EditorialNews

Menyoal SE Gubernur Aceh perihal pengendalian BBM bersubsidi

April 2022, Pemerintah Aceh sudah pernah mengusulkan tambahan kuota BBM bersubsidi kepada BPH Migas, namun untuk tahun 2023 hal tersebut belum dapat dipenuhi. 
Menyoal SE Gubernur Aceh perihal pengendalian BBM bersubsidi
Asisten II Setda Aceh T. Ahmad Dadek, melaunching program stikering BBM Premiun dan Solar bersubsidi untuk masayarakat, di SPBU Lamnyong, Banda Aceh, Rabu (19/8/2020). Hanya mobil yang telah ditempeli stiker ini nantinya dapat membeli premiun dan solar bersubsidi di SPBU. (ist)

POPULARITAS.COM – Pasca keputusan pemerintah menaikan harga BBM bersubsidi jenis solar dan pertalite pada September 2022 lalu, melahirkan berbagai persoalan baru. Pertamina sendiri, mengeluarkan aturan perihal penggunaan aplikasi MyPertamina bagi kenderaan yang menggunakan bahan bakar bersubsidi. Dampaknya, saat ini, fenomena antrian panjang kenderaan di SPBU sudah menjadi tradisi.

Di Banda Aceh, untuk mendapatkan bbm subsidi jenis pertalite saja, dibutuhkan perjuangan yang tidak mudah. Setidaknya butuh waktu lebih dari satu jam mengantri untuk mendapatkan pertalite. Keluhan itu, disampaikan Mukhlis, salah seorang warga kepada media ini, Selasa (3/1/2023) di Banda Aceh. 

“Sekarang antrian sangat panjang, kita datang pagi Pertalite belum ada, datang sore, antrian sudah mengular,” keluhnya.

Dampak dari antrian itu juga sebabkan kemacetan parah disejumlah jalan protokol di Banda Aceh, sebut saja di SPBU Simpang Dodik, SPBU jalan Sudirman, dan sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum lainnya. Tak hanya pemilik kenderaan pribadi yang ikut antri, ratusan truk berbadan besar juga ikut dalam barisan antrian untuk mendapatkan solar bersubsidi.

Pada 27 Desember 2022 lalu, Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki, menerbitkan surat edaran tentang pengendalian pendistribusian jenis bahan bakar minyak tertentu solar subsidi (bio solar) di wilayah Aceh.

Aturan yang konon dibuat berdasarkan dari Perpres 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM itu, menuai kontroversi dari berbagai kalangan. Banyak pihak yang menilai, terbitnya SE itu bukan kewenangan Pj Gubernur Aceh, seharusnya yang dipikirkan adalah langkah, dan solusi meminta tambahan kuota BBM kepada pemerintah pusat.

SE Gubernur Aceh yang ditandatangani oleh Pj Achmad Marzuki itu, mengatur tentang kenderaan pribadi roda 4 paling banyak bisa diberikan sebanyak 25 liter/kendaraan/hari. Kedua, kendaraan pribadi roda 6 paling banyak bisa diberikan 40 liter/unit kendaraan/hari. 

Ketiga, kendaraan umum/barang roda 4 paling banyak diberikan 80 liter/kendaraan/hari, keempat kendaraan umum angkutan barang roda 6 paling banyak 60 liter/kendaraan/hari, kelima kendaraan umum angkutan barang lebih dari roda 6 paling banyak diberikan 200 liter/kendaraan/hari dan keenam kendaraan umum angkutan orang lebih dari roda 6 paling banyak diberikan 200 liter/kendaraan/hari.

Merujuk Perpres 191 tahun 2014, pada pasal 21 secara jelas disebutkan bahwa, badan pengatur, dalam hal ini BPH Migas, dan PT Pertamina, dapat bekerjasama dengan instansi pemerintah daerah dalam hal pengawasan jenis BBM tertentu, dan BBM khusus penugasa. Jadi, tidak ada yang salah secara prosedural lahirnya SE yang ditandatangani oleh Pj Achmad Marzuki itu. Yang kemudian menjadi persoalan adalah, apakah terbitnya aturan itu adalah solusi.

Aceh mendapatkan kuota BBM bersubsidi sebesar 365.297 kiloliter di tahun 2022, jumlah itu alami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2021 sebesar 375.548 kilo liter. Hitungan Dinas ESDM sendiri, kebutuhan bbm bersubsidi di daerah ini seharusnya 412.000 kilo liter.

April 2022, Pemerintah Aceh sudah pernah mengusulkan tambahan kuota BBM bersubsidi kepada BPH Migas, namun untuk tahun 2023 hal tersebut belum dapat dipenuhi. 

Tentu kita berharap, SE yang diterbitkan oleh Gubernur Aceh itu, dapat mengatur penggunaan BBM bersubsidi agar tepat sasaran. Sembari kita juga mendorong agar Pj Achmad Marzuki untuk dapat proaktif meminta kepada BPH Migas, agar kuota BBM subsidi untuk Aceh dapat ditambah pada jumlah ideal yakni, 412.000 kilo liter di tahun 2023. (***EDITORIAL)

Shares: