PROSES suksesi pergantian Direktur Utama PT Bank Aceh Syariah (PT BAS) , usai Haizir Sulaiman purna tugas tak berjalan mulus. Pasalnya, Dua nama calon dirut perbankan daerah itu, tak lulus uji kepatutan dan kelayakan, atau fit and propers oleh OJK di Jakarta.
Dua nama yang di usulkan oleh Pj Gubernur Aceh selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) atas rekomendasi Dewan Komisaris, yakni Fadhil Ilyas, dan M Razi, dinyatakan tidak patut dan tidak layak untuk memimpin bank daerah dengan aset Rp30 triliun tersebut.
Lantas, siapa yang salah dan pantas disalahkan dalam kegagalan proses suksesi di PT Bank Aceh Syariah itu?. Jika merujuk aturan, Dewan Komisarislah yang pantas disalahkan. Sebab, empat orang itulah yang melakukan proses asesment terhadap figur yang pantas secara administrasi, patut secara keilmuan, dan layak secara personaliti.
Patut diduga, Dewan Komisaris tidak melakukan proses asesment dengan benar, sehingga secara serampangan mengusulkan dua nama yang tidak memiliki rekam jejak yang baik, dan pantas untuk dipilih sebagai Direktur Utama PT Bank Aceh. Dampaknya fatal, proses uji kepatutan dan kelayakan yang dilakukan oleh OJK di Jakarta, keduanya dinyatakan tidak lulus.
Kepala OJK Aceh, Yusri, kepada popularitas.com, 18 Oktober 2022 lalu menerangkan, pihaknya telah menerima hasil uji kepatutan dan kelayakan yang dilakukan oleh OJK pusat, dan dua nama usulan Pemerintah Aceh dinyatakan gagal, dan hasilnya telah diserahkan kepada PJ Gubernur Aceh, dan PT Bank Aceh.
Merujuk pada website bankaceh.co.id, jajaran Komisaris PT Bank Aceh Syariah adalah, Taqwallah selaku komisaris utama, Mirza Tabrani, Muslim A jalil, Abdussamad yang masing-masing sebagai komisaris. Kepada nama-nama inilah semestinya tanggungjawab besar dibebankan atas kegagalan proses suksesi direktur utama bank daerah itu.
Sebagai pihak yang berwenang, memberikan masukan terhadap PJ Gubernur Aceh tentang figur yang layak di usulkan sebagai Direktur Utama PT Bank Aceh Syariah, dewan komisaris tidak melakukan pekerjaannya dengan benar, prosedural, dan menganut prinsip kehati-hatian.
Akibatnya, secara serampangan dewan komisaris mengusulkan dua nama yang keduanya terbukti gagal dan dinyatakan tidak lulus fit and propers test oleh OJK.
Lacurnya, lantas Dewan Komisaris PT BAS pada 27 Oktober 2022 gelar konferensi pers, seraya mengatakan proses rekrutmen calon Direktur Utama akan dilakukan dengan melibatkan LPPI dan dilakukan secara terbuka. Nah, lucu bukan, kenapa hal tersebut tidak dilakukan sejak awal. Ini jelas sebagai bentuk cuci tangan Mirza Tabrani dan kawan-kawan di jajaran Dewan Komisaris.
Dewan Komisaris PT Bank Aceh sendiri, semestinya harus segera dilakukan pembenahan dulu, dan para pemegang saham harus melakukan RUPS untuk mengganti terlebih dahulu jajaran dewan komisaris, sebab independensi dan keterwakilannya sudah diragukan.
Contohnya Komisaris Utama Taqwallah, yang bersangkutan sudah tidak layak menjabat, sebab sudah dapat dikatakan bukan lagi representasi Pemerintah Aceh sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP).
Pj Gubernur Aceh selaku PSP, punya momentum terbaik untuk memanggil para bupati dan walikota di Aceh, untuk menggelar RUPS guna merombak jajaran dewan komisaris terlebih dahulu.
Pilihlan dewan komisaris yang miliki rekam jejak yang baik, yang miliki semangat, dan menjaga indepedensinya dalam proses asesment internal, dan eksternal untuk memilih dua nama sebagai calon direktur utama PT BAS yang nantinya akan diusulkan kepada OJK untuk fit and propers.
Kegagalan proses rekrutmen Calon Direktur Utama PT Bank Aceh Syariah, adalah mutlak gagalnya jajaran Dewan Komisaris, dan sudah sepantasnya mereka bertanggungjawab, dan tidak kemudian cuci tangan atas persolan ini. Sebaiknya mundurlah. (***EDITORIAL)