News

Elpiji oplosan 12 kg diduga beredar di Aceh

Elpiji oplosan 12 kg diduga beredar di Aceh
Ilustrasi, gas elpiji non subsidi 12 kg. Foto: Puspa Perwitasari

POPULARITAS.COM – Sejumlah warga Kota Banda Aceh baru-baru ini mengeluhkan tentang elpiji kemasan tabung 12 kg yang saat digunakan menjadi lebih cepat habis dari biasanya. Padahal intensitas penggunaannya sehari-hari tetap sama.

Seorang ibu rumah tangga bernama Sakdiah, salah seorang yang mengalami kejanggalan tersebut. Hal ini diungkapkan Ketua Hiswana Migas Aceh, Nahrawi Noerdin dalam keterangannya, Senin (14/11/2022).

Menurut Nahrawi Noerdin, seorang ibu rumah tangga yang berdomisili di Kawasan Beurawe, Kota Banda Aceh itu, beberapa waktu lalu melakukan penukaran tabung kosong dengan yang berisi di salah satu pangkalan gas.

Dengan aktivitas memasak seperti biasanya, wanita ini mengaku bisa menggunakan satu tabung elpiji 12 kg untuk kebutuhan selama 4 hingga 5 mingguan. Namun pada pembelian kali ini, baru tiga minggu digunakan elpijinya sudah habis.

“Keluhan serupa juga sering kita dengarkan, ini menjadi catatan kita dan akan kita awasi,” sebut Nahrawi Noerdin.

Pria yang akrab disapa Toke Awi itu menyebutkan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan Pertamina dan sejumlah pengelola SPPBE di Aceh.

Hal tersebut, kata dia, untuk memastikan bahwa semua proses pengisian elpiji di SPPBE berjalan normal dan sesuai dengan SOP yang ditetapkan. Dari sisi kuantitas, ada mekanisme yang ketat dan tersistem untuk memastikan isi tabung sesuai takaran.

“Pengisiannya di SPPBE saya kira tidak ada masalah karena jika kurang akan direject secara otomatis, sebab pengisiannya dilakukan dengan sistem,” kata Toke Awi.

Namun, katanya, belakangan ini Hiswana Migas Aceh mendapatkan laporan dari sejumlah agen elpiji non subsidi dari hampir seluruh wilayah di Aceh, baik di pantai timur, tengah, maupun barat selatan, bahwa saat ini ada tabung elpiji kemasan 12 kg yang beredar di pasar dengan harga sangat murah.

Bahkan, sebut Toke Awi, lebih murah dari harga penebusan resmi ke Pertamina sekalipun. Sehingga banyak kios dan toko pengecer yang kemudian memilih mengambil barang murah ini.

“Kita mencurigai LPG tersebut buka dari penyalur resmi,” ungkapnya.

Toke Awi menyebutkan, Hiswana Migas Aceh juga melakukan pemantauan langsung ke pasar dan ditemukan bahwa ada pasokan elpiji kemasan 12 kg dari luar Aceh yang masuk ke Tanah Rencong dan dijual dengan sangat murah, jauh di bawah harga pasar.

Tabung-tabung dari luar Aceh ini, kata Toke Awi, dibawa ke daerah ujung barat Sumatra itu dengan menggunakan jasa dari beberapa perusahaan ekspedisi.

Ia menjelaskan, sebenarnya tidak menjadi persoalan jika barang non subsidi dari luar dijual di Aceh sejauh regulasinya memang membolehkan. Tapi yang jadi pertanyaan, bagaimana mungkin elpiji itu bisa dijual dengan harga sangat murah.

“Padahal harga resmi penebusan elpiji dari Pertamina oleh agen itu sama, baik di wilayah Aceh maupun luar Aceh. Jika agen dari Medan misalnya kirim barangnya ke Banda Aceh untuk dijual, hitungannya kan pasti akan lebih mahal, karena ada biaya ekstra untuk pengiriman.”

“Dari sinilah muncul kejanggalan dan ketidaknormalan,” papar Nahrawi.

Nahrawi menduga ada tindakan melawan hukum dengan mengoplos isi tabung elpiji 3 kg yang bersubsidi dan memindahkannya ke tabung 12 kg yang kemudian diedarkan ke pasar.

“Disparitas harga antara elpiji 3 kg dan 12 kg yang begitu jauh bisa menjadi motif utamanya,” rincinya.

Oleh karena itu, kata Toke Awi, Hiswana Migas Aceh berharap aparat penegak hukum segera bertindak. Dia yakin bahwa aparat hukum juga sudah mengendus hal tersebut.

“Kalau Hiswana Migas saja sudah mengendus baunya, apalagi aparat penegak hukum kita. Jadi kita tunggu saja bagaimana perkembangan selanjutnya,” pungkasnya.

Shares: