News

BKSDA akan pasang GPS pada gajah liar di Aceh

BKSDA akan pasang GPS pada gajah liar di Aceh
Ilustrasi, wisatawan bermain bersama gajah jinak di CRU Peusangan, Bener Meriah, Minggu (25/9/2022). Foto: Hendri

POPULARITAS.COM – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh terus menelusuri sebaran kawanan kelompok gajah liar di wilayah hutan Aceh untuk dipasang kalung GPS atau GPS collar agar bisa memantau pergerakannya dalam upaya meminimalkan konflik satwa dengan penduduk.

“Sekarang di Aceh ada sekitar tujuh kelompok gajah liar, setiap kelompok ada satu ekor yang dipasang GPS collar untuk memantau pergerakannya,” kata Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto dikutip dari laman Antara, Kamis (9/2/2023).

Ia menjelaskan, daerah-daerah di Aceh yang kerap terjadi konflik gajah dengan manusia, di antaranya Kabupaten Pidie, Aceh Timur, Bener Meriah, Aceh Tengah, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Aceh Selatan. Namun, kelompok kawanan gajah paling besar berada di wilayah Pidie.

Kendati demikian, menurut Agus, kelompok kawanan gajah di daerah Tanah Rencong itu terus bertambah, menyusul terdegradasi wilayah pergerakan satwa dilindungi yang memiliki belalai itu akibat perambahan hutan oleh manusia.

Oleh sebab itu, BKSDA terus menelusuri pecahan kelompok baru dari kelompok-kelompok gajah yang sudah ada tersebut, agar salah satu gajah dari kelompok baru tersebut bisa dipasang GPS collar.

“Kami sedang telusuri dan nanti kami pasang secara keseluruhan GPS collar sehingga kami tahu peta pergerakan gajah secara lengkap,” katanya.

Selanjutnya, kata Agus, dari data GPS collar nantinya juga akan dianalisis setiap wilayah pergerakan gajah, termasuk ketika gajah memasuki perkampungan. Harapannya, cara seperti ini bisa meminimalkan konflik satwa liar dengan masyarakat.

“Dari tujuh kelompok yang sudah ada ini, kami buat peta pergerakannya, nanti kami analisis apa sebetulnya yang ada dalam kawasan hutan yang berkonflik itu,” katanya.

Kemudian, daerah luar kawasan hutan juga akan dikaji. “Ada apa, dulunya daerah itu apa, karena gajah cenderung lokasi pergerakannya tetap, itu yang kami gali bersama para pihak sehingga penanganan lebih efektif dan terarah,” ujarnya.

Selain itu, BKSDA juga sedang menyinkronkan program bersama para pihak seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun), Dinas Peternakan, serta instansi terkait lainnya dalam upaya penanganan konflik satwa liar dengan masyarakat.

“Misalnya dengan Dinas Pertanian, tentu kegiatannya jangan menanam tanaman yang disukai gajah di wilayah perlintasan gajah, karena akan habis dimakan gajah. Ini yang sedang kita sinkronisasi, untuk mengembalikan kenyamanan fungsi kawasan dari habitat, sehingga bisa meminimalkan konflik yang terjadi,” ujarnya.

Shares: