FeatureHeadline

Capli, Sambal Hijau ikon Aceh target kuasai pasar nasional

Berawal dari pertemuan dengan petani cabai saat tengah melakukan riset harga pangan pada 2017 silam, Murthala bersama istrinya putuskan membangun pabrik olahan berbahan baku cabai hijau.
Murtala, Owner Capli Sambal Ijoe. Foto: Muhammad Fadhil/popularitas.com

POPULARITAS.COM – Berawal dari pertemuan dengan petani cabai saat tengah melakukan riset harga pangan pada 2017 silam, Murtala bersama istrinya putuskan membangun pabrik olahan berbahan baku cabai hijau.

Saat ini, bersama Yuliana sang istrinya, dirinya menjalankan usaha pembuatan sambal cabe hijau dalam kemasan, dengan merek dagang Capli di kawasan Meuraxa, Kota Banda Aceh. Pabrik itu telah dirintisnya sejak 2018 lalu. Kini, usaha milik Muthala itu telah menembus sejumlah pasar-pasar di kota besar, seperti Jakarta, Bali, Lampung, dan sejumlah kota lainnya.

“Usaha ini kami mulai pada 2018 silam,” kata Murtala awali perbincangan dengan popularitas.com, Kamis (27/10/2022).

Murtala mengisahkan usaha yang dirintisnya ini, bermula dirinya bertemu petani, kepadanya mereka menceritakan perihal sulitnya pemasaran cabe hijau. Karenanya jika harga murah, kerap cabai hijau yang di hasilkan oleh petani sering membusuk.

Berangkat dari pertemuan itulah kemudian dia memutuskan untuk membuat terobosan, yakni memproduksi cabai hijau dalam kemasan. Setelah beberapa kali melakukan percobaan dan riset, dengan manfaatkan bahan baku utama cabai dari petani di Gayo Lues, Ia memulai memproduksi cabai hijau dalam kemasan.

“Bahan baku Capli langsung di pasok petani dari dataran tinggi di Gayo Lues,” ujarnya.

Murthala mengklaim, produk Capli yang Ia buat berasal dari 99,8 persen bahan alami. Bahan utama cabai hijau Ia dapatkan dari petani di dataran tinggi Gayo di Aceh Tengah. “Produk Capli ini  tanpa pengawet, dan di buat dari cabai hijau segar dan pilihan,” tukasnya.

Keputusan dirinya tidak menggunakan pengawet untuk merek Capli, karena hasil pantauan dirinya, banyak sekali peredaran saos dan sambal dalam kemasan yang menggunakan bahan pengawet. Menurutnya hal tersebut tidak baik dari sisi kesehatan, terutama bagi masyarakat.

Saat ini, katanya lagi, Capli merupakan satu-satunya produk sambal hijau dari Aceh, dan dirinya menjamin walaupun tanpa pengawet, produk yang dihasilkannya dapat bertahan hingga satu tahun.

Capli gunakan bahan alami untuk pengawet

Guna menghasilkan produk yang tahan lama, dan tanpa bahan pengawet kimia buatan, Murthala menggunakan bahan alami untuk produk Capli. Berbeda dengan kebanyakan sambal serupa yang beredar di pasaran, Capli diracik menggunakan asam sunti. Kegunaan asam sunti dalam proses pencampuran Capli selain berfungsi sebagai pengental dan pengasam, juga menjadi bahan pengawet alami.

Pengunaan asam sunti sendiri, berdasarkan hasil riset yang dilakukan Murthala. Dikatakannya, daerah Aceh banyak dihasilkan asam sunti, dan selama ini digunakan oleh masyarakat untuk bumbu masakan, serta campuran untuk pengawet makanan. “Asam sunti tidak ada di daerah lain, ini yang membuat Capli khas,” tuturnya.

Target kuasai pasar nasional

Saat ini, Capli telah menembus sejumlah pasar nasional, dan Murhtla sendiri menargetkan pada 2024 produk yang dihasilkannya dapat  menguasai pasar nasional, serta 2025 Capli dapat di ekspor ke sejumlah negara di asia.

Untuk pasar lokal, Murtala menyebutkan lebih dari 100 swalayan di Aceh telah bermitra dengan Capli untuk mendistribusikan produknya. Kedepan dirinya akan terus melakukan inovasi dan riset guna menghasilkan produk sejenis.

Murtala juga optimis, dalam beberapa waktu kedepan, Capli sudah akan tersedia di gerai Indomaret dan Alfamart di seluruh wilayah Aceh. “Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini Capli sudah bisa di beli di Indomaret,” katanya.

Untuk penetrasi pasar nasional, Capli telah di pasarkan melalui sejumlah distributor, dan juga reseler di sejumlah kota di Indonesia.

Capli melakukan produksi 15-18 kali dalam sebulan, di mana setiap produksi menghasilkan 350-400 pcs. Setiap pcs dibanderol dengan harga Rp13 ribu di tingkat pasaran.

Produk Capli Sambal Ijoe. Foto: Muhammad Fadhil/popularitas.com

 

Capli kini memiliki delapan orang karyawan tetap. Tiga di antaranya adalah ibu rumah tangga (IRT) yang bekerja di rumah masing-masing.

“Yang pasti bagaimana caranya capli ini hadir bukan hanya menyelesaikan perekonomian kita, tetapi bisa juga membantu dan bermanfaat untuk orang banyak yang ada di sekitar kita,” ujar Murtala.

Selain di tempat produksi di Kawasan Meuraxa, Banda Aceh, Capli juga dapat dibeli di marketplace maupun supermarket, swalayan di sejumlah daerah. Selain itu, proses pemesanan juga bisa dilakukan di Instagram Capli @sambalijoaceh.

Di usianya yang akan memasuki enam tahun ini, Murtala komitmen menjadikan Capli sebagai produk berkualitas dan mampu bersaing di pasaran.

Namun, Murtala mengeluhkan mahalnya biaya transportasi, terutama untuk kemasan. Jika sebelumnya dipesan sebanyak 14 ribu psc, maka ongkos kirim hanya Rp1,5 juta. 

Namun, belakangan ini, tambah Murtala, pemesanan sekitar 5 ribu pcs memakan biaya sejumlah Rp1,7 juta. “Itu kendala kita yang luar biasa. Yang menjadi kendala paling urgent bagi kita. Karena memengaruhi dari cost kita. Kalau bahan baku insyaAllah kita tidak ada kendala,” kata Murtala.

Shares: