POPULARITAS.COM – Gampong Pande, satu dari puluhan desa di Banda Aceh. Kawasan ini, tempo dulu diduga sebagai pusat Kerajaan Aceh Darussalam. Hal tersebut dibuktikan dengan banyak ditemui nisan-nisan kuno dan juga pecahan grabah dan keramik yang usianya capai ratusan tahun.
Gampong Pande makin mendunia saat penemuan koin emas dan dirham oleh salah satu warga pencari ikan dikawasan itu. Sontak, berita itu pun menyebar dan ribuan orang mendatangi tempat ini untuk berburu kepingan logam mulia tersebut.
Sejak saat itu, Gampong Pande pun kian terkenal seantero nusantara dan bahkan dunia. Berbagai penelusuran terus dilakukan untuk mencari bukti-bukti lain terkait dengan kemashyuran sejarah kawasan ini tempo dulu.
Di tempat ini, terdapat kawasan muara dari aliran Krueng Doy. Kehebohan makin mencuat saat Pemko Banda Aceh mengerjakan proyek Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL). Kala itu, para pekerja menemukan banyak pecahan gerabah, marmer dan keramik yang diduga peninggalan kerajaan.
Temuan dirham dan artefak seperti yang disebut di atas merupakan salah satu bukti keberadaan Kerajaan Aceh Darussalam. Hal ini dilengkapi dengan adanya sejumlah makam raja-raja pada masa Kerajaan Aceh Darussalam abad 16 M, yang kini menjadi kompleks makam.
Sebut saja seperti Raja Alaidin Mukmin Syah yang wafat tahun 1576 M, Sulthan Sri Alam (tidak diketahui tahun wafatnya), serta Sulthan Zainal Abidin yang wafat tahun 1577 M, dikebumikan di kompleks makam yang kini menjadi cagar budaya tersebut.
Tak hanya itu, di tengah perkampungan juga ada makam salah satu ulama yakni Tuan Dikandang, yang dipercaya sebagai pembawa ajaran Islam hingga terbentuknya peradaban Islam pada abad ke 13 M. Hingga kini semua makam-makam itu pun tertata dengan rapi.
Banyaknya artefak yang ditemukan membuat Gampong Pande juga dikenal sebagai gampong 1001 nisan. Namun banyak yang rusak karena bencana tsunami. Pada masa Kerajaan Aceh Darussalam, Gampong Pande merupakan pusat peradaban dan pusat kota kerajaan dulunya.
Menurut peneliti asing sekaligus Kepala Staf Tentara Kerajaan Hindia Belanda bernama Van Langen, Gampong Pande merupakan bagian dari kampung-kampung yang berdekatan dengan muara Krueng Aceh yang berada di bawah pengawasan dan pemerintahan Sulthan Mansyur Syah (Tuanku Ibrahim) tahun 1846-1870.
Sementara, versi Balai Pelestarian Cagar Budaya Kota Banda Aceh, diketahui bahwa Gampong Pande itu merupakan tempat pengrajin benda-benda logam dan batu nisan dengan ukiran unik nan indah untuk keperluan kesultanan dan perdagangan pada masa itu.
Menurut sejarawan Aceh sekaligus dosen FKIP di Universitas Syiah Kuala yakni Husaini Ibrahim, banyaknya temuan-temuan itu membuktikan bahwa kawasan tersebut gemilang pada masa dulu, sekaligus membuktikan keberadaan Kerajaan Aceh Darussalam.
Kawasan itu juga merupakan pusat industri kerajinan besi yang terkenal ke berbagai pelosok dunia. Tak hanya persenjataan, namun juga termasuk dirham sebagai mata yang pada masa kejayaan Sultan Iskandar Muda berkuasa.
Gampong Pande juga disebut-sebut sebagai salah kawasan khusus alias istimewa dulunya di bawah pengawasan seorang sultan. Artinya, tidak ada siapapun orang yang bisa memberikan perintah, kecuali seorang sultan.
Hal ini bermula saat Sultan Abdul Aziz Johan Syah (1203-1234) mendirikan istana Kerajaan Aceh Darussalam di tepian Krueng Aceh pada 1205 M. “Gampong Pande itu gampong para sultan, kawasan khusus dan daerah istimewa,” kata Husaini Ibrahim.
Gampong Pande yang menjadi bagian dari Kerajaan Aceh Darussalam juga disebut-sebut sebagai tempat masuknya agama Islam pertama kali di nusantara, bukan Samudera Pasai seperti yang tercatat dalam sejarah.
Temuan nisan-nisan kuno yang sebelumnya diungkapkan di atas juga memperkuat hal tersebut, karena nisan-nisan yang ditemukan memang bertuliskan lafaz Allah dan ayat suci Alquran, seperti kalimat syahadat serta yang lainnya.
Menurut Husaini Ibrahim, disebutkan bahwa melalui Samudera Pasai pertama kali masuk Islam di nusantara karena ditemukan makam Sultan Malikussaleh sebagai raja pertama Samudera Pasai pada tahun 1297 masehi.
Sedangkan di Gampong Pande, perubahan pusat kerajaan Lamuri sebelum Islam menjadi Islam itu terjadi pada tahun 1205 masehi, tepatnya dalam bulan Ramadan, jauh lebih tua dibanding di Samudera Pasai. “Ini salah satu bukti dan kemudian ditemukan banyak batu nisan menjelaskan bukti-bukti tersebut menjadi titik awal masuk Islam di nusantara yaitu di Gampong Pande,” tegasnya.
Lamuri merupakan kerajaan pertama di nusantara yang kemudian tumbuh kembang beberapa kerajaan lainnya, termasuk kerajaan Samudera Pasai. Artinya, kata dia, Lamuri jauh lebih dulu muncul dibanding beberapa kerajaan lainnya.
“Gampong Pande merupakan salah satu kerajaan tertua dan terjadi beberapa kali perpindahan pusat kerajaan itu, mungkin karena proses bencana alam atau kerusakan lainnya karena peperangan,” ucapnya.
Di Gampong Pande ini juga tumbuh asal muasal beberapa kerajaan pra Islam. Kemudian kerajaan-kerajaan masa itu melakukan islamisasi dalam jangka waktu yang cukup lama. “Oleh karena itu Aceh dan Aceh Besar merupakan kawasan Islam pertama di nusantara,” imbuhnya.
Ada tiga pusat kerajaan dahulu kala, yaitu Indrapurwa di Peukan Bada, Indrapatra di Lamuri atau Lamreh dan Indrapuri, Aceh Besar. Kemudian di kawasan ditemukannya situs baru di Gampong Pande itu, dikenal dengan adanya dua dinasti, yakni Dinasti Meukuta Alam dan Dinasti Darul Kamal.
Sedangkan konteks Kerajaan Aceh Darussalam, ketika Sultan Ali Mughayatsyah menyatukan kerajaan-kerajaan yang ada di Aceh Besar dan daerah-daerah lain, termasuk kerajaan Pasai, Pedir. Kerjaan-kerajaan kecil itu disatukan di bawah Kerajaan Aceh Darussalam, sebagai sebuah federasi kerajaan.
Dirham dan artefak yang ditemukan di kawasan Gampong Pande beberapa waktu lalu. FOTO : Dok. Mapesa Aceh)