News

Pemkab Didesak Bebaskan Simeulue dari Hutan Lindung

Ilustrasi hutan | Pixabay

BANDA ACEH (popularitas.com) – Pemerintah Kabupaten Simeulue dan DPRK Simeulue diminta untuk segera mendesak Menteri Kehutanan RI agar menghapus status hutan lindung di daerah kepulauan tersebut. Pasalnya sebagian besar hutan di Simeulue jauh sebelum keluarnya Surat Keputusan nomor: 170/Kpts-II/2000 telah digarap oleh masyarakat setempat menjadi areal perkebunan warga.

“Masalah hutan lindung ini adalah masalah serius yang harus segera disuarakan, karena tidak semua masyarakat Simeulue berprofesi sebagai nelayan melainkan juga ada petani dan pekebun,” kata Ketua IPPELMAS Banda Aceh, Isra Fu’addi

Dia mengatakan hutan Simeulue adalah hutan yang sudah dikuasai masyarakat sejak dahulu kala sebagai sumber pencarian secara turun temurun. Areal hutan di Simeulue sebagian besar bahkan telah berubah menjadi perkebunan cengkeh, durian, dan lainnya.

Sementara pemerintah baru menetapkan luas hutan lindung di Simeulue mencapai 59.056 Hektar dalam SK nomor: 170/Kpts-II/2000. Selain itu, Menhut dalam SK tersebut juga menetapkan luas HPT 3.625 Hektar, HP 29.348 Hektar dan luas APL mencapai 95.637 hektar dengan total keseluruhan arela mencapai 187.666 Hektar.

Kemudian Menhut juga mengeluarkan SK bernomor: SK.103/MenLHK-II/2015 tanggal 2 April 2015 lalu yang menyebutkan Kawasan Hutan Lindung Simelue menjadi 57.634 hektar, dari sebelumnya 59.056 hektar.
Disebutkan, berkurangnya luas areal Hutan Lindung diikuti dengan bertambah luas kawasan APL, HP, dan Tahura akibat tidak tersediannya areal HPT.

Dia menyebutkan banyak masyarakat tidak mengetahui bahwa tanah mereka termasuk kawasan hutan lindung. Warga baru mengetahui areal perkebunan mereka masuk dalam hutan lindung setelah membuat sertifikat tanah gratis di Kantor Dinas Pertanahan.

“Namun terkait dengan hal itu tidak bisa didata oleh petugas Pertanahan dikarenakan termasuk hutan lindung. Warga setempat kecewa dan terkejut melihat tanah mereka tidak bisa didata sebagai tanah milik warga,” kata Isra.

Dia mencontohkan seperti kawasan pemukiman milik warga Desa Salur Latun, Kecamatan Teupah Barat. Pemukiman ini menurutnya termasuk wilayah hutan lindung milik negara, “dan ini tidak bisa dibiarkan.”

“Jika dibiarkan, maka ini akan menjadi tindak pidana kepada masyarakat Simeulue yang melakukan pengambilan cengkeh, durian, kayu serta rotan yang selama ini sebagai sumber mata pencarian masyarakat untuk menunjang kebutuhan ekonomi masyarakat. Siapa yang berani bertanggung jawab,” katanya.* (BNA/RIL)

Shares: