HeadlineHukum

Menanti Perpres Media Sustainability

Ilustrasi. FOTO : teads.com

POPULARITAS.COM – Saat puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Medan, Sumatara Utara, Kamis (9/2/2023), Presiden RI Joko Widodo yang hadir di acara itu, ungkap dirinya akan menerbitkan Peraturan Presiden (Pepres) tentang Media Sustainability.

Lantas apa itu Media Sustainability?. Secara singkat, pengertiannya adalah media berkelanjutan, yakni suatu pola relasi antara media massa, publisher, dan platform digital untuk mejaga koeksistensi ekosistem media di Indonesia.

Wacara media sutainability sendiri, digagas oleh komunitas media di Indonesia, dan Dewan Pers, beberapa waktu lalu. Wacana ini sendiri, beberapa kali pernah diungkapkan oleh Presiden RI dalam beberapa kali pidatonya.

Dewan Pers sendiri, telah membentuk task force, atau tim kecil yang bertugas merumuskan usulan, dan draft dasar sebagai acuan dari pembentukan regulasi yang nantinya akan dibuat oleh pemerintah.

Nah, pemerintah selaku regulator, nantinya akan merumuskan aturan itu lewat Peraturan Presiden (Perpres). Sebagai produk hukum, nantinya Pepres Media Sustanaibality mengatur pola kerjasama, dan hubungan antara media dan platform global, seperti Facebook, twitter dan lainnya. Intinya mengatur perihal profit sharing dan konsep kerjasama demi ekosistem pers yang berkeadilan.

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, saat bertemu Presiden RI, Senin (6/2/2023) mengungkapkan bahwa, nantinya Perpres Media Sustainability tersebut, tetap berpedoman pada UU Pers Nomor 44 tahun 1999 tentang Pers.

Landasan pentingnya Perpres Media Sustainability

Kampanya bertajuk Stop Hate for Profit pertengahan Juni 2020 yang digerakkan oleh Color Of Change, NAACP, ADL, Common Sense media, desak produsen global untuk berhenti memasang iklan di platform global, seperti Facebook, YouTube, dan twitter, serta Instagram.

Gerakan itu didasari bahwa, platform digital telah menjadi faktor penyebab lahirnya huru-hara, kebencian, dan menjadi sumber utama berita bohong, dan pesan-pesan rasial.

Platform digital dinilai telah meraup keuntungan bisnis dengan memproduksi hoaks, dan melakukan pecah belah terhadap masyarakat.

Gerakan ini berbuah positif, perusahaan dan merek terkemuka, seperti uniliver, stabuck, REI, Patagonia, telah menyatakan berhenti beriklan di plaftorm media sosial. Gerakan Stop Hate for Profit, tembus dukungan dari 400 perusahaan besar di dunia.

Perlunya intervensi negara

Menurut Agus Sudibyo penulis buku media massa nasional, untuk menyehatkan ekosistem, media massa perlu membangun model bisnis, atau pendekatan jurnalistik yanbg memungkinkan, secara independen dapat berkolaborasi sekaligus berkompetisi dengan platform digital.

Membuka diri untuk bekerja sama dengan platform digital bukan pilihan yang sepenuhnya buruk, bahkan merupakan pilihan yang realistis. Namun, di sisi lain, penerbit semestinya juga siap berhadap-hadapan dengan platform digital dalam negosiasi yang bisa jadi konfliktual serta untuk mendukung langkah-langkah yang mengoreksi monopoli platform digital. 

Perlu dipastikan kolaborasi antara media massa dan platform digital, apa pun bentuknya, harus benar-benar melahirkan pertukaran dua arah yang saling menghidupi (two-way value exchange). 

Jika media massa telah membagikan konten dan kredibilitasnya kepada platform digital, sudah semestinya platform digital secara bermakna juga berbagi keuntungan ekonomi dan data pengguna (mutually beneficial relationship between the news publisher and the digital platform). 

Dalam konteks inilah campur tangan negara dibutuhkan. Bukan untuk membela industri media massa an sich, tetapi untuk menyehatkan ekosistem media, untuk mengendalikan praktik monopoli distribusi konten, periklanan digital, dan penambangan data pengguna oleh perusahaan platform digital global. Monopoli, apa pun bentuknya dan pada bidang mana pun, ialah suatu hal yang tidak sehat. 

Apalagi monopoli pada urusan yang secara langsung memengaruhi kehidupan publik dan pelembagaan demokrasi. Inilah latar belakang institusi negara hadir untuk mengatur hubungan antara media massa dan platform digital di Australia dan Uni Eropa. 

Negara di sini hadir untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat di bidang media dengan mengendalikan monopoli platform digital terhadap tiga hal di atas. Iklim persaingan usaha yang sehat di bidang media mesti diupayakan karena secara signifikan memengaruhi kualitas arus informasi, ruang publik, dan demokrasi di suatu negara. 

Agus Sudibyo menambahkan, intervensi negara, dalam konteks mengatur regulasi bukan dilakukan dengan semangat antikekuatan asing, atau anti-platform digital. Namun, semata-mata untuk menyehatkan iklim bermedia secara nasional dengan tujuan akhir mewujudkan kebebasan pers yang berkualitas,dan fungsional bagi nilai-nilai keterbukaan, keadilan, dan kemanusiaan.

Desakan konstituten Dewan Pers buka draft Perpres

Usai peringatan HPN 2023 di Medan, Selasa (14/2/2023), konstituen Dewan, yang terdiri dari AJI, IJTI, JMSI, SMSI, PWI, AMSI, dan SPSS gelar pertemuan di Gedung Dewan Pers. para pihak dalam rapat itu minta agar induk organisasi pers di Indonesia itu, membuka draft mengenai rancangan Perpres tentang kerja sama platform global dengan media daring nasional yang dikenal dengan nama perpres media sustainability. 

“Saya minta Dewan Pers harus terbuka, dengan menyampaikan draf peraturan presiden yang disampaikan ke Sekretariat Negara tersebut kepada publik,” kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Sasmito Madrim. Hal itu di sampaikan dalam pertemuan antara konstituen dengan Dewan Pers di Gedung Dewan Pers, Selasa (14/2/2022).

Konstituen Dewan Pers saat gelar rapat membahas Pepres Media Sutainaiblity di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Rabu (14/1/2023). FOTO : Dewan Pers

Tuntutan AJI itu juga mendapat dukungan dari Wakil Sekjen Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Suprapto Sastro Atmojo, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Herik Kurniawan, yang hadir bersama tim IJTI, Wahyu Triyoga, Wakil Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Yono Hartono, Toto Sutarto SH dari Serikat Perusahaan Pers (SPS), Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), serta Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wenseslaus Manggut, yang hadir secara daring.

Menurut Suprapto, PWI juga cukup intens melakukan pembahasan, sampai mengadakan  rapat di Bandung. Ini dilakukan demi terciptanya iklim dan ekosistem media yang lebih baik. Oleh karena itu, kalau ada pihak yang merasa sebagai pemilik draf tersebut, ini dinilai mencederai kebersamaan dan akan berhadapan dengan konstituen Dewan Pers yang selama ini telah memberikan kontribusi dalam dalam penyusunannya.

Sedangkan Herik melihat sebuah keanehan apabila draf yang disusun bersama itu diklaim oleh kelompok lain. “Dewan Pers harus terbuka dan bisa menyatukan draf perpres tersebut. IJTI siap mengawal rancangan perpres media sustainability,” ujar Herik.

Sementara itu, Wens Manggut menambahkan, baginya yang penting adalah dalam penyusunannya harus klir (jelas) mengatur mengenai fungsi dari lembaga yang akan menjalankan perpres itu. Lembaga tersebut juga harus bisa mengambil posisi dan hubungannya dengan Dewan Pers.

Menanggapi hal ini, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, Wakil Ketua Dewan Pers, Muhamad Agung Dharmajaya, dan anggota Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro, menyatakan setuju atas masukan dari konstituen tersebut. Dewan Pers pada dasarnya adalah mengemban amanat yang diberikan oleh anggota konstituen.

Tenaga ahli bidang hukum Dewan Pers, Hendrayana, mengaku sudah menyampaikan legal anotasi dari hasil kajian akademis yang dilaksanakan Dewan Pers. Hasil kajian tersebut menyatakan, perpres itu menjadi bagian dari Undang-Undang Pers No 40/1999 yang diatur dalam pasal 15.

Dalam hal ini, UU Pers menyatakan bahwa tidak ada lembaga lain yang mendapatkan amanah untuk mengatur pers selain Dewan Pers. Dalam pelaksanaan operasionalnya, Dewan Pers selalu melibatkan konstituen. Hendra menambahkan, bahwa norma hukum untuk mengatur media di masa mendatang harus selalu dikedepankan.

Adapun sebelas konstituen Dewan Pers terdiri dari AJI, PWI, SPS, IJTI, SMSI, AMSI, JMSI, PFI (Pewarta Foto Indonesia), ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia), ATVLI, dan PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Indonesia).

Shares: