POPULARITAS.COM – Hingga Mei 2024, tercatat 441 kasus HIV/AIDS telah ditemukan di Kota Banda Aceh. Kondisi itu sangat mengkhawatirkan banyak pihak. Sebab penyebarannya telah berada pada fase membahayakan.
Melihat kondisi itu, DPRK Banda Aceh mendesak pemerintah kota untuk serius menangani penyebaran HIV/AIDS dan mencari solusi agar kasus tersebut tidak terus bertambah setiap tahun.
Hal tersebut disampaikan oleh anggota DPRK Banda Aceh, Musriadi dalam keterangannya, Selasa (11/6/2024). “Ini masalah serius, pemko harus benar-benar bekerja mencegah hal ini tidak terus bertambah,” ujarnya.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Banda Aceh, penderita HIV/AIDS di Banda Aceh sejak 2008 hingga Mei 2024 sudah mencapai 441 kasus, di mana untuk HIV sebanyak 336 kasus dan AIDS sebanyak 105 kasus.
Terkait kasus HIV/AIDS ini, dia mendesak Dinas Kesehatan Banda Aceh dapat meningkatkan skrining atau deteksi dini sebagai salah satu solusi mencegah penularan virus mematikan tersebut.
“Perlu segera dilakukan deteksi dini sebagai upaya pencegahan, sehingga kasus HIV/AIDS ini tidak bertambah setiap tahun,” ujarnya dikutip dari laman Antara.
Menurut dia, langkah skrining dan pendeteksian perlu dilakukan mengingat peningkatan kasus penyakit menular seksual tersebut lebih banyak ditularkan dari kelompok LSL (laki-laki seks laki-laki).
Maka dari itu, keseriusan Pemkot Banda Aceh menangani permasalahan ini sangat diharapkan. Termasuk pemerintahan kecamatan agar dapat melakukan skrining terhadap kelompok berisiko atau rentan tertular HIV maupun sifilis.
Ia menyarankan penanganan HIV/AIDS tersebut jangan dibuat seperti menjadi penyakit tabu, tetapi harus terbuka seperti penanganan pandemi COVID-19.
“Setiap individu bisa dites kalau memang dicurigai HIV. Jadi bisa segera diobati dan harus langsung dibatasi aktivitas seksualnya supaya tidak menyebar kepada yang lainnya,” ujarnya.
Penyebab tingginya penularan HIV, tambah dia, salah satunya karena kurangnya pengetahuan tentang cara penularan virus dan perilaku seksual berisiko.
“Kurangnya akses terhadap informasi dan layanan kesehatan seksual serta stigma dan diskriminasi terkait ODHA juga menjadi salah satu penyebabnya. Karena itu, ini harus ditangani secara serius,” demikian Musriadi.