POPULARITAS.COM – Dalam upaya meningkatkan investasi dan pemanfaatan potensi di bidang perikanan di Aceh, berbagai strategi jangka pendek perlu segera diterapkan.
Aceh yang dikenal sebagai provinsi dengan garis pantai terpanjang se- Sumatera dan merupakan provinsi dengan garis pantai terpanjang ketiga se- Indonesia, memiliki potensi laut yang melimpah dengan estimasi mencapai 1,7 juta ton per tahun.
Sayangnya, potensi ini baru dimanfaatkan sekitar 400 ribu ton saja. Ini menunjukkan bahwa masih ada ruang besar untuk pengembangan dan peningkatan investasi di sektor perikanan Aceh.
Meskipun Aceh telah memiliki infrastruktur dasar seperti Pelabuhan Samudera di Lampulo dan Pabrik Pengolahan Tepung Ikan, keduanya menghadapi tantangan serius.
Pabrik pengolahan tepung ikan yang pernah ada kini tidak lagi beroperasi, sedangkan dari 37 tempat penyimpanan dingin (cold storage) yang ada di seluruh Aceh, hanya 40% yang beroperasi aktif, sementara sisanya tak diberdayakan secara maksimal.
Hal ini menunjukkan bahwa masih dibutuhkan strategi yang lebih efektif untuk memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada dan meningkatkan daya serap investasi di sektor perikanan Aceh.
Kepala Kakanwil Bea Cukai Aceh, Safuadi mengatakan, hal ini sangat penting untuk menghindari kasus-kasus tahunan, dimana produksi ikan melimpah pada musim puncak penangkapan ikan tak dapat memberi manfaat finansial bagi nelayan.
“Malah sebaliknya, hasil tangkapan ikan harus dibuang atau ditanam oleh para nelayan untuk menghindari bau busuk dari ikan yang tidak terjual,” ujarnya kepada popularitas.com.
Dalam meningkatkan investasi dan pemanfaatan potensi di bidang perikanan di Aceh, sejumlah langkah strategis dan solusi dapat dipertimbangkan.
Kerja-kerja “end to end (hulu-hilir) menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan. Pertama-tama, perlu upaya intensif dalam memperbaiki dan memodernisasi infrastruktur perikanan yang sudah ada.
Hal ini mencakup revitalisasi pabrik pengolahan tepung ikan yang tidak lagi beroperasi, serta peningkatan kapasitas dan efisiensi dari cold storage di seluruh Aceh yang masih belum diberdayakan secara maksimal.
“Langkah ini tidak hanya akan meningkatkan produksi dan nilai tambah dari hasil perikanan, tetapi juga akan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan bagi masyarakat setempat,” ungkapnya.
Tidak kalah pentingnya adalah penguatan kapasitas dan keterampilan SDM yang terlibat dalam industri perikanan.
Program pelatihan dan pengembangan keterampilan bagi nelayan, petani ikan, dan pelaku usaha perikanan lainnya perlu ditingkatkan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kualitas hasil tangkapan.
Dengan demikian, Aceh dapat mengoptimalkan potensi lautnya dengan lebih baik, meningkatkan daya saing produk perikanan Aceh di pasar domestik maupun internasional, serta memberikan dampak positif yang lebih besar bagi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Aceh secara keseluruhan.
Selain itu, jelas Kepala Perwakilan Kemenkeu Aceh ini, mempertimbangkan kerjasama dengan pihak ketiga sesuai skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha Swasta (KSDPK) juga dapat membantu memperluas akses pembiayaan dan teknologi yang dapat mendukung pengembangan industri maritim di Aceh secara komprehensif.
Pemerintah daerah, sambung Safuadi, dapat mempertimbangkan pelibatan pihak ketiga melalui skema Kerjasama Operasi (KSO) atas aset-aset milik pemerintah daerah yang mendukung industri perikanan.
“Dengan demikian, akan tercipta kolaborasi yang lebih efektif antara sektor publik dan swasta dalam pengelolaan dan pengembangan infrastruktur perikanan, termasuk fasilitas-fasilitas seperti pelabuhan, pabrik pengolahan, dan cold storage,” sambungnya.
Hal penting yang juga harus menjadi perhatian adalah fasilitasi akses permodalan termasuk mendorong KUR dari Bank Aceh dan Bank BSI untuk lebih banyak diarahkan ke sektor perikanan ini.
Selain itu, kerjasama dengan lembaga keuangan dan investor potensial perlu ditingkatkan untuk mendukung pengembangan industri perikanan di Aceh.
“Selanjutnya, perlu dilakukan langkah-langkah untuk meningkatkan promosi potensi perikanan Aceh di pasar nasional dan internasional. Salah satu cara efektif adalah dengan memanfaatkan duta-duta Aceh di pusat-pusat pemasaran produk perikanan,” sebutnya lagi.
Mereka dapat menjadi duta yang mengenalkan berbagai produk perikanan unggulan Aceh, membangun jejaring bisnis, serta mempromosikan kualitas dan keberlanjutan dari produk-produk tersebut.
Tak hanya itu, pemerintah daerah juga dapat menunjuk seorang Liasion Officer (LO) yang khusus didedikasikan untuk menangani segala permasalahan terkait investasi di sektor perikanan di Aceh.
LO ini akan bertindak sebagai mediator antara investor, pemerintah daerah, dan pihak terkait lainnya, sehingga memperlancar jalannya investasi, menyelesaikan masalahmasalah yang mungkin timbul, serta meningkatkan kepercayaan investor terhadap lingkungan investasi di Aceh.
Salah satu upaya pilot project yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah memfasilitasi penggunaan alat tangkap modern yang dilengkapi dengan fasilitas “frozen on
board” di Aceh.
Dengan memanfaatkan fasilitas alat berpendingin di kapal ini, nelayan dapat meningkatkan efisiensi dalam proses penangkapan dan pengolahan hasil tangkapan langsung di atas kapal, sehingga memastikan kualitas dan keamanan produk perikanan sekaligus mengurangi risiko kerusakan atau penurunan mutu.
“Hal ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah produk perikanan Aceh, membuka peluang ekspor yang lebih luas, serta mendukung peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan di daerah tersebut,” ucapnya.
Safuadi juga menambahkan, di samping strategi jangka pendek, untuk mengembangkan industri maritim di Aceh dalam jangka panjang, ada beberapa rekomendasi lainnya yang dapat dipertimbangkan.
Pertama, penting bagi pemerintah daerah untuk memberikan insentif yang menarik bagi investor swasta, seperti pembebasan pajak, kemudahan perizinan, atau subsidi untuk proyek-proyek strategis dalam industri maritim.
“Hal ini akan membantu meningkatkan minat investor swasta untuk berpartisipasi dalam pengembangan infrastruktur maritim utama, seperti pelabuhan, dermaga, terminal kontainer, dan fasilitas penanganan kargo,” katanya.
Dengan mengambil langkah-langkah ini secara bersama-sama, diharapkan Aceh dapat memperkuat posisinya sebagai salah satu pusat perikanan terkemuka di Indonesia, sekaligus meningkatkan kontribusi sektor perikanan terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Selain itu juga memberikan dampak positif yang lebih besar bagi kesejahteraan masyarakat Aceh secara keseluruhan,” pungkas Safuadi.