FeatureNews

IKM Rumoeh Gerabah butuh alat pengering

Kendala terbesar yang dihadapi IKM Rumoeh Gerabah adalah ketiadaan alat pengering. Akibatnya jika dimusim penghujan, produk yang dihasilkan kurang memuaskan, dan hal tersebut juga menjadi hambatan untuk proses meningkatkan kapasitas produksi.
IKM Rumoeh Gerabah butuh alat pengering
Dora Asra, pemilik usaha IKM Rumoeh Gerabah. FOTO : popularitas.com/Nurzahri

POPULARITAS.COM – Kendala terbesar yang dihadapi IKM Rumoeh Gerabah adalah ketiadaan alat pengering. Akibatnya jika dimusim penghujan, produk yang dihasilkan kurang memuaskan, dan hal tersebut juga menjadi hambatan untuk proses meningkatkan kapasitas produksi.

IKM Rumoeh Gerabah, dijalankan dikelola oleh Dora Asra, perempuan lulusan salah satu perguruan tinggi di Banda Aceh itu, mendirikan usaha tersebut di Gampong Ulee Tutue, Pidie, provinsi Aceh.

Saat popularitas.com mendatangi tempat usaha miliknya, Jumat (22/7/2022), Dora terlihat tengah sibuk menata gerabah hias yang telah Ia produksi. Ratusan gerabah dengan berbagai ukuran, kecil, sedang dan besar memenuhi ruangan berukuran 25 meter persegi. Sebuah rak kayu berukuran besar tampak dipenuh gerabah.

Gerabah yang terpajang di ruangan itu bermacam bentuk, ada berupa alat untuk masak, vas bunga, guci pajangan, celengan, dan juga ragam jenis lainnya. Saban hari ramai warga yang datang ke tempat usaha dora untuk membeli gerabah yang dia produksi, selain itu juga, dirinya menjual produknya lewat media sosial instagram, dan Facebook.

“Saya baru mulai usaha ini pada Desember 2020,” katanya menjelaskan.

Dia kemudian menceritakan, awal pandemi melanda dunia, dirinya masih berjualan bibit tanaman, dan juga bunga. Namun kemudian ide membuat tembikar muncul, dan selanjutnya dia memulai usaha yang saat ini tengah Ia geluti tersebut.

Membangun IKM pembuatan gerabah didasarkan pada peluang pasar yang Ia tangkap saat booming tanaman hias saat pandemi. Nah kesempatan itulah yang kemudian dijadikannya dasar untuk membuat bisnis tersebut. “Penjualan lebih banyak saya lakukan lewat online,” ujarnya.

Untuk melihat ragam produk IK Rumoeh Gerabah, dapat berkunjung ke akun IG rumoehgerabah. Selain itu, warga juga dapat memesan langsung produk yang diinginkan pada nomor yang tersedia di instagram rumoehgerabah tersebut.

Sembari terus menjelaskan tentang IKM Rumoeh Gerabah, tangan Dora tek henti bekerja, dia mencampur tanah liat, pasir halus, dan memproses gerabah-gerabah tersebut dengan bantuan alat kerja. “Untuk membuat model butuh waktu beberapa pekan, dari proses pembentukan, pengeringan, hingga penjemuran total perlu waktu 15 hari,” terangnya.

Untuk proses pengeringan, selama ini Dora masih menggunakan secara manual, yakni dengan metode pembakaran menggunakan daun kering. Proses pengeringan sendiri membutuhkan waktu.

Usai tahapan pembakaran, proses selanjutnya adalah penjemuran produk, nah kendala yang dia hadapi adalah cuaca yang tak menentu. Jika sering hujan, maka hal itu sangat mengganggu produksi gerabah.

Ragam jenis gerabah yang di produksi IKM Rumoeh Gerabah

Untuk itu, katanya lagi, dirinya saat ini membutuhkan rungan khusus yang dapat difungsikan untuk pengeringan gerabah. Jadi, walau cuaca hujan, tidak menghambat proses produksi, tukasnya.

Di masa awal menjalankan usahanya, pendapatan IKM Rumoeh Gerabah masih minim, rata-rata perbulan Ia hanya mendapatkan omset Rp500 ribu. Namun kini berkat penjualan dilakukannya lewat media sosial, penjualan meningkat, dan bahkan dia mengaku sudah meraup pendapatan jutaan setiap bulannya.

Dukungan instansi terkait, seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh lewat pelatihan, dan juga mengikuktsertakan dalam pameran, serta Dinas Pariwisata Aceh yang turut mempromosikan produk milikmya, membuat dirinya semakin bersemangat untuk melahirkan inovasi produk.

Jika mendapatkan order dalam jumlah besar, Dora mengaku dirinya melibatkan para perajin lainnya di desa Alue Tutue, dan juga Dayah Tanoh. Selanjutnya, proses pemolesan akhir dilakukan sendiri di Rumoeh Gerabah.

Daya jangkau pemasaran IKM Romoeh Gerabah saat ini sudah dilakukan di seluruh kabupaten di Aceh, dan bahkan Ia juga menjual hasil produknya ke sejumlah provinsi lainnya. Untuk harga, Dora menjamin hasil produksinya lebih murah, dengan kisaran harga dari Rp5 ribu hingga Rp450 ribu, tergantung jenis dan ukuran serta model yang dipesan. “Kalau di Aceh hampir semua, kalau luar Provinsi ada juga orang Medan,” ungkapnya.

Dora berharap, dukungan pemerintah, baik kabupaten dan provinsi untuk meluaskan akses pemasaran, baik itu untuk pengunaan di sekolah, ataupun kantor-kantor pemerintah. (**)

Shares: