FeatureHeadline

Setelah 20 Hari Raihan Dikebumikan

Fardu kifayah dilaksanakan, jenazah Raihan dimakamkan siang hari Minggu, 3 Maret 2019, atau 20 hari sebelum berita ini ditayangkan.
Halaman bagian depan Gedung SUPM Ladong. Foto direkam, 2 Maret 2019. (Juli Amin)

DUNIA pendidikan di Aceh pada 1 Maret 2019 digemparkan oleh penemuan mayat seorang siswa di Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Ladong, Aceh Besar. Korban ditemukan tak bernyawa di kebun warga, sekitar 300 meter dari pagar lingkungan sekolah tempat ia menimba ilmu.

Sehari setelah penemuan, polisi berhasil menangkap pelaku sekaligus mengungkap kronologi hingga motif pembunuhan yang membuat nyawa korban bernama Raihan Alsyahri (16 tahun) melayang. Pelakunya tak lain adalah kakak senior korban berinisial AN. Keduanya sama-sama sedang belajar dan tinggal dalam asrama di sekolah binaan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) tersebut.

Setelah sempat diinapkan di Ruang Instalasi Pemulasaraan Jenazah, Rumah Sakit Zainal Abidin (RSUZA) Banda Aceh, pada Sabtu 2 Maret 2019 malam, jenazah Raihan diberangkatkan ke kampung halamannya di Binjai, Sumatera Utara. Esoknya, fardu kifayah dilaksanakan, jenazah Raihan dimakamkan siang hari Minggu, 3 Maret 2019, atau 20 hari sebelum berita ini ditayangkan.

Ruang Instalasi Pemulasaraan Jenazah, RSUZA. Foto direkam, 2 Maret 2019. (Juli Amin)

Proses hukum terhadap AN oleh Polresta Banda Aceh juga terus berjalan. Kini, posisi kasus sudah ke tahap II, setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Banda Aceh menyatakan berkas yang diserahkan penyidik Polresta Banda Aceh lengkap (P-21). Penyerahan berkas dan tersangka ke jaksa dilaksanakan pada 18 Maret 2019.

“Posisi kasus pembunuhan siswa di SUPM sekarang sudah tahap II, berkasnya sudah kita limpahkan ke jaksa penuntut umum pada 18 Maret 2019 kemarin,” kata Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Trisno Riyanto SH kepada popularitas.com, Sabtu 23 Maret 2019.

Dalam kasus ini, kata Kapolres, tersangka AN dijerat dengan pasal di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yakni Pasal 80 Ayat (1), (2) dan (3) UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002 jo UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Anak.

“Ini korban dan pelakunya masih di bawah umur, sehingga kita memakai undang-undang perlindungan anak bukan pasal dalam KUHP,”demikian jawab Kapolres, ketika disinggung soal pasal yang diangkat penyidik dalam menjerat terdakwa di muka sidang nantinya.

Pamflet SUPM Ladong. Foto direkam, 2 Maret 2019. (Juli Amin)

Berdasarkan telaah popularitas.com atas Pasal 80 Ayat (1), (2) dan (3) UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002 jo UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Anak, ancaman hukuman terhadap pelakunya terbilang berat.

Bunyi Pasal (1): setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

Pasal (2):  Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal (3): dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Menelaah dari pasal-pasal tersebut, ancaman hukuman penjara bagi pelaku bisa mencapai 15 tahun atau denda senilai Rp3 miliar. Oleh karena itu, Kapolresta mengharapkan, kasus ini menjadi kasus terakhir di Aceh pada sekolah yang menerapkan sistem boarding school atau mengasramakan siswa-siswinya.

Seperti diketahui, Jumat 1 Maret 2019 sekira pukul 11.15 WIB, sesosok mayat ditemukan di kebun warga oleh seorang pengembala domba, sekitar 300 meter dari pagar komplek SUPM Ladong, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar.

Setelah dievakuasi tim gabungan, diketahui korban adalah siswa kelas 1 SUPM Ladong dan ditemukan bekas penganiayaan di bagian kepala korban.*(JAP)

Shares: