HeadlineKesehatan

Bahaya Dampak Asap Rokok dan Perokok Pasif bagi Tumbuh Kembang Anak

Bahaya Dampak Asap Rokok dan Perokok Pasif bagi Tumbuh Kembang Anak

POPULARITAS.COM – Tak hanya berbahaya bagi orang dewasa, namun rokok juga berbahaya bagi anak-anak. Di mana, paparan asapnya secara aktif maupun pasif sangat berdampak buruk bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak.

Selain itu, rokok juga menjadi penyebab utama penyakit yang tidak menular, termasuk penyakit jantung, stoke, hingga kanker. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah bahaya rokok pasif dan tersier yang sering kali terabaikan.

Rokok pasif terjadi saat orang yang tidak merokok menghirup asap rokok dari si perokok. Sementara, rokok tersier merujuk pada paparan partikel-partikel residu rokok yang menempel pada permukaan seperti pakaian, perabot, hingga mainan, yang selanjutnya dapat dihirup oleh anak.

Menurut Pakar Tumbuh Kembang Anak, Profesor Dr. dr. Meita Dhamayanti Sp.A, seperti dilansir di laman Kementerian Kesehatan, sejumlah bahaya dapat dialami anak-anak sebagai korban perokok pasif dan tersier dari sebuah keluarga atau pun dunia luar, hingga ke tumbuh kembangnya.

Gangguan pernafasan misalnya. Anak-anak yang terpapar asap rokok lebih mudah terkena infeksi saluran pernapasan (ISPA), seperti bronkitis dan pneumonia. Ini karena asap rokok dapat merusak sistem kekebalan tubuh anak dan mengganggu fungsi paru-paru mereka.

Begitu juga dengan asma, di mana paparan asap rokok dapat memperburuk gejala asma pada anak yang sudah memilikinya, dan bahkan dapat memicu asma pada anak yang sebelumnya tidak memilikinya.

“Kemudian fungsi paru-paru, paparan asap rokok jangka panjang dapat menyebabkan penurunan fungsi paru-paru pada anak, yang dapat berakibat pada masalah pernapasan di kemudian hari,” ujarnya.

Sementara, terhadap tumbuh kembang anak, gangguan yang terjadi karena asap rokok, seperti stunting. Di mana, paparan asap rokok dapat menghambat pertumbuhan fisik anak, sehingga meningkatkan risiko stunting. “Hal ini karena nikotin dan bahan kimia berbahaya lainnya dalam asap rokok dapat mengganggu penyerapan nutrisi pada anak,” kata dokter spesialis anak tersebut.

Selanjutnya, gangguan kognitif, di mana paparan asap rokok dapat memengaruhi perkembangan otak si anak, sehingga dapat menyebabkan masalah dalam belajar dan memori, serta penurunan tingkat kecerdasan. Begitu pun dengan gangguan perilaku, yang mana asap rokok dapat meningkatkan risiko anak mengalami masalah perilaku, seperti hiperaktif, agresif, dan depresi.

Kematian mendadak bayi (SIDS) , sambung Profesor Meita, juga menjadi salah satu dampak dari asap rokok terhadap anak-anak. Paparan asap rokok saat kehamilan dan setelah melahirkan dapat meningkatkan risiko SIDS ini. Hal tersebut dikarenakan nikotin dan bahan kimia berbahaya lainnya yang ada di dalam asap rokok dapat mengganggu pernapasan bayi itu sendiri, tambahnya.

Penting untuk diingat bahwa tidak ada tingkat paparan asap rokok yang aman bagi anak-anak. Orang tua dan orang dewasa lainnya harus menjauhkan anak-anak dari asap rokok sebisa mungkin. “Berhenti merokok adalah cara terbaik untuk melindungi anak-anak dari bahaya asap rokok. Mari ciptakan lingkungan yang sehat dan bebas asap rokok untuk anak-anak!,” ajaknya.

Sementara, dr Ngabila Salama, seorang praktisi kesehatan dalam keterangannya menyebutkan bahwa terdapat sejumlah aspek perkembangan anak yang bisa terganggu akibat paparan asap rokok. “Pertama adalah motorik kasar, lalu motorik halus, kemampuan kognitif atau berpikir, IQ, bahasa, konsentrasi, ADHD atau autis, attention deficit hyperactivity disorder,” ujarnya.

Ngabila juga mengatakan, asap atau residu rokok juga mengakibatkan gangguan pendengaran, gangguan pemusatan konsentrasi, gangguan beradaptasi terhadap lingkungan, perawakan yang lebih pendek, serta badan yang lebih kurus.

Pada anak yang hipersensitif atau memiliki bakat asma, kata Ngabila, maka reaksi terhadap rokok dapat timbul dalam hitungan jam atau bahkan hari.

“Ada anak kita jadi langsung gampang batuk pilek, ISPA, padahal udah divaksin influenza, misalnya udah di vaksin macem-macem. PCV, pneumonia, tapi tetap kena batuk pileknya sering, imunitasnya yang lebih rendah juga, nah itu efek daripada radikal bebas,” bebernya.

Adapun secara makro, yaitu pada perkembangan kognitif atau otak, yang mana enam bulan dapat terlihat efeknya. Ia juga mengatakan bahwa rokok dapat mengakibatkan stunting pada anak.

Menurutnya, untuk mencapai Indonesia Emas 2045, pencegahan tersebut perlu dilakukan jauh sebelum anak lahir, yaitu pada 1.000 hari kehidupan, mulai dari kandungan.

Karena itu, ia mengingatkan bagi para orang tua atau anggota keluarga yang belum dapat menghentikan rokok, untuk tidak membawa rokok, baik konvensional, herbal, ataupun elektrik, ke dalam rumah. “Kalau nyampe rumah, langsung mandi bersih, sabunan, keramasan, karena sisa di baju kita itu juga terhirup, dan itu anak-anak jadi third-hand smoker,” ucapnya.

Dirinya juga mengingatkan orang tua untuk menciptakan rumah yang bebas dari asap rokok, bahkan kalau bisa asbak tidak ada, agar anak-anak tidak meniru kebiasaan tersebut.

Kawasan Tanpa Rokok di Aceh Perlu Diawasi

Sementara, setiap daerah di Aceh sendiri kini telah menetapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Kebijakan itu tertera dalam Qanun Aceh tentang Kawasan Tanpa Rokok, yang disertai imbauan di berbagai fasilitas.

Menurut Kepala Bidang (Kabid) Pemenuhan Hak Anak (PHA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh, Amrina Habibi, efektivitas terhadap pemberlakuan kawasan tanpa rokok terkesan hanya pada fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit dan lainnya.

“Tetapi pada sektor lain, bahkan sekolah, masih perlu pengawasan, termasuk kontribusi suri tauladan orang dewasa untuk menurunkan angka perokok dan perokok anak yang semakin meningkat, dalam konteks ini anak adalah pembelajar utama” ucapnya.

Efektif tidaknya aturan kawasan tanpa rokok tersebut, kata Amrina, juga berkaitan dengan laju penyakit ISPA serta paru di Aceh yang perlu dicek kepada dinas terkait, dalam hal ini adalah dinas kesehatan. “Apakah semakin berkurang atau tidak (penderita penyakit yang dimaksud) untuk menguji regulasi tersebut,” sambungnya.

Kemen PPPA Dorong Upaya Perlindungan Anak dari Bahaya Rokok

Di sisi lain, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mendorong upaya perlindungan anak dari bahaya asap rokok.

Tak hanya berefek negatif bagi kesehatan, penggunaan rokok oleh anak juga berdampak pada pembangunan sosial ekonomi sehingga menghambat tujuan pembangunan menuju Indonesia Emas 2045.

Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar Nasional Tahun 2018, prevalensi perokok anak berusia 10-18 tahun mengalami peningkatan dari angka 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018.

Angka tersebut diketahui dua kali lebih tinggi dibandingkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019, yaitu 5,4 persen.

“Dampak rokok tidak dapat kita remehkan karena secara jangka panjang dapat menyebabkan stunting karena asap rokok berpengaruh terhadap perkembangan janin,” ujar Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan KemenPPPA, Amurwani Dwi Lestariningsih, seperti dilansir di laman Kementerian PPPA.

“Selain itu, berisiko meningkatkan penyakit tidak menular, seperti jantung koroner dan kanker paru-paru,” sambung Amurwani.

Faktor psikologi jadi kendala seseorang berhenti merokok

Ia juga mengatakan, saat ini iklan, sponsor, dan promosi rokok sangat mudah diakses oleh masyarakat, termasuk anak melalui berbagai platform. Hal ini pun menjadi salah satu faktor meningkatnya penggunaan rokok oleh anak.

“Oleh karena itu, kita harus mampu meningkatkan pemahaman terkait isu bahaya rokok bagi anak bagi orang tua, keluarga, masyarakat, pendidik, maupun tenaga kependidikan,” katanya.

“Selain itu, meningkatkan peran serta anak dan keluarga sebagai pelopor dan pelapor dalam isu bahaya merokok, serta meningkatkan kolaborasi antar pihak dalam menguatkan isu bahaya rokok bagi pertumbuhan tumbuh kembang anak-anak,” tuturnya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Eva Susanti menyebutkan, tiga dari empat remaja mengetahui iklan rokok di media online. “Lama-lama ketertarikan ini akan memengaruhi daya sadar anak untuk menggunakan rokok,” ucap Eva.

Pemerintah Indonesia telah mengatur mengenai iklan, promosi, dan sponsor (IPS) terkait rokok di Indonesia melalui berbagai peraturan, tidak hanya UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, tetapi juga Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2021 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).

“Peraturan ada di tingkat pusat dan daerah. Kami sudah meminta pemerintah daerah untuk memasukan larangan iklan rokok dalam peraturan daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok. Mudah-mudahan akan semakin banyak daerah yang mengatur mengenai IPS rokok karena daerah juga yang akan melaksanakan,” ungkapnya.

Menurut dia, perlu regulasi yang memberikan legitimasi yang lebih kuat bagi kementerian/lembaga untuk melarang, mengawasi, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran iklan zat adiktif, terutama produk tembakau di media internet dan diharapkan ke depannya dapat dilakukan pelarangan total IPS rokok di internet atau teknologi informasi.

“Dengan demikian, paparan iklan zat adiktif berupa produk tembakau pada anak dapat dibatasi dan hak anak atas perlindungan terhadap bahaya zat adiktif terpenuhi,” kata Eva.

Selain perlu dilakukannya penguatan regulasi oleh pemerintah, Research and Communicative Officer Lentera Anak, Umniyati Kowi menekankan bahwa penting peran keluarga dan masyarakat dalam penanganan penggunaan rokok oleh anak-anak.

“Ketika anak melihat keluarga dan masyarakat di sekitarnya merokok, maka di mata mereka merokok bukanlah perilaku yang berbahaya,” jelasnya.

“Peran masyarakat adalah bersuara agar pemerintah memperkuat regulasi dan membuat jaring pengaman dalam kehidupan sehari-hari, seperti budaya menegur anak yang merokok, tidak menjual rokok kepada anak, dan lain sebagainya,” pungkas Umniyati.

Ilustrasi merokok atau asap rokok. FOTO : Ist

Shares: