HukumNews

Polda Aceh periksa Tgk Ni terkait bendera bintang bulan

Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Aceh memanggil Ketua Muallimin Aceh Zulkarnaini Hamzah alias Teungku Ni terkait pengibaran bendera bulan bintang pada tanggal 4 Desember yang lalu di Kota Lhokseumawe.
Kepala Bidang Humas Polda Aceh, Kombes Pol Winardy. (IST)

POPULARITAS.COM – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Aceh memanggil Ketua Muallimin Aceh Zulkarnaini Hamzah alias Teungku Ni terkait pengibaran bendera bintang bulan pada 4 Desember lalu di Kota Lhokseumawe.

Kepala Bidang Humas Polda Aceh, Kombes Pol Winardy membenarkan pemanggilan itu. Menurutnya, mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Pase ini dipanggil untuk dimintai keterangan terkait pengibaran bendera bintang bulan.

“Pemanggilan tersebut juga merupakan upaya klarifikasi dari Polda Aceh kepada yang bersangkutan tentang niat (mens rea) berupa motif dan tujuan pengibaran bendera bintang bulan yang sudah terjadi (actus reus) sebelumnya,” ujarnya dalam keterangan saat dikonfirmasi, Sabtu (18/12/2021).

Winardy menjelaskan, pengibaran bintang bulan tersebut diduga melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Winardy menegaskan, secara hukum bendera bintang bulan yang dikibarkan baik saat Hari Damai Aceh atau pada Milad GAM setiap tanggal 4 Desember adalah ilegal.

Hal tersebut, kata Winardy, sudah dijelaskan oleh Sekretaris Jenderal Kemendagri Muhammad Hudori, saat menjawab somasi dari YARA untuk mencabut Permendagri berkenaan dengan pembatalan beberapa ketentuan dalam Qanun nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh.

Kemendagri beralasan, pembatalan tersebut dilakukan karena Qanun nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh bertentangan dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Pemerintah nomor 77 tahun 2007 tentang Lambang Daerah.

Dalam PP tahun 2007 dalam pasal 6 ayat (4) yang menyebutkan;

a. Desain logo dari bendera daerah tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/ perkumpulan/ lembaga/gerakan separatis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. Yang dimaksud dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/ perkumpulan/ lembaga/gerakan separatis dalam ketentuan ini misalnya logo dan bendera Bulan Sabit yang digunakan oleh gerakan separatis di Provinsi Aceh, logo burung Mambruk dan Bintang Kejora yang digunakan oleh gerakan separatis di Provinsi Papua, serta bendera Benang Raja yang digunakan oleh gerakan separatis di Provinsi Maluku.

Kemudian dalam pasal 6 ayat (3) juga disebutkan, bendera daerah tidak dikibarkan pada upacara memperingati hari-hari besar kenegaraan di daerah, upacara hari ulang tahun daerah, dan/atau upacara/apel bendera lainnya.

Sehingga ke depan, sambungnya, setiap aktivitas pengibaran bendera Bulan Bintang dapat di katagorikan sebagai perbuatan melawan hukum yang apabila tujuan/ niat pengibarannya adalah untuk memisahkan diri dari NKRI, maka dapat dikenakan pasal-pasal terkait makar.

Namun demikian, apabila keputusan tersebut dirasa kurang tepat, Pemerintah Aceh masih dapat melakukan upaya hukum lain, seperti PTUN terhadap Keputusan Mendagri Nomor 188.34-4791 Tahun 2016.

“Kalau tidak setuju, Pemerintah Aceh masih dapat melakukan upaya hukum lain, dan masyarakat Aceh melalui perwakilannya di dewan serta Pemda Aceh dapat membentuk tim khusus yang membahas masalah ini melalui jalur musyawarah mufakat dengan pemerintah pusat serta menyiapkan opsi-opsi terbaik dalam bingkai NKRI. Intinya lakukan sesuai dengan mekanisme hukum,” ujarnya.

Winardy mengimbau kepada masyarakat agar secara bersama-sama menciptakan potret Aceh yang sejuk dan damai, baik di mata nasional maupun internasional demi terbukanya investasi bagi Aceh, bukan malah melakukan upaya kontraproduktif yang justru membuat iklim investasi menjadi redup dengan potret masa lalu yang masih menjadi stigma negatif di luar sana.

“Kita semua harus berkolaborasi untuk menciptakan investasi di Aceh yang bertujuan memperbanyak lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat. Mari kita jaga kondusifitas, sehingga menjadikan Aceh daerah yang baldatun thoyyibatun wa rabbhun ghaffur,” pungkasnya.

Shares: