News

IJTI Aceh Kecam Tindakan Arogansi Anggota Polda Aceh

POPULARITAS.COM – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah Aceh, mengecam tindakan arogansi yang dilakukan oleh seorang oknum yang mengaku dari Mapolda Aceh.

Sebab, kejadian ini bermula, pada Jumat (19/02) dalam acara launching buku Karyanya Winta Widodo, yakni istri dari Kalolda Aceh, di Museum Tsunami.

Seorang jurnalis, Fadhil mengaku menjadi korban arogansi oknum Mapolda Aceh saat liputan. Saat itu Fadhil menegur seorang oknum tersebut yang mengganggu proses jurnalis mengambil gambar saat liputan.

“Saya menegur dia karena mic kameranya masuk kedalam frame kamera saya, tapi pelaku yang arogan malah menepuk kamera saya,” kata Fadel Batubara, korban dari tindakan arogansi.

Penasaran akan hal itu, Fadel, memanggil pelaku usai wawancara untuk menanyai pekerjaannya, namun pelaku justru memaki dan mengatakan dari Polda Aceh.

“Dia pegang kerah baju saya dan bilang dari Polda Aceh, kemudian AKP Sandi melerai kami,” terang Fadel.

Saksi yang berada dilokasi, Taufan mengatakan, kejadian arogansi tersebut terjadi saat proses wawancara terjadi. Saat itu terdengar cekcok antara keduanya, sehingga sempat menggangu proses wawancara.

“Ketika wawancara terdengar mereka saling bisik, hingga kamera saya ikut goyang juga, dan pelaku itu dari awal memang suka masuk dalam frem kamera, kerap mendahului. Selesai wawancara mereka malah sempat bersitegang juga, sehingga langsung dilerai kawan kawan,” katanya.

Sementara itu Ketua IJTI Pengda Aceh, Munir Noer, mengecam tindakan pelaku yang mengaku dari Kepolisian Daerah Aceh, dimana seharusnya polisi dan wartawan dapat bermitra dengan baik, tapi malah bersikap sebaliknya.

“Saya mengecam kejadian ini, pelaku harus meminta maaf kepada korban secara institusi Kepolisian, kita tidak akan berhenti sampai disini,” kata Munir Noer.

Kata Munir, wartawan memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang layak diketahui oleh publik, tentunya dengan kode etik jurnalistik, jadi bila ada yang menghalangi, maka pihaknya tidak akan tinggal diam.

“Kita tidak tutup mata dan tidak diam dengan kejadian ini, pelaku harus meminta maaf kepada korban, dan polisi juga harus memastikan kepada anggotanya agar kejadian serupa tidak berulang,” jelas Munir Noer, Ketua IJTI Pengda Aceh.

Untuk diketahui, dalam UU Pers Nomor 40 tahun 1999 dijelaskan bahwa bagi siapa saja yang melakukan kekerasan dan menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas peliputannya, maka pelaku dapat dikenakan hukuman selama 2 tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak sebesar Rp 500 juta rupiah.

Dalam pasal 4 undang-undang pers menjamin kemerdekaan pers, dan pers nasional memiliki hak mencari, memperoleh dan menyebar luaskan gagasan dan informasi.

Shares: