EkonomiNews

Pisang Sale, Cemilan Khas Aceh Banyak Dicari Wisatawan Lokal dan Bule

Satu per satu kulit pisang wak dikelupas, lalu diletakkan dalam ember warna hitam. Selepas itu pisang itu dibawa ke tungku masak dalam ruangan khusus. Ada 16 tungku masak pisang sale di ruang itu. Setiap tungku yang terbuat dari betun, tinggi sekitar 1,5 meter itu saling berdempetan. Luas satu tunggu sekitar 2 x 1,5 meter.

BANDA ACEH – Satu per satu kulit pisang wak dikelupas, lalu diletakkan dalam ember warna hitam. Selepas itu pisang itu dibawa ke tungku masak dalam ruangan khusus. Ada 16 tungku masak pisang sale di ruang itu. Setiap tungku yang terbuat dari betun, tinggi sekitar 1,5 meter itu saling berdempetan. Luas satu tunggu sekitar 2 x 1,5 meter.

Alas tempat memasak pisang sale terbuat dari bambu yang dipotong-potong kecil. Melalui rongga-rongga bambu itulah kemudian hawa panas masuk untuk mengeringkan pisang sale yang memakan waktu 2 x 24 jam. Api tak boleh padam.

Ratusan tandan pisang digantung berjejer rapi di halaman. Pisang-pisang itu didatangkan dari berbagai penjuru Aceh, sebagai bahan baku pembuatan pisang sale merek Red Golden.

Tiga pekerja mengupas dan menyeleksi setiap pisang yang hendak dimasak. Pisang yang sudah terlalu matang tidak digunakan lagi, karena kualitas pisang sale akan turun.

Sembari bersenda gurau, mereka harus bergelut dengan waktu, agar pisang tidak terlalu masak, menyeleksi satu persatu. Sedangkan beberapa warga setempat sudah menunggu untuk mengambil kulit dan tandang pisang yang sudah dikelupas.

“Kulit ini bisa untuk pakan ternak, baik itu kambing maupun sapi, jadi tidak terbuang,” kata pemilik usaha pisang sale Red Golden, Husni (37) beberapa waktu lalu di Gampong Deah Rawa, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh.

Selama proses pengasapan, pekerja tak boleh lalai sedetik pun. Bila tak selalu dikontrol akan berakibat fatal. Bisa saja api terlalu besar hingga membuat pisang hangus, bisa juga api padam yang membuat pisang sale tak matang yang berakibat turunnya kualitas.

Husni menerapkan kualitas. Apa lagi proses pembuatannya sangat diperhatikan kebersihannya.

Kebersihan menjadi hal utama yang diperhatikan dalam pembuatan pisang sale. Untuk masuk ke ruang dapur saja, tidak dibenarkan menggunakan pakaian kotor, apa lagi menggunakan alas kaki.

Ruangan dapur berlantai keramik, semua alas kaki harus ditanggalkan di luar sebelum masuk. Dapur juga selalu dibersihkan, termasuk tempat pengasapan pisang sale yang terbuat dari bambu selalu dicuci usai pisang sale masak.

“Karena kita utamakan higienis, kita sudah dapat izin dan juga memiliki sertifikat halal dari MUI,” jelas Husni.

Husni berkisah, mulanya dia sebagai agen penjual pisang sale di Banda Aceh. Namun tiba-tiba pisang di Aceh terkena hama yang membuat harga pisang sale melambung tinggi.

Dari sebelumnya hanya Rp 15 ribu per kilogram naik drastis menjadi Rp 40 ribu per kilogram, dan harga jual Rp 50 ribu sekitar 4 tahun lalu. Ternyata, meskipun mahal, sebut Husni tetap saja ada yang membeli dan ini ia beranggapan potensi pasar yang besar.

“Karena itulah kemudian saya ke Lhoknibong, Aceh Utara untuk belajar dan saya bawa satu orang yang ahli ke Banda Aceh,” jelasnya.

Pisang sale yang diproduksi Husni memiliki dua macam, kualitas super yang disebut dengan Red Golden dan kualitas biasa.

Harga pun berbeda. Untuk pisang sale Red Golden dibandrol Rp 70 ribu per kilogram, dan yang biasa Rp 50 ribu per kilogram. Selama ini, Husni mengaku bisa menghabiskan 80 tandan pisang dengan jumlah 320 kilogram pisang sale sekali masak.

“Kalau hari-hari besar itu bisa mencapai 300 tandang, cukup laris dan potensi dan ini barang di pasar tidak cukup,” tukasnya.

Selama ini Husni mengaku hanya memasarkan hanya di Banda Aceh dan sekitarnya. Biasanya konsumennya berasal dari wisatawan mancanegara dan wisatawan lokal atau domestik yang berkunjung ke Aceh.

Menurutnya, ini merupakan potensi bisnis besar yang patut dikembangkan. Karena selama ini dia mengaku kewalahan memenuhi permintaan pasar untuk produk pisang sale. [merdeka]

Afifuddin Acal

Shares: