KesehatanNews

Pelayanan Penderita TBC Tidak Boleh Berhenti di Tengah Pandemi

Pelayanan Penderita TBC Tidak Boleh Berhenti di Tengah Pandemi
Ilustrasi. Foto sehatQ

JAKARTA (popularitas.com) – Ketua Dewan Pembina Stop TB Partnership Indonesia Ir. Arifin Panigoro menjelaskan, bahwa tantangan penyakit TBC yang telah didapati Indonesia sejak lama dan sekarang ditambah dengan adanya pandemi COVID-19, membuat semua pihak harus bekerja sama dengan keras untuk mengatasi potensi penularannya. Terlebih penyakit TBC juga tidak boleh digampangkan karena jumlah penderitanya tidak sedikit.

“Sebelum ada COVID-19, penyakit TBC ini sudah serius di Indonesia. Masalah TBC ini besar tetapi atensi dari siapapun, dari pemerintah dan masyarakat dianggap ini penyakit lama yang sudah selesai,” ungkap Arifin melalui dialog ruang digital (7/7/2020) dikutip dari covid19.go.id.

Menurut Arifin, permasalahan utama setelah adanya COVID-19 adalah pemerintah kini berpusat kepada pengendalian COVID-19. Padahal, tanpa adanya COVID-19, temuan kasus TBC sudah terbatas. Ditambah dengan adanya pandemi COVID-19, pengendalian TBC menjadi terbengkalai di semua tahapannya.

“Logis, karena kita semua ini fokus perhatian kita terambil oleh COVID-19, meskipun semua merasa TBC itu serius tapi priority saat ini adalah COVID-19,” tambah Arifin.

Arifin juga menegaskan bahwa partisipasi masyrakat sangat diperlukan dalam menekan potensi penularan COVID-19 maupun TBC itu sendiri serta semua pihak haru sbekerja lebih keras dalam penanganan COVID-19 yang masih berlangsung saat ini namun ada pekerjaan yang belum selesai terkait penanganan TBC.

“Untuk penyakit yang cakupannya luas seperti saat ini, pastisipasi masyarakat sangat diperlukan. Kita harus bersama-sama. Partisipasi semua pihak sangat penting. Kita harus siap untuk bekerja ekstra keras untuk menangani penanganan pandemi COVID-19 tanpa melupakan potensi bahaya TBC yang juga masih terjadi di Indonesia,” tegas Arifin.

Sejalan dengan Arifin, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes juga kembali menegaskan bahwa pelayanan TBC tidak bisa berhenti dan protokol kesehatan harus tetap dipatuhi.

Sehingga pelayanan TBC tetap berjalan dengan baik sekaligus pencegahan COVID-19 juga dapat dilakukan. Pelayanan bagi pasien TBC juga dapat dilakukan secara daring melalui sistem Go-Drug sehingga tidak perlu keluar rumah untuk mendapatkan obat TBC.

“Semua pelayanan bagi pasien TBC tidak bisa berhenti, kalau pun harus ke layanan kesehatan maka protokol kesehatan tetap dijalankan dan dipatuhi. Bagi pasien TBC juga jangan putus obat. Para pasien TBC dapat mengakses obat dengan melalui Go-Drug atau mitra lainnya yang menyediakan obat TBC,” jelasnya.

Katanya, mengingat Indonesia menjadi negara ketiga terbesar dengan kasus TBC di dunia setelah India dan China.

Tuberculosis (TBC) atau yang sering dikenal dengan TB merupakan penyakit paru-paru yang disebabkan oleh kuman mycobacterius tuberculosis. TBC menjadi sangat dikenal di Indonesia dengan kasus penyebaran yang sangat tinggi.

“Kita (Indonesia) ranking tiga di dunia. Ada India, China, kemudian Indonesia,” ungkap Wiendra dalam dialog di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, Selasa (7/7/2020) dilansir covid19.go.id.

Menurut data Kemenkes, estimasi kasus TBC di Indonesia mencapai 845.000 jiwa dan yang telah ditemukan sekitar 69 persen atau sekitar 540.000 jiwa. Angka kematian penyakit TBC juga cukup tinggi, yaitu ada 13 orang per jam yang meninggal karena TBC.[acl]

Shares: