POPULARITAS.COM – Aceh dikenal sebagai salah satu daerah dengan potensi tembakau yang sangat besar. Dengan variasi cita rasa unik dari tembakau lokal, Aceh punya peluang besar untuk membangun industri rokok dan tembakau yang kuat.
Namun, saat ini Aceh menghadapi masalah serius dengan meningkatnya uang yang mengalir ke luar Aceh (outflow money), akibat konsumsi rokok. Terutama, karena banyaknya produk rokok yang berasal dari luar daerah atau luar negeri.
Berdasarkan kajian terbaru, uang yang mengalir ke luar Aceh (outflow money) dari konsumsi rokok di Aceh mencapai Rp 6,5 triliun per tahun. Hal ini sangat kontra produktif, manakala dana transfer pusat ke daerah setiap tahunnya berkisar hingga Rp 49 triliun.
“Kondisi ini memerlukan perhatian serius untuk menurunkan arus keluar uang dan mengoptimalkan potensi ekonomi lokal,” ujar Kakanwil Bea Cukai Aceh, Safuadi saat berbincang bersama popularitas.com, Sabtu (7/9/2024).
Lantas, Mengapa Outflow Money Menjadi Masalah?
Safuadi menjelaskan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan masyarakat Aceh untuk membeli rokok dari luar daerah, termasuk produk-produk impor ilegal, menghilangkan potensi perputaran uang di dalam ekonomi lokal.
Jika produk rokok lokal dapat lebih kompetitif dan tersedia secara luas, uang yang keluar dari Aceh bisa dialihkan untuk memperkuat industri tembakau lokal, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan pendapatan petani tembakau dan produsen rokok lokal.
“Outflow money atau uang yang mengalir ke luar Aceh yang besar ini terjadi akibat tidak adanya budidaya tembakau atau industri hasil tembakau, ini juga berarti daerah kehilangan potensi penerimaan dari Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT),” ungkapnya.
DBHCT, lanjut Safuadi, merupakan salah satu sumber pendapatan penting bagi pemerintah daerah, yang dapat digunakan untuk membiayai program kesehatan, terutama penanganan penyakit akibat konsumsi rokok, seperti penyakit paru dan jantung, pembangunan infrastruktur, dan pendidikan.
“Ketika konsumsi rokok lebih banyak berasal dari produk ilegal atau luar daerah, potensi pendapatan dari DBHCT berkurang drastis,” ucap Kepala Perwakilan Kemenkeu Aceh ini.
Membangkitkan Potensi Industri Tembakau Aceh
Aceh memiliki lahan pertanian yang luas dan sangat cocok untuk pembudidayaan tembakau. Tembakau Aceh terkenal dengan keunikan cita rasanya yang mencakup 25 dari 75 jenis tembakau di dunia.
Namun, potensi ini belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Dengan pengembangan industri rokok yang berbasis pada tembakau lokal, Aceh dapat mengurangi ketergantungan pada produk impor dan meningkatkan kontribusi ekonomi lokal.
“Ada beberapa langkah strategis yang dapat diambil untuk memaksimalkan potensi ini, salah satunya adalah pengembangan kemitraan antara petani dan produsen lokal,” katanya.
Ia mengatakan, petani tembakau lokal perlu diberikan dukungan dalam bentuk akses teknologi, pendanaan, serta pelatihan untuk meningkatkan produksi dan kualitas tembakau.
“Kemitraan dengan produsen rokok lokal juga penting untuk memastikan bahwa hasil panen petani terserap secara optimal oleh industri,” katanya.
Langkah selanjutnya adalah diversifikasi produk rokok lokal. Industri rokok lokal di Aceh dapat mengembangkan berbagai jenis produk rokok yang sesuai dengan selera konsumen lokal dan nasional.
“Produk rokok yang menggunakan tembakau lokal dengan cita rasa khas Aceh, bisa menjadi daya tarik di pasar nasional, terutama jika dipromosikan dengan baik,” sebut Safuadi.
Kemudian, peningkatan kualitas dan branding. Untuk bersaing dengan produk nasional maupun internasional, produsen lokal perlu fokus pada peningkatan kualitas produk.
“Investasi dalam teknologi pengolahan tembakau dan inovasi dalam rasa, serta kemasan produk rokok dapat meningkatkan daya saing di pasar yang lebih luas,” jelasnya.
Terakhir, adalah langkah dalam promosi dan edukasi konsumen. Di mana, kampanye “Bangga Menggunakan Produk Lokal” dapat mendorong masyarakat Aceh untuk mendukung industri tembakau lokal.
“Selain itu, penting juga untuk mengedukasi masyarakat tentang risiko konsumsi rokok ilegal yang tidak hanya merugikan kesehatan tetapi juga ekonomi daerah,” sambungnya.
Manfaat bagi Pemerintah Daerah
Dengan meningkatnya produksi dan konsumsi rokok legal berbasis tembakau lokal, pemerintah daerah akan mendapatkan manfaat langsung melalui peningkatan penerimaan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT).
Dana ini, kata dia, nantinya dapat digunakan untuk mendanai program-program penting di sektor kesehatan, pendidikan, hingga pembangunan infrastruktur.
“Selain itu, pengembangan industri rokok lokal akan menciptakan lapangan pekerjaan baru, baik di sektor pertanian tembakau maupun di industri pengolahan rokok,” ungkapnya.
Mengurangi Ketergantungan pada Produk Ilegal
Rokok ilegal yang masuk ke Aceh dari luar negeri, seperti dari Vietnam dan Thailand, tidak hanya merugikan produsen lokal, tetapi membahayakan kesehatan masyarakat.
Produk-produk tersebut tidak memenuhi standar keamanan dan kualitas yang ditetapkan. Distribusinya pun dilakukan melalui jalur gelap yang sulit diawasi.
Bahkan, dari hasil uji laboratorium ditemukan banyak rokok ilegal yang tembakaunya dicampur dengan rumput dan dedaunan tumbuhan liar, sehingga sangat berbahaya bila dikonsumsi oleh manusia.
“Untuk mengatasi masalah uni, strategi ‘membanjiri pasar dengan produk legal‘ dapat diimplementasikan,” tegas Safuadi.
“Dengan meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas produk rokok legal berbasis tembakau lokal, konsumen akan lebih cenderung beralih dari produk ilegal ke produk yang lebih aman dan mendukung ekonomi lokal,” jelasnya.
Safuadi berkesimpulan bahwa potensi ekonomi industri rokok di Tanah Rencong sangat besar, namun sayangnya belum dimanfaatkan secara maksimal.
Dengan meningkatkan produksi tembakau lokal, memperkuat industri rokok legal dan mengurangi outflow money akibat konsumsi produk luar, Aceh dapat memperkuat perekonomiannya secara signifikan.
Pemerintah daerah bersama produsen lokal dan masyarakat juga perlu bekerja sama untuk memanfaatkan potensi besar ini, sehingga Aceh dapat menjadi salah satu pusat industri tembakau yang kuat di Indonesia.
“Dengan langkah-langkah yang tepat, bukan hanya outflow money yang dapat dikurangi, tetapi juga ekonomi lokal dapat tumbuh dan memberikan kesejahteraan lebih bagi masyarakat Aceh, terutama para petani tembakau dan pekerja di sektor industri rokok,” pungkasnya.
Foto: Perkebunan tembakau yang ada di Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar. (popularitas.com/Hafiz Erzansyah)