HeadlineIn-Depth

Penahanan Petani Berprestasi Diduga Demi Selamatkan Bisnis Cukong Padi

Mantan pemilik klub sepak bola China ditangkap aparat
Ilustrasi borgol | Foto: Shutterstock

MALANG benar nasib Teungku Munirwan, seorang Keuchik Meunasah Rayeuk Kecamatan Nisam, Aceh Utara. Dia terpaksa merasakan dinginnya sel Mapolda Aceh lantaran dituding bersalah memproduksi dan mengedarkan secara komersil benih padi jenis IF8 yang belum dilepas varietasnya dan belum disertifikasi alias berlabel.

Padahal, apa yang dilakukan Munirwan tersebut justru menoreh prestasi bagi Desa Meunasah Rayeuk, yang terpilih menjadi juara II Nasional Inovasi Desa. Tak tanggung-tanggung, penghargaan untuk Munirwan bahkan langsung diberikan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI, Eko Putro Sandjojo. Keberhasilan inilah yang kemudian membuat masyarakat tertarik terhadap bibit padi produksi Munirwan tersebut.

Namun, sayangnya apa yang dilakukan oleh Munirwan justru dipandang negatif di mata Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh. Institusi pemerintah di Aceh tersebut justru mengadukan Munirwan ke polisi, dengan delik aduan telah mengomersilkan benih padi jenis IF8 yang belum berlabel.

Tentu saja apa yang menimpa Munirwan ini mendapat reaksi dari sejumlah pihak. Bahkan, Ketua Komisi II DPR Aceh, Nurzahri, menilai apa yang menimpa Munirwan tersebut merupakan bentuk kriminalisasi. Padahal, menurut dia, kasus bibit berawal dari pembagian bibit padi varietas IF8 kepada petani di Kabupaten Aceh Utara pada 2017. IF8 disebutnya mampu meningkatkan produksi padi hingga 11 ton dari sebulumnya hanya tujuh ton.

Munirwan kemudian berinsiatif mengembangkan dan memproduksi bibit tersebut setelah melihat produktivitasnya yang memuaskan. Dia kemudian membentuk badan usaha milik desa untuk memperdagangkan bibit unggul tersebut. “Bibit tersebut menjadi primadona di Aceh Utara. Bibit yang sebelumnya digunakan petani, tidak laku lagi setelah adanya IF8,” ungkap Nurzahri seperti dilansir antaranews.com, Rabu, 24 Juli 2019.

Nurzahri mempertanyakan mengapa kasus ini bisa terjadi. Padahal, menurutnya, apa yang dilakukan Munirwan tersebut merupakan hal positif untuk perkembangan padi dan kedaulatan petani di Aceh.

“Kami mengecam sikap Pemerintah Aceh yang melaporkan ke polisi,” kata Nurzahri.

Hal senada disampaikan Koordinator Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian. Dia mempertanyakan soal reaktif Polda terhadap kasus penahanan petani dari Aceh Utara tersebut. “Secara kebijakan, MaTA membandingkan dengan kasus korupsi selama ini di Polda Aceh banyak yang macet. Dibandingkan dengan ini, seorang petani menemukan bibit padi baru dan seharusnya ini diberdayakan oleh negara menjadi produktivitas ekonomi kerakyatan, tapi ini malah tidak, dibungkam,” kata Alfian menjawab popularitas.com Rabu malam.

Lebih lanjut, Alfian membenarkan ihwal penangkapan Munirwan tersebut dilatarbelakangi oleh laporan Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh. Namun, dia menyebutkan penangkapan ini juga dilakukan karena adanya izin dari  pimpinan di Aceh. “Kita mendapat informasi dari Ketua Komisi II DPRA bahwa ini adalah seizin Plt (Gubernur Aceh),” kata Alfian.

Jika hal tersebut benar, Alfian mengecam kebijakan yang ditempuh Pemerintah Aceh karena mengkriminalisasi seorang petani. “Kalau misalnya alasannya bahwa tidak ada sertifikasi terhadap bibit itu, seharusnya pemerintah mengambil alih. Karena bibit ini kan produktivitasnya lumayan besar dibandingkan pola-pola bibit yang diprogramkan pemerintah selama ini. Pemerintah seharusnya memberikan solusi karena fungsi pemerintah sebagai regulator, bukan melakukan pembungkaman semacam ini,” lanjut Alfian.

Aktivis anti rasuah tersebut juga menyayangkan sikap pemerintah terkait hal ini. Apalagi yang dilakukan Munirwan tersebut merupakan temuan baru dan bersifat positif bagi petani. “Ketika ada rakyat melakukan penemuan baru (dikriminalkan), saya pikir tidak perlu duduk orang itu, siapa saja pun bisa duduk disitu,” kata Alfian.

MaTA Minta Komisi I DPRA Bersikap

Alfian lebih lanjut meminta Komisi I Bidang Hukum, Politik, dan Pemerintahan di DPR Aceh turut bersikap terkait kasus yang menimpa Munirwan. Lagipula, menurut Alfian, Komisi I merupakan mitra Polda Aceh dan sudah sepatutnya melakukan koordinasi terkait penangguhan penahanan terhadap Munirwan.

“Karena bagi MaTA, kasus ini patut dipertanyakan soal penanganan lidik yang dilakukan oleh Polda, karena MaTA membandingkan dengan kasus tindak pidana korupsi yang selama ini malah banyak mangkrak, salah satunya seperti dana beasiswa yang tidak ada ujungnya, ini kan bicara soal keadilan,” ungkap Alfian.

Dia mempertanyakan dimana posisi dan kewibawaan hukum terkait kasus yang menimpa petani dari Aceh Utara tersebut. Kepada popularitas.com, Alfian bahkan menduga kasus ini berkaitan erat dengan kepentingan bisnis pengusaha bibit padi yang melibatkan Pemerintah Aceh. “Kita menduga kuat Pemerintah Aceh ada memback-up cukong, karena kita menemukan adanya alokasi anggaran dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh untuk bibit hibrida itu Rp2,8 miliar pada tahun 2009,” ungkap Alfian lagi.

Dia menduga apa yang menimpa Munirwan tersebut karena kepentingan pemerintah Aceh memback-up cukong. “Jadi cukong ini kesannya menggunakan kekuasaan pemerintah untuk membungkam terhadap temuan-temuan baru, dan sangat ini disayangkan temuan ini kebetulan dilakukan oleh petani kelas bawah yang seharusnya diberdayakan oleh negara,” kata Alfian.

Lebih lanjut, Alfian mengatakan apa yang dilakukan Pemerintah Aceh dengan memback-up cukong, jika menilik kasus Munirwan tersebut, sangat berbahaya. “Kalau itu benar ya, karena kita juga menemukan di SiruP Pemerintah Aceh juga ada alokasi anggaran 2,8 miliar dari kementerian,” ujar Alfian lagi.

Aktivis MaTA ini mengungkapkan bahwa pejabat Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh saat ini, juga pernah mendatangi kawasan Nisam ketika warga memanen padi dari bibit padi varietas IF tersebut. Selain itu, Alfian juga mempertanyakan kenapa polisi tidak menangkap tim Joko Widodo yang ikut membagi-bagikan bibit padi tersebut pada masa kampanye. “Seharusnya kepala dinas itu juga perlu ditangkap, karena dia juga hadir saat panen itu. Malah dia lapor balik, jadi inikan ada kebijakan yang tidak waras dan harus dilawan secara tegas,” tandas Alfian.

Sementara itu, Ketua Komisi I Bidang Hukum, Politik dan Pemerintahan DPR Aceh, Azhari alias Cage ketika dihubungi popularitas.com, menyebutkan pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu kasus yang melilit Munirwan, sang petani dari Nisam, Aceh Utara tersebut. “Kita pelajari dulu, besok saya jawab,” ujar Azhari Cage.*(BNA/ANT)

Shares: