DANA Abadi pendidikan Aceh saat ini berjumlah Rp1,3 triliun. Keberadaannya mengendap di perbankan daerah, dan belum dapat disalurkan sebab ketiadaan regulasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Badan Legislasi (Banleg) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Ridwan Yunus, saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) rancangan qanun (Raqan) Aceh tentang dana abadi pendidikan, Senin (7/8/2023) di Banda Aceh.
Ya, lembaga legislatif itu, saat ini tengah menggodok aturan dalam pengelolaan dana abadi pendidikan. langkah itu dinilai penting, agar dana yang mengendap itu dapat berikan kemanfaatan bagi masyarakat.
Dana abadi pendidikan Aceh telah ada sejak 2003, dan nilainya sepanjang waktu dua puluh tahun telah berkembang. Jumlanya saat ini mengendap, besarannya fantastis Rp1,3 triliun.
Redaksi popularitas.com, mendapatkan salinan Raqan pengelolaan dana Abadi pendidikan. Terdapat sejumlah catatan kritis yang penting jadi perhatian, agar keberadaan dana itu lebih optimal dikelola nantinya.
Kita pahami bahwa, sebelum lahir Raqan, prosesnya telah melewati fase kajian akademis. Namun, dalam perspektif perundang-undangan, banyak klausul dalam aturan itu kering subtansi, hal tersebut tentu jadi bias saat dana itu dikelola.
Para pemikir yang mendrafting rancangan qanun itu, belum punya perspektif yang baik tentang mengelola uang besar, dan seperti apa seharusnya keberadaan dana itu di kelola yang beri kemanfaatan besar bagi masyarakat.
Sebagai warga Aceh, tentu kita punya ekspektasi dan harapan tinggi agar pengelolaan dana abadi pendidikan itu miliki kemanfaatan dan kemaslahatan. Karna itu, kaidah penting dalam suatu produk aturan legislasi yakni pondasi dari suatu perundang-undangan harus kokoh.
Nah, rancangan qanun dana abadi pendidikan yang saat ini di bahas oleh DPR Aceh, sama sekali tidak perlihatkan rancang bangun satu aturan yang kokoh.
Harus diingat bahwa, pondasi utama dalam pengelolaan dana abadi pendidikan, tidak semata mengikuti falsafah how to spent money atau bagaimana menghabiskan uang. Namun, harus lebih jauh berpikir dengan pegangan prinsip, how to make money atau seperti apa seharusnya dana abadi pendidikan berkembang dan bermanfaat secara keberlanjutan.
Dalam rancangan qanun yang diberikan, kami berpandangan bahwa, kapasitas kelembagaan Dinas Pengelola Keuangan Aceh (DPKA) sebagai instansi yang mengelola dana abadi pendidikan kurang memadai. Karna itu, penting dimasukan dalam klausul aturan tersebut untuk pembentukan lembaga independen yang terpisah sebagai pelaksana. Keberadaan instansi baru itu nantinya secara khusus bekerja mengelola dana abadi pendidikan.
Selanjutnya, kami menilai bahwa, investasi dana abadi pendidikan, jangan hanya dibatasi melalui instrumen deposito di perbankan daerah. Namun harus dikembangkan di sektor lainnya, seperti SBI, reksadana, obligasi, saham, sukuk, Gold investment, crowd funding dan pembiyaan infrastruktur pendidikan lainnya.
Skema investasi tersebut, sejalan dengan kaidah yang disebutkan sebelumnya bahwa, pengelolaan dana abadi pendidikan tidak sebatas how to spent monye, tapi harus disandarkan pada how to make money.
Instrumen deposito di perbankan daerah, dalam kondisi inflasi dan deflasi saat ini kurang relevan. Hal tersebut bahkan dapat membuat dana abadi pendidikan tidak berkembang lebih baik, sehingga kemanfaatannya dan keberlanjutan dalam pengelolaannya tidak dirasakan nanti oleh masyarakat.
Skema investasi dana abadi pendidikan Aceh yang nilainya sangat fantastis itu, jika sebatas di depositokan di perbankan daerah, tentu return yang dihasilkan hanya habis akibat dampak inflasi. sebagai contoh, jika hari ini, suku deposito yang berlaku antara 2-3 persen, dan inflasi rata-rata pertahunnya sebesar 2,7 persen, itu sama saja pengelolaan dana abadi pendidikan tidak berkembang.
Dengan skema itu, pengelolaan dana abadi pendidikan sejatinya akan cepat habis dan memakan dana pokok dari penempatan uang tersebut di perbankan daerah.
Selanjutnya, dalam rancangan qanun dana abadi pendidikan, penting untuk tidak ada pembatasan hanya pada sektor pendidikan formal semata. Sebab, perkembangan dunia saat ini bergerak dengan cepat dan mengarah pada pendidikan berbasis kompetensi.
Karna itu juga, penting diperhatikan bahwa pengelolaan dana abadi pendidikan dapat menyentuh dan mengarah pada sistem berbasis kompetensi. Sehingga, kedepannya, putra-putri terbaik Aceh bisa dibiayai untuk magang di sejumlah perusahaan seperti google, Facebook, Tesla, atau perusahaan global lainnya.
Dengan seperti itu, pelaksanaan teknis dalam pengelolaan dana abadi pendidikan Aceh itu, nantinya harus luwes dan adaptif terhadap dinamika dan perkembangan dunia pendidikan.
Harapan kita semua, semoga rancangan qanun dana pendidikan Aceh yang saat ini dibahas oleh DPR Aceh, harus mengedepankan kepentingan masyarakat dalam proses penyusunanya. Tidak semata disandarkan pada pragmatisme. Semoga.!(***EDITORIAL)