HeadlineIn-Depth

Mereka Mengantri Mati?

Dari dalam bot, empat orang nelayan diamankan serta ditemukan sekitar 50 bungkus narkoba jenis sabu dan satu pucuk senjata jenis beretta berikut 7 amunisi.
Empat nelayan yang ditangkap tim Lanal Lhokseumawe, Selasa 19 Maret 2019. (Foto Lanal/IST)

SEHARI pascavonis hukuman mati terhadap empat terdakwa kasus sabu-sabu oleh hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh, kembali muncul penangkapan baru dalam kasus serupa. Kronologi penangkapan mereka tidak jauh – jauh beda, dalam bot dan di laut lepas.

Selasa siang, 19 Maret 2019, Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal I) melaporkan, Tim F1QR Lanal Lhokseumawe telah menangkap dua bot nelayan yang membawa sabu – sabu dan senjata api. Penangkapan dilakukan sekira pukul 09.00 WIB di wilayah perairan Ujung Blang, Kota Lhokseumawe, setelah tim memantau sejak lama.

Dari dalam bot, empat orang nelayan diamankan serta ditemukan sekitar 50 bungkus narkoba jenis sabu dan satu pucuk senjata jenis beretta berikut 7 amunisi.

“Kedua bot itu kemudian ditarik ke Pelabuhan Asean, Kreung Geukuh dan empat orang ABK diamankan ke Mako Lanal Lhokseumawe untuk pemeriksaan lebih lanjut,” dekimian laporan pihak Lamtamal 1.

***

Menelaah dakwaan jaksa penuntut umum terhadap lima terdakwa yang sudah divonis hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh, Senin 18 Maret 2019, ada kemiripan kronologi antara penangkapan di perairan Aceh Timur dengan yang baru tertangkap di perairan Aceh Utara oleh Lanal Lhokseumawe ini.

Selain jumlah barang bukti 50 bungkus (50 kg) sabu, mereka juga menggunakan bot nelayan sebagai alat transportasi menyelundup sabu dari Malaysia ke Aceh. Dalam dakwaan disebutkan, kelima kurir sabu itu berhasil meloloskan 12 kilogram sabu dari Malaysia ke Aceh pada Mei 2018. Namun, mereka tertangkap ketika menjemput sabu-sabu seberat 50 kilogram dengan kapal nelayan.

Hal serupa terjadi pada penangkapan sabu sabu seberat 78,1 kg oleh tim Badan Narkotikan Nasional (BNN) pada 15 Februari 2015 dengan pelaku (kini terpidana) Abdullah, Hamdani Razali alias HAM, Hasan Basri bin Mabeni, dan Samsul Bahri alias Kombet di Perairan Langsa.

Dalam dakwaan jaksa dijelaskan, Abdullah yang sebelumnya sudah memesan 40 kg sabu kembali berkomunikasi dengan Jenggot (Bandar sabu di Malaysia) lewat handphone, agar mengirimkan sabu lagi kepada Hamdani. Permintaan Hamdani ini dipenuhi Jenggot dengan menyiapkan 13,5 kg sabu. Harga perkilogramnya Rp 314 juta.

Selanjutnya, Hamdani menghubungi sesorang bernama Usman alias Raoh (DPO) dan memberitahukan kalau dirinya sudah memesan sabu lagi dari Malaysia. Hamdani menyuruh Usman untuk menjemput sabu dari Rizal (DPO) dengan bot nelayan di tengah laut. Rizal merupakan orang yang membantu Jenggot membawakan sabu dari Malaysia lewat laut ke Indonesia.

***

Senin 18 Maret 2019, empat dari lima terdakwa sindikat sabu jaringan internasional yang ditangkap Badan Narkotika Nasional (BNN), Juni 2018 lalu di Aceh Timur, dijatuhi hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh. Sementara satu terdakwa lainnya dihukum penjara seumur hidup.

Vonis majelis dipimpin hakim Bahtiar dengan dua hakim anggota, Nani Sukmawati dan Cahyono, serupa dengan tuntutan jaksa dari Kejaksaan Tinggi Aceh pada sidang sebelumnya. Empat terdakwa dituntut untuk divonis mati, satu dipenjara seumur hidup.

Keputusan yang sama antara tuntutan jaksa dan vonis majelis ditanggapi penasehat hukum kelima terdakwa, Ramli Husen, SH. Kepada wartawan usai sidang, Ramli menyatakan pihaknya akan mengajukan upaya hukum banding.

Alasannya, dalam menjatuhkan vonis majelis terkesan hanya merujuk tuntutan jaksa yang tuntutan itu tidak melihat sisi berbeda dari tugas dan peran kliennya dalam menyelundupkan sabu yang dalam dakwaan beratnya 50 kilogram.

Kelima orang itu, sebut Ramli, diupah untuk mau menjadi kurir sabu-sabu disebabkan himpitan ekonomi hingga akhirnya menerima pekerjaan ‘haram’ itu.

“Seharusnya, majelis hakim bisa memutuskan sesuai kondisi mereka. Apalagi, kelimanya sudah mengakui perbuatannya. Harusnya seumur hidup lah. Semua (terdakwa) akan banding, segera akan kita ajukan,”kata Ramli.

Merujuk regulasi hukum Indonesia, upaya banding yang akan dilakukan para terdakwa ini sangatlah mungkin. Tidak hanya dengan mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh, tetepai juga upaya hukum kasasi ke Mahkah Agung dan bisa saja hingga ke ranah peninjauan kembali (PK).

Catatan popularitas.com, ada beberapa terdakwa kasus sabu- sabu yang hukumannya di pengadilan tingkat dasar (pengadilan negeri) yang bergeser jauh, ketika melakukan upaya hukum banding dan kasasi.

Salah satu contoh terbaru yakni sindikat penyelundup sabu intenasional  seberat 78,1 kilogram asal Langsa, Abdullah bin Zakaria (36 tahun). Pada Senin 21 Desember 2015, Pengadilan Negeri Banda Aceh memvonis Abdullan dengan hukuman mati.

Hukuman serupa juga dijatuhi kepada tiga rekannya yakni Hamdani Razali alias HAM alias Dani bin Razali (36 tahun), Hasan Basri bin Mabeni (35 tahun), dan Samsul Bahri alias Kombet bin Alm Sulaeman (35 tahun),

Hukuman diperkuat oleh hakim Pengadilan Tinggi Banda Aceh (tingkat banding) tertanggal Kamis, 11 Februari 2016. Para terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana narkotika karena kedapatan memiliki tiga karung sabu-sabu seberat 78,1 kg yang dipasok dari Malaysia.

Namun demikian, majelis hakim Mahkamah Agung (MA) berpendapat lain atas keputusan Pengadilan Negeri Banda Aceh dan Pengadilan Tinggi Banda Aceh, setelah keempat terdakwa mengajukan kasasi. Hanya Hamdani Razali alias HAM alias Dani bin Razali (36 tahun), Hasan Basri bin Mabeni (35 tahun) yang tetap dalam dihukum mati.

Sedangkan terdakwa Abdullah bin Zakaria hukumannya dikurangi menjadi kurungan badan selama 20 tahun penjara, meski dalam putusan majelis hakim menyatakan Abdullah terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemufakatan jahat dalam tindak pidana narkotika. *(JAP)

Shares: