BANDA ACEH (popularitas.com) – Wali Nanggroe PYM Malik Mahmud Al-Haythar secara khusus mengundang Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh untuk mendiskusikan persoalan lingkungan hidup di Aceh. Diskusi ini berlangsung diruang kerja Wali Nanggroe pada 10 September 2019.
Salah satu hal yang didiskusikan secara khusus yaitu terkait persoalan pembangunan PLTA Tampur 1 di Gayo Lues, dimana sebelumnya Walhi Aceh mengguggat Izin Pinjam Pakai Kawasan (IPPKH) yang diberikan kepada PT. Kamirzu, oleh Gubernur Aceh dr. Zaini Abdullah pada tahun 2017. Izin ini kemudian direvisi oleh Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah. Belakangan gugatan ini dimenangkan oleh Walhi Aceh.
“Ternyata apa yang dikhawatirkan oleh Walhi Aceh juga dirasakan oleh Wali Nanggroe jika PLTA tersebut berhasil dibangun, seperti akan terjadi bencana ekologi, kerusakan hutan, konflik satwa, dan juga proyek energi itu berada pada patahan gempa Sumatera,” kata Direktur Eksekutif Walhi Aceh, M Nur, Selasa, 10 September 2019.
Menurut Wali, kemenangan Walhi dalam perkara ini adalah kemenangan lingkungan. Dia bahkan meminta Pemerintah Aceh untuk mengeksekusi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut sebagai upaya menjaga hutan Aceh yang merupakan bagian dari mandat Undang-undang Pemerintah Aceh.
Selain persoalan PLTA Tampur 1 di Gayo Lues, Walhi Aceh dan Wali Nanggroe juga mendiskusikan beberapa proyek energi lain yang sedang proses pembangunan di Aceh. Wali berpendapat, seharusnya pemerintah Aceh mengembangkan potensi energi yang ramah lingkungan dan tidak mengundang bencana ekologi, seperti mengembangkan energi tenaga surya atau gelombang laut.
Selain itu, Wali juga memiliki perspektif yang sama dengan Walhi Aceh terkait persoalan tambang emas yang mendapatkan penolakan dari masyarakat Aceh saat ini. Bagi Wali, potensi emas dan mineral lainnya yang tersedia di perut bumi Aceh adalah kekayaan Aceh untuk masa depan, bukan sekarang.
“Masih banyak potensi lain yang dapat dikembangkan untuk mensejahterakan masyarakat Aceh, seperti komoditas pertanian yang dikenal dunia. Kran investasi ini yang seharusnya dibuka dan dikembangkan oleh pemerintah Aceh, lebih ramah lingkungan dan tidak merusak alam,” tambahnya lagi.
Wali Nanggroe kata M Nur, juga memberikan dukungan penuh terhadap kerja-kerja advokasi Walhi Aceh. Dia juga meminta Walhi Aceh untuk terus menjadi lokomotif pergerakan dalam menjaga lingkungan di Aceh. Karena apa yang dikerjakan oleh WALHI Aceh bukan menghambat investasi, tapi bagian dari upaya serius menjaga lingkungan, ketaatan dan kepastian hukum, serta menjaga kekhususan Aceh.
“Menurut Wali, sebenarnya yang menjadi persoalan investasi di Aceh adalah persoalan tumpang tindih lahan (sengketa), kepastian hukum, garansi bank, dan banyak agen yang bermain dalam memasukan investor ke Aceh,” pungkas M Nur.* (RIL)