.[acl]

Shares: