Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh

Liburan di Taman Safari Gurun Putih Lestari Jantho, ekowisata di Aceh Besar

POPULARITAS.COM – Di Aceh Besar, terdapat kebun binatang yang mirip Taman Safari di Bogor, namanya Gurun Putih Lestari (GPL). Lokasinya terletak di Gampong Cucum, Jantho. Ditempat ini, para pengunjung diberikan pengalaman berbeda menyaksikan ratusan jenis satwa yang terpelihara dengan baik. Berbagai spesies dari berbagai belahan dunia ada ditempat ini.

GPL sendiri, berawal dari hobi salah seorang warga Aceh Besar. Namanya Tgk Abdul Hafidz Al Fairussy Al Baghdadi. Masyarakat kerap memanggilnya Cut Fit. Nah, lelaki ini miliki kegemaran memelihara berbagai aneka satwa. Kegemaran ini lantas mendorongnya membangun areal kebun binatang dan diberinya nama Gurun Putih Lestari.

Nah, untuk mewujudkan cita-citanya itu, Cut Fit menyulap lahan seluas 60 hektar miliknya di Gampong Cucum menjadi kebun binatang dan Ia beri nama Gurun Putih Lestari. Di tempat miliknya itu, bisa ditemuai berbagai koleksi satwa, bahkan dari jenis satwa langka.

GPL Jantho, tidak hanya tempat melihat aneka satwa milik Cut Fit, tapi ditempat ini, para pengunjung bisa menyaksikan taman bunga, pemandangan pegunungan dan bahkan menikmat aneka kuliner khas Aceh Besar.

Munawir, manajer Taman Safari Gurun Putih Lestari mengklaim bahwa, tempat ini merupakan satu-satunya taman margasatwa terbesar dan bertaraf internasional yang ada di Aceh.

Secara resmi, sambungnya, GPL baru beroperasional resmi pada 2019 silam. Saat ini, tempat ini telah menjadi salah satu ikon wisata di Aceh Besar. Bahkan, pada akhir pekan, ramai warga yang berkunjung tempat ini untuk melihat berbagai koleksi yang ada. “Masuk kesini juga gak mahal, tiketnya hanya Rp30 ribu saja,” tambahnya.

Taman Safari GPL Jantho, bukan sekedar tempat berwisata untuk melihat berbagai aneka satwa. Namun, tempat ini hadirkan suasana indah nan menawan. Para pengunjung bisa melihat pemandangan jejeran bukit barisan. Kesejukan udaranya, membuat para pengunjung betah untuk berlama-lama ditempat ini.

Masih menurut, Munawar, kebun binatang tersebut mengoleksi satwa yang berasal dari dalam dan luar negeri, seperti; burung unta (Timur Tengah), burung rhea (Amerika Selatan), burung emu (Australia), dan kasuari (Papua).

Ada juga burung merak, rusa, kambing batu, domba merino, berang-berang, monyet dan satwa lainya. “Tujuan dari membangun kebun binatang ini untuk melestarikan dan menyelamatkan satwa langka dari kepunahan,” ujarnya.

Terbaru, tutur Munawar koleksi satwa yang didatangkan ke taman safari Gurun Putih Lestari cukup menyita waktu pihaknya dalam pengurusan. Sebab, saat itu pandemi Covid-19 sedang melanda dunia.

Koleksi teranyar ini adalah empat ekor Singa Afrika, masing-masing sepasang. Jauh diterbangkan dari Cekoslowakia pada Oktober 2021 lalu, salah satu pasangan ‘raja hutan’ itu kini punya seekor anak yang lahir di taman safari GPL.

Pengunjung tak perlu khawatir soal keamanan saat melihat lebih dekat hewan-hewan di kebun binatang ini. Sebab semua hewan itu ditempatkan di dalam kandang besi.

Munawar menuturkan, sang empunya kebun binatang ingin apa yang telah dicetusnya ini bisa bermanfaat ke masyarakat, terutama untuk menambah pengetahuan tentang satwa.

Selain menjadi tujuan rekreasi masyarakat, taman safari GPL juga terbuka sebagai tempat riset bagi para akademisi ataupun mahasiswa di Aceh. Tapi tentu ada aturan yang harus dipenuhi dulu sebelum melakukan kegiatan akademik di sana.

Semangat keterbukaan taman safari ini menjadi objek ekowisata, sejalan dengan program Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh yang gencar mendukung destinasi wisata yang tak hanya memberi pengalaman unik kepada pelancong, melainkan juga bisa memberi nilai tambah berupa edukasi.

“Destinasi begitu hebat di Aceh ini dengan kekuatan alamnya yang mungkin tidak dimiliki daerah lain,” kata Kepala Disbudpar Aceh Almuniza Kamal.

Menurutnya, pengembangan ekowisata justru akan membuka peluang lain agar wisatawan lokal dan mancanegara datang ke Aceh. Namun tentu kedatangan wisatawan ini harus mematuhi tata nilai di destinasi ekowisata tersebut berada.

“Bagaimana kita mengemas produk ekowisata ini sehingga berdaya nilai jual tinggi, tentu ini perlu kolaborasi bersama,” pungkasnya.

Shares: