News

KontraS Desak Kapolri Transparan Usut Bentrok FPI-Polisi

Kapolri Jenderal Idham Azis. (foto: kompas)

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Kapolri Jenderal Idham Azis memerintahkan jajarannya untuk memproses secara transparan anggota kepolisian yang menembak mati enam laskar Front Pembela Islam (FPI).

“KontraS mendesak Kapolri melakukan proses hukum secara terbuka dan adil terhadap anggota kepolisian yang terbukti menembak korban,” ucap Fatia melalui keterangan resmi, Selasa (8/12).

Selain itu, kata dia, institusi pengawas eksternal kepolisian seperti Kompolnas perlu memantau langsung dan mendalam terkait kasus ini. KontraS turut meminta agar Ombudsman dapat mengusut dugaan malaadministrasi dalam peristiwa itu.

“Komnas HAM dan Kompolnas juga harus memastikan bahwa rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan nantinya memiliki tekanan pada proses hukum yang berjalan serta memenuhi hak-hak dari korban penembakan,” kata Fatia.

Ia menilai kepolisian tidak bersikap proporsional menggunakan senjata api saat menangani bentrokan dengan pendukung Imam Besar FPI Rizieq Shihab di Jalan Tol Jakarta-Cikampek, Senin (7/12) kemarin.

Fatia menjelaskan, penggunaan senjata yang sewenang-wenang oleh anggota Polri telah mengabaikan hak masyarakat atas persamaan di hadapan hukum sebagaimana Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999.

“Anggota kepolisian sewenang-wenang dalam penggunaan senjata api karena tidak diiringi dengan membuka akses seterang-terangnya dengan memonopoli informasi penyebab peristiwa tersebut,” tuturnya.

Fatia menilai, penggunaan senjata api semestinya memperhatikan prinsip nesesitas atau alternatif lain yang dapat dilakukan, kemudian legalitas dan proporsionalitas.

Dia mengingatkan bahwa sebenarnya penggunaan senjata api hanya diperbolehkan untuk tujuan melumpuhkan target dan bukan membunuh.

Selain itu, penggunaan senjata api secara tak proporsional dalam suatu operasi Polri sudah diatur dalam Pasal 3 Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 maupun Pasal 48 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009.

Menurutnya, tindakan itu telah masuk dalam praktik extrajudicial killing atau unlawful killing yang merupakan pembunuhan di luar hukum.

Ia tak menampik bahwa praktik pembunuhan di luar hukum acapkali terjadi di kalangan kepolisian. Selama tiga bulan terakhir, KontraS mencatat ada 29 peristiwa yang mengakibatkan 34 orang tewas.

Adapun pola yang ditemukan oleh KontraS dalam cara kepolisian bertindak ini ialah korban yang diduga melawan aparat dan korban yang hendak kabur dari kejaran.

“Seringkali alasan tersebut digunakan tanpa mengusut sebuah peristiwa secara transparan dan akuntabel,” tambahnya.

Bentrokan antara anggota polisi dan pendukung Rizieq diketahui terjadi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada Senin (7/12) sekitar pukul 00.30 WIB. Atas kejadian itu, enam orang laskar pengawal Rizieq tewas. Sedangkan empat orang lainnya melarikan diri.

Sejumlah senjata turut disita oleh kepolisian terkait peristiwa ini. Mulai dari samurai, celurit, hingga senjata api.

Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran mengungkapkan laskar pengawal Rizieq sempat mengeluarkan tiga kali tembakan saat bentrok dengan anggota.

Polisi diklaim saat itu tengah mengintai dan menyelidiki informasi terkait pengerahan massa untuk mengawal Rizieq yang akan diperiksa di Polda Metro Jaya.

Namun penjelasan Polri ini berbeda dari yang dilontarkan oleh FPI. Mereka mengklaim diserang oleh orang tak dikenal (OTK) saat sedang mengawal Rizieq yang akan mengikuti pengajian.

Sumber: CNN

Shares: