POPULARITAS.COM – Semenjak pandemi Covid-19 mewabah di Aceh, pemerintah Aceh langsung bersikap menghentikan proses belajar tatap muka. Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan peserta didik, Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah memberlakukan belaja jarak jauh melalui berbagai platform media secara daring.
Pembelajaran secara daring mulai diterapkan sejak 27 Maret 2020. Saat itu terdapat 4 kasus Covid-19, seorang di antaranya meninggal dunia. Melalui Instruksi Gubernur Aceh nomor 04/INSTR/2020, belajar dari rumah untuk siswa sekolah diberlakukan hingga 30 Mei. Belakangan, penerapannya diperpanjang hingga 20 Juni 2020, dengan menerbitkan instruksi baru bernomor 08/INSTR/2020.
Sebelum masa berlaku instruksi itu berakhir, aturan belajar dari rumah dilanjutkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri mengenai pembelajaran pada masa pandemi yang dikeluarkan pada 15 Juni. SKB itu diteken Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri.
Sesudah hampir dua bulan berjalan, pemerintah kemudian mengumumkan revisi isi SKB 4 Menteri, pada 7 Agustus 2020. Hasil penyesuaian itu menetapkan sekolah yang berada di zona kuning juga sudah boleh menggelar pembelajaran tatap muka mengikuti sekolah di zona hijau.
Pembelajaran jarak jauh yang berlaku secara nasional ini untuk melindungi siswa terpapar virus corona. Selain itu untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 lebih luas di Serambi Makah maupun sejumlah provinsi lainnya seluruh Indonesia.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh, Rachmat Fitri tak menampik tidak semaksimal dengan pembelajaran secara tatap muka. Ada banyak kendala yang dihadapi. Terlebih bila ada daerah yang jaringan internet lambat maupun tingkat kemampuan pendampingan orang tua di rumah.
Menyikapi hal itu, pemerintah Aceh yang dipimpin langsung Kepala Disdik Aceh berkunjung ke seluruh Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kerjuruan (SMA/SMK) seluruh Aceh. Ini untuk memastikan proses pembelajaran tetap berjalan dan mencari solusi lain agar peserta didik tetap mendapatkan materi dari guru.
Untuk memastikan pembelajaran jarak jauh, baik melalui daring maupun luring. Rachmat Fitri mengaku butuh keterlibatan para pihak, tidak bisa dilakukan hanya oleh Dinas Pendidikan saja.
“Kita tidak bisa hanya melakukan dengan satu pola. Butuh keterlibatan banyak pihak untuk memastikan pembelajaran daring tetap berjalan dengan baik,” kata Rachmat Fitri.
Solusi cepat yang diambil Disdik Aceh, sebut Rachmat, mendorong pemerintah tingkat desa untuk membentuk semacam balai desa. Tempat titik ngumpul siswa untuk belajar daring maupun luring.
Nantinya pihak sekolah, guru bersama Muspika bisa berkunjung ke setiap desa untuk memantau pembelajaran secara jarak jauh. Pemantauan langsung ini untuk memastikan dan bertemu dengan siswa maupun orang tua untuk memastikan materi yang disampaikan dikerjakan oleh siswa.
“Nantinya akan ada grop-grop belajar di desa dan guru bersama Muspika turun langsung untuk memantau dan memberikan edukasi tentang protokol kesehatan,” jelasnya.
Ia mendorong, setiap desa agar menyediakan tempat khusus anak-anak dapat berkumpul. Sehingga memudahkan guru bersama tim memantau siswa belajar jarak jauh.
“Butuh peran masyarakat, peran lingkungan, peran keluarga untuk mendukung itu (belajar dari rumah),” tutupnya.[]