HeadlineIn-Depth

Jalan Mendaki Pandemi Aceh Tanpa Ujung

Dokter Spesialis di RSUD Langsa Meninggal Terinfeksi Covid-19
Petugas medis memakamkan jenazah pasien positif COVID-19 di salah satu lokasi dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Kamis (16/7/2020). Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Aceh menyatakan jumlah pasien positif COVID-19 yang meninggal sebanyak 8 orang, 66 orang dalam perawatan dan 66 orang sembuh. ANTARA/Ampelsa

BANDA ACEH (popularitas.com) – Beberapa negara sudah melewati fase puncak pandemi Covid-19. Kendati harus dibayar mahal dengan melakukan upaya keras pemberlakukan lockdown.

Namun Nusantara ini tidak memberlakukan itu, hanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), jauh di bawah standar penguncian yang dilakukan negara yang telah melewati masa kritis virus corona.

Beberapa negara sudah melewati masa sulit itu seperti Prancis, China dan Inggris. Begitu juga Malaysia pernah memberlakukan lockdown. Namun Indonesia, khususnya Aceh hingga sekarang angka statistik terinfeksi virus corona terus melonjak.

Bagaimana dengan Aceh, sebuah provinsi paling ujung barat Indonesia, secara kurva statistik penyebaran virus corona semakin meluas. Data dari laman dinkes.acehprov.go.id, benteng terakhir kabupaten yang belum terdapat pasien positif hanya Pidie Jaya dan Aceh Singkil.

Aceh pernah menjadi rujukan nasional penanganan pencegahan penyebaran virus corona. Bahkan Juru Bicara Gugus Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto kala itu memberikan apresiasi keberhasilan pemerintah Aceh dalam menghambat penularan penyakit yang tak berwujud itu.

Pemerintah Aceh pernah mengambil langkah keras dengan memberlakukan jam malam setelah ditemukan ada yang positif Covid-19. Kendati larangan warga keluar malam mendapat sorotan publik, setidaknya sudah mengambil kebijakan tegas untuk memutuskan mata rantai virus corona.

Begitu juga kota Banda Aceh sempat menutup akses beberapa desa yang terdapat warga yang positif corona. Seperti Gampong Lampaseh Kota, warga sempat diminta isolasi mandiri selama dua pekan. Begitu juga sejumlah desa lainnya di Banda Aceh.

Sejumlah upaya lainnya ditempuh oleh pemerintah Aceh maupun kabupaten/kota. Seperti kebijakan meliburkan sekolah semua tingkatan. Membatasi orang berkumpul, seperti di warung kopi, objek wisata atau tampat umum lainnya.

Upaya keras lainnya yang pernah dilakukan pemerintah Aceh dengan memperketat lalulintas keluar masuk orang di perbatasan Aceh-Medan, Sumatera Utara di Aceh Tamiang. Ini dilakukan sebelum hari raya Idul Fitri 2020 lalu.

Namun sejak Pemerintah Pusat memberlakukan kehidupan kenormalan baru, atau sering disebut dengan new normal. Seakan-akan ibarat sudah lama tersandera, lalu eforia warga kembali dapat beraktivitas bebas nyaris tak terkontrol.

Pusat perbelanjaan mulai dipadati pengunjung. Warung kopi, café dan sejumlah objek wisata mulai beroperasi kembali. Warga mulai berkerumun tanpa mematuhi protokol kesehatan pencegahan virus corona.

Kota Banda Aceh misalnya. Sebelumnya sempat mewajibkan siapapun yang masuk ke wilayah administrasi Banda Aceh menggunakan masker. Tetapi sekarang warga mulai lengah, abai menggunakan masker.

Lalu petugas gabungan, Satpol PP, Polisi dan TNI ikut merazia bagi warga yang tidak mematuhi protokol kesehatan.

Kendati pemerintah Kota Banda Aceh telah menyediakan fasilitas tempat mencuci tangan di ruang publik. Begitu juga sudah mengintruksikan tempat pusat perbelanjaan diwajibkan menyediakan fasilitas cuci tangan dan protokol kesehatan lainnya.

Tetapi paska diputuskan new normal oleh pemerintah pusat. Seiring dengan itu, tampak warga mulai lengah. Tidak lagi disiplin menggunakan masker. Petugas keamanan pun tidak lagi menegur atau merazia langsung yang abai terhadap protokol kesehatan.

Hanya Satpol PP sebatas menghimbau melalui pengeras suara menggunakan mobil keliling kota. Jauh berbeda saat pertama kali ada pasien postif di Serambi Makah ditemukan.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh jauh hari sudah mengingatkan pemerintah Aceh meminta tidak lengah saat pemberlakukan new normal. Pemerintah agar terus memperketat pengawasan terhadap mobilitas orang yang masuk wilayah itu, seiring dengan penerapan normal baru di tengah pandemi Covid-19.

“Kita silakan bergerak dengan tatanan hidup baru, tapi pemeriksaan dan pengawasan tetap jangan kendor. Apabila dapat (positif COVID-19, red.), ‘tracing’ (pelacakan), dan pasien sakit kita isolasi,” kata Ketua IDI Aceh dr Safrizal Rahman, 13 Jun 2020 lalu dikutip dari Antara.

Sebenarnya kondisi angka positif yang melinjak drastis di Aceh sudah lama diingatkan oleh IDI Aceh akan ada gelombang kedua Covid-19 di Serambi Makah. Hal inilah IDI Aceh meminta warga agar meningkatkan kewaspadaan dan tidak abai terhadap penyebaran virus corona.

Hal ini disampaikan IDI Aceh pada 18 April 2020 lalu. Safrizal Rahman menilai saat itu warga Aceh mulai lengah. Kewaspadaan mulai kendur. Seolah-olah, masyarakat menganggap Aceh sudah terbebas dari virus corona.

“Karena IDI berpikir saat kita tidak punya pasien bukan berarti kita selesai dengan Covid-19, tetapi justru kita harus bersiap dengan kemungkinan serangan ke-2 yang takutnya lebih besar lagi,” sebut Safrizal.

Dengan kondisi dan situasi Aceh sekarang. IDI Aceh cukup khawatir Covid-19 bisa saja terjadi ledakan beberapa waktu kedepan. Apa lagi kasus terjangkit di Indonesia terus mengalami peningkatan.

Mengingat Aceh dan Sumatera Utara berbatasan langsung. Mobilitas orang terjadi setiap hari. Tentunya ini akan mengancam provinsi paling barat Indonesia.

Dengan kondisi seperti itu, Safrizal mengaku cukup khawatir dengan kondisi Aceh. Bisa saja terjadi ledakan yang positif, mengingat Aceh dan Sumatera Utara berbatasan langsung dan sudah menjadi pusat penyebaran.

“Indonesia sendiri kasus terus meningkat, apalagi Medan menjadi episentrum di Sumatera. Kita sama sekali belum aman,” jelas Safrizal.

Apa yang diprediksi IDI Aceh akan ada ledakan pasien positif di Aceh terbukti adanya. Data Senin (3/8/2020) angka pasien positif tembus 433 orang, yakni sebanyak 322 orang sedang dirawat di rumah sakit rujukan provinsi dan kabupaten/kota, 94 orang sudah sembuh, dan 17 orang meninggal dunia.

IDI Aceh juga menilai, menghadapi virus corona ada dua opsi, yaitu menghadapi dan mencegah. Ada suatu fase Aceh hanya mencegah, saat pasien positif belum terlalu banyak.

Menurut IDI Aceh, cara mencegah adalah menutup akses mobilitas dari luar Aceh, seperti memperkatat di perbatasan. Ini langkah untuk menghindari agar Aceh dapat mencegah.

Namun kondisi sekarang jalan mendaki pandemi Aceh bak tanpa ujung. Angka kasus positif terus meningkat tajam. Pemerintah Aceh tidak punya pilihan lain, selain harus saling berhadapan dengan virus tersebut. Tentunya konsekuensinya harus membutuhkan anggaran besar dan fasilitas kesehatan yang memadai.

Artinya tidak lagi hanya sebatas mencegah. Tetapi Pemerintah Aceh sudah mulai harus saling berhadapan melawan virus yang mematikan itu.

Akibatnya pemerintah Aceh harus membayar mahal. IDI Aceh mencatat terdapatnya  60 paramedis terkonfirmasi positif Covid-19 dari 433 kasus yang terdapat di Tanah Rencong.

Dari 60 tenaga medis tersebut sekitar 25 orang merupakan dokter, termasuk di dalamnya peserta program dokter spesialis (PPDS), dan selebihnya perawat. Umumnya mereka yang terinfeksi itu tanpa bergejala, cuma membutuhkan isolasi mandiri yang diawasi ketat agar tidak menularkan ke orang lain.

“Sampai saat ini yang sudah saya catat, hampir 60 orang yang positif tenaga medis perawat maupun dokter. Jumlah itu akan terus bertambah jika pemerintah tidak memperketat sistem penapisan di setiap fasilitas kesehatan,” kata Ketua IDI Aceh Safrizal Rahman di Banda Aceh, Selasa (4/7/2020) dilansir Antara.

Kendati demikian patut disyukuri Aceh memiliki Laboratorium pemeriksaan uji usap, baik milik Kemenkes di Lambaro, Aceh Besar maupun milik Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (Unsyiah).

Sehingga proses uji usap semakin cepat. Sebelumnya Aceh harus menunggu lama, karena sampel usap harus terlebih dahulu dikirim ke Jakarta. Sehingga membutuhkan waktu cukup lama.

Selama pemberlakukan new normal banyak warga tampak mulai lengah dan kurang memperhatikan protokol kesehatan. Alih-alih menetap di rumah, bekerja di rumah, tetapi tampak aktivitas di ruang publik seperti tidak sedang terjadi pandemi Covid-19, terutama di cafe, warung kopi maupun pusat perbelanjaan.

 

IDI Aceh Sebut Pentingnya Penyelamatan Paramedis

Sejumlah tenaga kesehatan lintas organisasi bertemu dengan kepala pemerintah Aceh untuk menyampaikan pandemi Covid-19 di Aceh semakin memprihatinkan. Terlebih ada 60 paramedis sudah terpapar virus corona di Tanah Rencong.

Pada kesempatan itu, Ketua Ikadan Dokter Indonesia (IDI) Aceh, dr Safrizal Rahman mengaku prihatin dengan kondisi perkembangan kasus positif Covid-19 yang terus meningkat. Kasus yang melonjak ikut berdampak pada tenaga medis, dimana puluhan dari mereka ikut terpapar.

“Hari ini penyelamatan kemampuan medis sangat penting,” kata Safrizal, Selasa (4/8/2020) di hadapan Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah selaku kepala pemerintah Aceh.

Katanya, para tenaga kesehatan sangat berharap hasil laboratorium pemeriksaan atas mereka diutamakan. Sehingga tidak terlalu membebani petugas yang bertugas dirawatan yang bersentuhan langsung dengan pasien Covid-19.

“Hasil laboratorium yang lama memaksa mereka tetap bekerja. Demi keselamatan petugas medis, harapan kami waktu pemeriksaan kalau bisa lebih cepat,” kata Safrizal.

Ketua PPNI Aceh, Abdurrahman memberikan apresiasi atas sikap pemerintah Aceh yang dinilai sangat responsif dalam penanganan Covid-19. Ia mengatakan, para perawat di seluruh Aceh yang jumlahnya banyak sangat rentan terpapar Covid-19.

PPNI sendiri, ujar Abdurrahmand sangat merekomendasikan diberlakukan pembatasan sosial di daerah yang banyak kasus Covid-19. Selain itu, mereka mengharapkan dilakukan pembatasan yang ketat di daerah perbatasan.

Mereka juga berharap intensif bagi rekan-rekan yang bertugas hendaknya pencairannya dipercepat. “Ini menjadi penyemangat dan motivasi bagi teman-teman,” kata dia.

Sementara itu Nova Iriansyah mengatakan, sejak awal Covid-19 mewabah dan menjangkiti masyarakat di Aceh, Pemerintah Aceh telah menjalin hubungan baik dengan petugas kesehatan. Salah satu dasar dari berbagai kebijakan yang diambil juga berdasar pertimbangan kesehatan.

“Dalam kasus ini, bapak-bapak adalah pahlawannya. Bagaimanapun kondisinya kita harus tetap semangat. Saya pastikan jasa sekecil apapun akan sangat kami hargai,” kata Nova Iriansyah.

Nova meyakini Covid-19 akan mereda. Kehidupan normal akan kembali dijalani masyarakat. “Pandemi akan berakhir. Tinggal kemampuan kita merawat sehingga korban tidak banyak,” ujar Nova.

Nova meminta agar pihak kesehatan, mulai dari dokter, perawat hingga pihak farmasi untuk terus mendampingi pemerintah Aceh dan terus mendampingi pihaknya dalam menjalani hari-hari selama pandemi masih berlangsung.

Sedangkan Sekda Aceh, dr. Taqwallah mengatakan pihaknya yang tergabung dalam Gugus Tugas Covid-19 Aceh terus mencari solusi untuk memutus mata rantai covid-19 di Aceh.

Berbagai langkah strategis dilakukan sejak 161 hari Covid-19 terjadi. Sampai hari ini, diketahui 433 orang terjangkiti, dengan 322 di antaranya masih dalam perawatan, 94 orang telah sembuh dan 16 di antaranya meninggal dunia.

“Terima kasih kami kepada IDI dan PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia). Kita sangat butuh SDM yang peka seperti bapak/ibu semua, orang yang bukan hanya bisa menjaga diri tapi bisa melayani orang,” kata Sekda Taqwallah.

Sekda menyebutkan, secara bertahap berbagai kebijakan terus dilakukan. Sampai saat ini, di mana pemerintah mempersiapkan asrama haji sebagai tempat perawatan bagi petugas kesehatan dan petugas medis. Taqwallah berharap kesadaran masyarakat dalam memahami kondisi saat ini bisa terus meningkat.

Silaturrahmi itu diikuti juga oleh Kepala Dinas Kesehatan Aceh, dr. Hanif, Direktur RSUZA dr. Azharuddin dan Kepala Balai Litbangkes Aceh Fachmi Ichwansyah.

Jangan Remehkan Covid-19

Direktur RSUZA Banda Aceh, dr Azharuddin juga mengingatkan kepada seluruh masyarakat agar tidak meremehkan penyabaran virus corona. Karena ditakutkan penularan bisa terjadi melalui carrier.

Menurut dokter sepesialis ortopedi ini, carrier adalah seseorang dapat menularkan virus corona kepada orang lain, meskipun orang tersebut tampak normal-normal saja.

Kepada seluruh masyarakat agar ini betul-betul disadari, ditambah sekarang banyak orang sedang lalu-lalang mudik terus terjadi di Aceh yang berasal dari pandemi corona.

“Jangan bangga dulu yang sehat gak ada apa-apanya, yang kita takutkan adalah carrier. Dapat menularkan kepada orang lain, meskipun kita merasa normal saja,” kata Azharuddin.

Oleh karena itu, Azharuddin meminta agar patuh seperti imbauan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Seperti selalu menggunakan masker, menjaga jarak fisik (physical distancing) maupun menjaga jarak sosial (social distancing) dan rajinlah mencuci tangan dengan sabun.

“Itulah upaya-upaya yang bisa dilakukan dan secara ilmiah dan WHO menyampaikan itu sangat bermanfaat dalam menangkal dan meminimalisir terjadinya tertular dari corona,” tukasnya.

Dia menyampaikan, baik Orang Tanpa Gejala (OTG), Orang Dalam Pengawasan (ODP) maupun Pasien Dalam Pengawasan (PDP), tetap akan dipantau pihak RSUZA. Karena tidak boleh ada yang berpikir, seseorang yang sehat sudah aman. Karena tidak yang dapat mengatahui secara pasti, dimana seseorang tertular virus corona.

“Tidak boleh kita meremehkan, tidak boleh kita beranggapan bahwa Aceh aman-aman saja, karena kita tau setiap hari banyak yang mudik, baik dari luar negeri maupun dalam negeri atau dari daerah-daerah terdampak dan menjadi kewaspadaan kita,” ungkapnya.

Hal ini juga diperkuat oleh seorang ulama karismatik Aceh yang sempat dinyatakan positif Covid-19. Yaitu Tgk Haji Hasanoel Bashry (71) yang akrab disapa Abu Mudi sudah dinyatakan sembuh dari virus corona (Covid-19), pada Jumat, 31 Juli 2020 kemarin setelah mendapat perawatan intensif di RSUZA Banda Aceh.

Sebelumnya, Pimpinan Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga ini terkonfirmasi positif corona dan dirawat sejak 22 Juli 2020 di RSUZA.

Setelah dinyatakan sembuh, Abu Mudi membuat pernyataan testimoni pasca perawatan dalam bentuk video yang diunggah oleh akun youtube MUDI TV.

Dalam keterangannya, ia sudah diizinkan pulang dari ruangan isolasi RICU RSUZA dan ia akan melanjutkan masa isolasi mandiri hingga dua pekan ke depan, dengan protokol kesehatan yang ketat.

“Atas izin dari Allah SWT dan doa yang tulus yang tidak henti-hentinya dari semua masyarakat, saya sudah dibolehkan pulang dari ruangan isolasi RICU RSUZA Banda Aceh dan melanjutkan masa isolasi mandiri hingga 2 minggu ke depan dengan protokol kesehatan yang ketat,” kata Abu Mudi dalam video tersebut, Sabtu, 1 Agustus 2020.

Abu Mudi mengucapkan, wabah virus corona (Covid-19) tersebut benar adanya. Apa yang ia alami sejak hari pertama bukan sebuah rekayasa.

“Wabah Covid-19 ini nyata adanya. Apa yang saya alami sejak hari pertama bukan sebuah rekayasa, gejala lemah pusing dan penurunan nafsu makan adalah salah satu gejala yang mengarah ke Covid-19,” ujarnya.

Ia juga sudah mengikuti anjuran dokter ahli dalam perawatan. Ia mengaku telah mengikuti anjuran dokter, dan ini sebuah wujud ikhtiar terbaik yang harus dijalani saat dinyatakan positif covid-19 oleh dokter ahli.

“Bukan menghindari, mencari-cari kesalahan ataupun mencari pembenaran, hal demikian akan mengganggu kinerja dokter dan pemerintah dalam menekan angka penularan wabah pandemi ini,” ujarnya.

Amin Minta Warga Kembali Beli Barang Take Away

Sementara itu Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman kembali meminta cafe-cafe dan swalayan agar patuh serta disiplin menerapkan protokol kesehatan.

“Suasana semakin mengkhawatirkan, angka kasus positif Covid-19 di Banda Aceh terus meningkat. Mohon untuk sangat berhati-hati,” kata Aminullah di Balai Kota pada Selasa (4/8/2020).

Hingga hari ini, per pukul 15.30, info dari website resmi Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, secara akumulatif di Banda Aceh ada 121 orang yang positif, sembuh 37 orang, dan meninggal 3 orang.

Dalam kesempatannya, Aminullah mengatakan, bagi warung kopi, cafe, warung nasi, restoran, dan usaha lainnya juga kembali lagi diminta untuk melaksanakan sistem take away.

“Mohon agar bisa dimaklumi bersama, kami minta masyarakat untuk melakukan gerakan ‘beli dan bawa pulang’ (take away) dengan tetap memperhatikan physical distancing,” katanya.

Jika tidak diindahkan oleh pemilik usaha, maka pemerintah akan menindak tegas, yaitu memberi sanksi berupa penutupan tempat usaha sementara waktu.

“Bisa kita cabut izinnya. Dan saya minta petugas Satpol PP, Polisi, dan TNI untuk mengamankan kebijakan ini,” ujarnya

Disamping itu, wali kota juga meminta warga untuk menahan diri agar tetap berada di rumah saat ini.

“Saat ini kasus penularan covid di Aceh terus meningkat tajam. Semua orang harus banyak meluangkan waktu di rumah, menjauhi kerumunan dan kurangi aktivitas ke luar rumah jika tidak perlu,” ujarnya.

“Masih ada waktu untuk kita meminimalisir penyebaran virus ini. Dengan disiplin pakai masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan dengan sabun,” tambahnya lagi.

Aminullah pun berharap agar masyarakat terus bekerja sama dengan pemerintah untuk mencegah penyebaran virus corona. Ia juga meminta masyarakat jujur dalam memudahkan proses tracking  pasien positif.

Tangani Covid-19, Pemerintah Aceh Keluarkan Pergub

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 40 tahun 2020, tentang penetapan penyaluran belanja bantuan keuangan bersifat khusus kepada pemerintah kabupaten dan kota di Aceh.

Bantuan keuangan tersebut, dimaksudkan sebagai antisipasi dan penanganan dampak Covid-19 untuk tahun anggaran 2020.

Melalui aturan tersebut, Pemerintah Aceh, telah mengirimkan surat kepada pemerintah kabupaten dan kota, untuk segera melakukan pencairan peruntukan dana dimaksud.

Dalam aturan tersebut, ditekankan bahwa, bantuan keuangan kepada kabupaten dan kota sebagaimana dalam Pergub itu, setiap daerah harus memiliki RSUD Covid-19, dengan total ruang rawat inap sebesar 10 persen dari kapasitas tersedia untuk peruntukan bagi pasien corona.

Selain untuk pembenahan infrastruktur layanan kesehatan pasien covid-19 di kabupaten dan kota. Bantuan keuangan tersebut juga dimaksudkan untuk membangun sistem ketahanan pangan, melalui Gerakan Aceh Mandiri Pangan (GAMPANG).

Pemerintah daerah dapat mengusulkan kegiatan untuk pengembangan pertanian keluarga, budidaya ikan, unggas petelur, serta operasional serta pemeliharaan daerah irigasi yang menjadi kewenangan tingkat II.

Dengan bantuan keuangan tersebut, pemerintah kabupaten dan kota, dapat mengusulkan rehabilitas ruang rawat inap, penambahan perlengkapan medis, makanan tambahan tenaga kesehatan, dan insentif relawan kesehatan.

Selain itu juga, pemerintah kabupaten dan kota dapat mengusulkan untuk pemenuhan alat rapid test, penyediaan perlengkapan swab, sarana dan prasarana isolasi mandiri untuk mencegah penyebaran virus corona di Tanah Rencong.[acl]

Shares: