POPULARITAS.COM – Asap mengepul membumbung tinggi ke atas. Suara kaca pecah, teriakan narapidana yang sedang mengamuk menggelepar. Suasana kepanikan pun terjadi, beberapa pengunjung berhamburan keluar menghindar kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A, Banda Aceh.
Si jago merah dengan cepat menghanguskan dua ruangan Lapas Kelas II A Banda Aceh. Beberapa sipir yang sedang bertugas harus melarikan untuk menghindari dari amukan warga binaan. Akibatnya Lapas mengalami kerugian mencapai Rp 2 miliar atas kerusakan beberapa ruang administrasi.
Suara sirine pemadam kebakaran terdengar memekakkan telinga, dengan sigap petugas pemadam berjibaku menjinakkan si jago merah dan melokalisir agar tidak merembet ke gedung lain. Petugas bahkan mengalami kesulitan memadamkan api, karena titik api berada dalam Lapas yang masih dikuasai oleh warga binaan.
Sedangkan petugas keamanan dari Brimob, TNI dan personel kepolisian lainnya sudah siaga dengan senjata lengkap di luar Lapas saat sedang terjadi kerusuhan sekitar pukul 09.00 WIB, Kamis (4/1). Wakapolda Aceh, Brigjen Pol Bambang Soetjahjo memimpin langsung meredakan kerusuhan itu.
Situasi semakin memanas, narapidana dalam Lapas semakin bringas, hingga satu unit mobil milik Polresta Banda Aceh diseret ke Lapas dan kemudian dibakar. Keamanan kian tak terkendali, warga binaan terus saja berteriak dan membakar serta merusak sejumlah fasilitas Lapas.
Kondisi semakin kritis, Brigjen Pol Bambang Soetjahjo pun beraksi, memerintahkan pasukan mendobrak untuk memukul mundur narapidana sedang mengamuk. Pasukan Brimob pun dipersiapkan dengan perlengkapan lengkap masuk ke Lapas.
Suara letusan senjata peringatan ke udara berkali-kali dibunyikan. Sembari berusaha memukul mundur narapidana yang sedang mengamuk, petugas Brimob menembakkan gas air mata agar narapidana sedang murka membubarkan diri.
Usaha dan kerja keras pasukan Brimob dan dibantu personel TNI Kodim 0101/BS, situasi keamanan Lapas bisa dikendali sekitar pukul 12.00 WIB tanpa ada korban jiwa maupun luka-luka. Lalu satu persatu dalang kerusuhan ditangkap. Termasuk seorang narapida kasus narkoba Gunawan dihukum 15 tahun penjara pertama kali diamankan petugas.
Gunawan yang menolak dipindahkan ke Lapas Tanjung Gusta, Medan Sumatera Utara telah ditetapkan menjadi tersangka dalang kerusuhan. Gunawan saat hendak dipindahkan pada hari kerusuhan itu mencoba memprovokasi narapidana lainnya untuk melawan petugas.
Sedangkan rekannya Bakhtiar dihukum 15 tahun penjara dan Muhammad Ibrahim divonis 18 tahun penjara sudah bersedia untuk dipindahkan. Meskipun hingga sekarang keduanya masih mendekam di ruang khusus di Lapas Kelas II A Banda Aceh. Sedangkan Gunawan sudah ditahan di Polda Aceh untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Brobroknya pengelolaan dan pengawasan di Lapas Kelas II Banda Aceh menjadi potret buram awal memasuki tahun 2018. Adanya sejumlah fasilitas mewah untuk narapidana yang berduit, telah memantik kecemburuan sosial dan konflik di dalam Lapas.
Ditambah lagi integritas petugas Lapas yang dinilai oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) Aceh, A Yuspahruddin berada pada titik nol. Sehingga semakin menyuburkan praktek pungutan liar dan mudah dibeli oleh narapidana berduit, terutama warga binaan kasus narkoba.
Rentetan kerusuhan dan banyak warga binaan sering berada di luas Lapas sudah menjadi rahasia umum yang selama ini seperti dibiarkan oleh petugas Lapas. Sehingga nyaris hampir semua Lapas menjadi ‘surga’ bagi mafia narkoba untuk mengontrol bisnis haram dari balik hotel prodeo.
Brobroknya mental petugas Lapas bukan hal baru lagi terjadi di setiap Lapas yang ada di Indonesia. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh mencatat peristiwa ditangkapnya seorang warga binaan LP Banda Aceh yang sudah berada di luar LP selama 7 bulan.
Warga binaan itu bisa bebas melanggeng di luar Lapas dengan syarat memberikan uang ke oknum petugas sebanyak Rp 10 juta per bulan. Peristiwa itu sendiri terjadi tahun 2017 yang lalu dan juga terpublikasi di berbagai media.
Kepala Operasional LBH Banda Aceh, Chandra Darussman mengatakan, ini terlihat dengan adanya beberapa indikasi: adanya pola transaksional yang begitu masif di LP, maraknya kasus narkoba, dan persoalan integritas (oknum) petugas sipir yang brobrok.
“Pola transaksional yang dimaksud adalah warga binaan yang ingin mendapatkan fasilitas dan hal-hal tertentu harus membayar sejumlah uang kepada oknum petugas,” kata Chandra.
Brobroknya pengelolaan Lapas dan Rumah Tahanan (Rutan) di Aceh kembali memancing perhatian publik paska kerusuhan dan pembakaran Lapas Kelas II A Banda Aceh. Kenapa tidak, paska kerusuhan, kepolisian menemukan sejumlah fasilitas mewah dalam sel Lapas tersebut.
Adanya kamar khusus buat gembong narkoba yang dihukum 15 tahun penjara milik Gunawan dan Faisal Sulaiman tersandung Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kasus aliran dana dari kasus narkoba. Dalam ruangan mereka, terdapat fasilitas kamar bak hotel lengkap dengan pendingin portebel, telivisi dan sejumlah fasilitas lainnya yang dilarang ada dalam sel.
Tak hanya itu, semakin publik terkejut setelah ditemukan sabu dan ganja dalam sel, serta bong penghisap sabu. Artinya selama ini peredaran narkoba di Lapas Kelas II A sudah masif dan sistematis terjadi. Tentunya yang menjadi pertanyaan publik bagaimana barang haram ini bisa beradar dalam Lapas?.
Lagi-lagi publik tercengang saat petugas juga menemukan ganja hidup yang ditanam dalam pot bunga. Mustahil petugas Lapas tidak mengatahui keberadaan batang ganja hidup tumbuh subur dalam pot bunga. Tentunya ini terindikasi ada keterlibatan dan pembiaran yang dilakukan oleh petugas Lapas.
Kecurigaan itu kemudian terbukti, setelah dilakukan penyelidikan oleh Polresta Banda Aceh. Ternyata ada seorang sipir yang terlibat langsung menjadi provokator dalam kerusuhan itu, yaitu berinisial S yang sekarang sudah ditetapkan menjadi tersangka oleh polisi.
Sipir berinisial S juga yang mengambil mobil milik polisi diseret ke dalam Lapas. Kemudian dia langsung membakar dan mengajak narapidana lainnya menghabiskan mobil polisi dan sejumlah fasilitas Lapas lainnya.
Tersangka S tidak sendirian menjalankan aksi peredaran narkoba di Lapas Banda Aceh. Dia dibantu oleh rekannya berinisial M yang masih buron. Mereka merasa terganggu bisnis haramnya di Lapas Kelas II A setelah bertugas Kepala Lapas baru, Endang Lintang. Endang hendak menertibkan dan menegakkan peraturan dan membasmi seluruh warga binaan yang keluar secara ilegal.
Tersangka S selama ini dikenal dekat dengan warga binaan narkoba, terutama mafia narkoba lintas internasional Gunawan. Bahkan keseharian S selalu berada dalam kamar Gunawan, termasuk saat terjadi kerusuhan beberapa waktu lalu.
“Karena merasa bisnisnya terganggu makanya ia ikut bergabung bersama Napi lainnya saat kerusuhan kemarin,” kata Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol T Saladin.
Kata Saladin, selama ini ternyata peredaran narkotika dalam Lapas dikendalikan oleh sipir. Saat penggeledahan pihaknya menemukan ganja kering disembunyikan dalam sumur, ganja ditanam dalam pot bunga, dan sabu-sabu di ruang isolasi.
“Memang oknum sipir langsung yang memasukkan barang haram itu dan saat ini masih kita kembangkan terus dari mana siapa saja terlibat di dalamnya,” tuturnya.
Total yang telah diamankan Polresta Banda Aceh sebanyak 19 orang narapidana dan ada yang belum ditetapkan menjadi tersangka. Sisanya sebanyak 6 narapidana yang diduga ikut terlibat masih sedang menjalani pemeriksaan dan belum ditetapkan menjadi tersangka.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Kelas IIA Banda Aceh, Endang Lintang mengatakan sudah 50 narapidana yang diperiksa polisi untuk mengusut kerusuhan dan pembakaran yang terjadi di Lapas Banda Aceh.
Selama proses pemeriksaan, sebut Endang, pihak Lapas Kelas II A menyediakan kamar khusus. Ini dilakukan untuk memudahkan saat polisi membutuhkan pemeriksaan dan harus dikeluarkan dari Lapas untuk dibawa ke kantor polisi, baik Polresta Banda Aceh maupun Polda Aceh.
“Selama pemeriksaan, kita sediakan kamar khusus untuk ditempati narapidana tersebut untuk memudahkan polisi jemput,” jelasnya.
Seluruh narapidana yang diduga terlibat dalam kerusuhan dan pembakaran Lapas Kelas II A itu, selama pemeriksaan mereka ada yang keluar lalu dikembalikan lagi ke Lapas.
“Jadi 50 orang itu keluar masuk, mereka keluar saat dipanggil dan dikembalikan lagi setelah selesai diperiksa, tidak semua ditahan di Polresta atau Polda,” jelasnya.
Perkara sipir di Lapas Kelas II A Banda Aceh tidak dihargai lagi oleh warga binaan ikut dibenarkan oleh Kanwil Kemenkumham Aceh, A Yuspahruddin. Ia mengakui ada banyak sipir yang nakal di Lapas Kelas II A, Banda Aceh di Lambaro, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar.
Ia menemukan fakta sipir yang ditugaskan di sana banyak tidak tertib dan tidak menjalankan Standard Operating Procedure (SOP). Sehingga banyak narapidana yang mendakam di sana sering keluar masuk Lapas secara ilegal.
A Yuspahruddin menyatakan, bila tidak ada keterlibatan sipir, tidak mungkin ada narapidana, terlebih kasus narkoba keluar Lapas secara ilegal. Oleh sebab itu, dia berjanji akan melakukan pembenahan semua lini agar aturan yang ada bisa ditaati oleh seluruh warga binaan.
“Integritas petugas sipir di bawah nol sekarang di Lapas Kelas IIA Banda Aceh,” tegasnya.
A Yuspahruddin berjanji akan melakukan revitalisasi Lapas yang ada di seluruh Aceh, bukan hanya Lapas Kelas IIA Banda Aceh. Khusus untuk Lapas Kelas II Banda Aceh, akan ada petugas sipir yang baru. Nantinya semua petugas baru itu akan diberikan pembinaan untuk menjaga integritas agar keteriban di Lapas bisa berjalan dengan baik.
“Ada 33 CPNS baru yang akan ditempatkan di Lapas itu dan kita akan latih integritas mereka,” tutupnya.[acl]
Penulis : A. Acal