News

Wali Nanggroe dan KLHK kaji pengelolaan hutan di Aceh

Wali Nanggroe dan KLHK Kaji Pengelolaan Hutan di Aceh
Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al-Haytar saat Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kajian Pengelolaan Hutan Aceh Tahun 2022, Rabu (9/11/2022). Foto: Ist

POPULARITAS.COM – Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al-Haytar bersama tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membahas terkait pengelolaan hutan di daerah ujung barat Sumatra itu.

Pembahasan tersebut dilakukan dalam Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kajian Pengelolaan Hutan Aceh Tahun 2022 di Meuligoe Wali Nanggroe Aceh, Aceh Besar, Rabu (9/11/2022).

Malik Mahmud menyampaikan, tim kajian tersebut juga melibatkan para pakar dari Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh. Tim ini ditargetkan selesai melakukan kajian awal pada akhir November 2022.

Kajian awal tersebut, kata Malik, nantinya akan dibahas kembali bersama KLHK dan pihak-pihak terkait.

“Dengan pertemuan ini, saya merasa banyak teman untuk membantu kita mengelola hutan Aceh,” kata Malik.

Malik menyadari bahwa Aceh memiliki hutan yang cukup luas dengan beragam spesies di dalamnya. Meskipun banyak mengalami kerusakan, saat ini Aceh masih menjadi daerah yang memiliki sebaran hutan terluas di pulau Sumatra.

Sebaran hutan tersebut, kata Malik, dihuni oleh beraneka ragam satwa. Terutamanya harimau sumatra, gajah, badak dan orang utan yang jumlahnya kian berkurangan disebabkan kehilangan habitat dan perburuan.

“Kini ada 3,3 juta hektare, atau setara 59 persen kawasan hutan tersebar di seluruh kabupaten/kota di Aceh,” sebut Malik.

Dari luas tersebut, kata Malik, hanya 2,9 juta hektare yang masih berstatus hutan, dan lebih 400 ribu hektare telah berubah fungsi menjadi non hutan. 1,7 juta hektare di antaranya adalah hutan lindung, dan 710 ribu hektare lebih sebagai hutan produksi.

Menurut Malik, angka-angka tersebut merupakan potensi kekayaan alam Aceh yang saat ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Ditambah lagi, setiap tahunnya, ada begitu banyak kawasan hutan Aceh yang dirusak secara sistematis.

Hal itu, sebut Malik, bukan hanya menyebabkan bencana ekologis seperti yang terjadi di beberapa daerah di Aceh dalam beberapa pekan terakhir ini malah terjadi hampir setiap tahunan dan juga menyebabkan terjadi konflik dengan satwa, terutama gajah dan harimau.

“Tidak maksimalnya pengelolaan hutan selama ini di antaranya, disebabkan pengelolaan yang tidak baik, rendahnya pengawasan, dan maraknya ilegal logging,” kata Malik.

Oleh karena itu, Malik menilai pentingnya kajian tentang pola pengelolaan hutan yang dilakukan selama ini, sehingga ini menjadi catatan untuk perbaikan ke depan.

“Saya sebagai orang Aceh senang sekali untuk menyelamatkan hutan, apalagi Aceh memiliki satwa kunci seperti harimau, orang utan, burung-burung dan lainnya, ini harus kita tinggalkan untuk anak cucu kita masa depan dan juga untuk Indonesia,” katanya.

Sementara, Direktur Bina Usaha Pemanfaatan Hutan KLHK, Istanto menyampaikan bahwa luasnya hutan Aceh dapat memberi manfaat bagi masyarakat setempat.

“Pak menteri juga minta pengelolaan hutan di sini bisa lebih baik dan memberi manfaat sebesar besarnya bagi masyarakat di Aceh ini,” kata Istanto.

Dia menjelaskan pentingnya dilakukan kajian terhadap kondisi hutan Aceh, sehingga nantinya ada sebuah kebijakan yang memberi manfaat bagi masyarakat.

“Jadi perlu dikaji dulu, nanti pengelolaannya seperti apa, mungkin nanti kita lihat ke depan seperti apa, kita tahu hutannya punya perananan penting untuk penyerapan karbon dan pengaruh sangat besar terhadap perubahan iklim,” ujarnya.

Rektor USK, Prof Marwan menyebutkan, tim kajian pengelolaan hutan Aceh beranggota delapan orang. Mereka merupakan para pakar di berbagai bidang ilmu.

“Tim ini ada yang selama ini sudah mempelajari hukum hukum adat hutan terutama yang ada di Gayo Lues dan sebagainya,” kata Marwan.

Shares: