News

Kunjungi Aceh, Komisi VIII DPR RI Ingatkan Penerima PKH Harus Tepat Sasaran

BANDA ACEH (popularitas.com) – Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan program Kementerian Sosial yang cukup efektif dalam menekan angka kemiskinan. Namun, program tersebut bakal mandek jika tidak didukung dengan integritas pendamping yang bagus dan data akurat.

“Penerima PKH ini harus tepat sasaran, karena itu mereka (pendamping) harus mendata sesuai dengan apa yang dilihat, dan jangan sampai mereka menyalahguanakan kekurangan masyarakat yang tidak memahami aspek pendataan termasuk menggunakan ATM penerima manfaat untuk kerpentingan pribadi,” kata Ketua Komisi VIII DPRRI, HM Ali Taher, saat berkunjung ke Dinas Sosial Aceh, Selasa, 2 Juli 2019.

Kunjungan tersebut dalam rangka pengawasan PKH yang menjadi program andalan Kementrian Sosial RI. Turut serta dalam rombongan Kasubdit Kepesertaan Direktorat Jendral Jaminan Sosial Keluarga, Rinto Indratmoko, dan Humas Kementrian Sosial RI.

Ali Taher menjelaskan, kunjungan komisi VIII tersebut dikategorikan sebagai kunjungan dengan spesifik dalam rangka melihat perjalanan PKH. Program ini juga merupakan salah satu bentuk program yang menjadi ikon Kementrian Sosial.

“Oleh karena itu kita ingin melihat dari aspek pengawasan setelah DPR mengganggarkan setiap tahun anggaraan PKH, dan dana untuk PKH dari tahun ke tahun terus meningkat, baik itu jumlah, program maupun anggarannya,” katanya.

“Tahun ini saja lebih dari Rp35 triliun anggaran dikucurkan untuk PKH, dan itu memerlukan kepastian bahwa program ini sampai di masyarakat sesuai by name by adreas. Nah, dengan demikian, maka salah satu studi kasusnya yang kita kunjungi adalah di Aceh,” ujarnya lagi.

Menurut Ali Taher, di Aceh meski gambaran masyarakat sangat religius dan kaya, tetapi juga masih cukup banyak yang memerlukan PKH. Inipula yang menyebabkan intervensi program perlu pengawasan agar dapat memberikan dampak bagi pelayanan publik yang sesungguhnya.

“Karena tanggungjawab negara itu tidak hanya tugas pemerintah, tapi juga DPR dan masyarakat secara luas,” katanya.

Dia menuturkan, PKH juga memicu masyarakat untuk mandiri pada waktunya. Hal ini sesuai dengan apa yang menjadi harapan publik, yaitu tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. “Sepanjang dia masih memerlukan, maka negara tidak boleh diam, negara harus hadir untuk memikirkan rakyatnya,” kata Ali Taher.

Untuk Aceh, kata dia, ada unsur yang menarik. Berdasarkan data nasional perlu diterjemahkan dalam data lokasi, data daerah hingga termasuk ke kecamatan, sehingga data-data itu memiliki nilai guna dan umpan balik yang bagus bagi penerapan dan implementasi program PKH.

“Tahun ini Linjamsos Insya Allah dari Rp58 trilun kemudian menuju ke Rp62 triliun, dan itu salah satu programnya adalah PKH ini,” katanya.

Sementara itu Kepala Dinas Sosial Aceh Alhudri mengatakan, PKH bertujuan untuk memberdayakan masyarakat yang kurang mampu, dan tentu pada waktunya mereka akan mampu. Seperti KPM, PKH di Aceh sudah banyak yang sudah digraduasi atau dikeluarkan karena sudah mampu dan akan dimasukkan kepala keluarga lain yang dirasa membutuhkan.

“Maka dengan bertambahnya anggaran di kementrian, kita berharap untuk Aceh bertambah juga anggaran PKH, karena masih banyak keluarga kita yang membutuhkan,” kata Alhudri.

Menurut Alhudri, yang paling penting adalah bagaiaman pendataan ini harus konkrit. Jika sudah mampu, maka harus dikeluarkan dari data penerima PKH.

“Kita sangat berharap data PKH di Kementrian Sosial RI melalui Pusdatinnya disinkronkan dengan kabupaten/kota. Kalau ada yang sudah keluar, tolong dikeluarkan segara dari data penerima. Jangan terus menerima padahal dia sudah mampu,” jelas Alhudri.

Alhudri menambahkan, di Aceh penerima manfaat PKH dari tahun ke tahun terus bertambah seiring dengan bertambahnya anggaran. Pada tahun 2018 lalu, kata Alhudri, penerima manfaat tercatat sebanyak 299.173 keluarga dengan dana Rp544.173.404.505. Sementara di tahun 2019 penerima manfaat PKH turun menjadi 287.674 keluarga dengan anggaran sebesar Rp1.232.005.183.623.

Penurunan angka penerima bantuan sosial PKH di tahun 2019 karena mereka dianggap sudah mandiri, dan tidak ada lagi komponen yang menjadi syarat penerima PKH.

“Dana di tahun 2019 meningkat dari tahun 2018 karena semakin besar dana yang diterima oleh masing-masing penerima manfaat PKH dibanding tahun 2018,” tutupnya.

Hadir dalam pertemuan tersebut Penasehat Khusus Gubernur Aceh Bidang Sosial, Fauzan Azima dan Maulana, dan para pejabat serta eselon Dinas Sosial Aceh.

Sementara dari Komisi VIII, selain Ali Taher hadir juga H Iskan Qolba Lubis, Prof. H. Hamka Haq, Itet Tridjajati Sumarijanto, I Gusti Agung Putri Astrid, Adi Putra Darmawan Tahir, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Bambang Budi Susanto, Lilis Santika, Lukman Hakim Hasibuan, H.H. Dja`far Shodiq, dan Pdt. Tetty Pinangkaan.*(RIL)

Shares: