HeadlineKesehatan

MK gelar sidang uji materi UU Narkotika terkait penggunaan ganja untuk medis

Uji materi UU Narkotika diajukan oleh Koalisi Advokasi Narkotika untuk kesehatan bersama dengan tiga ibu dari anak-anak dengan cerebral palsy atau penyakit lumpuh otak kepada MK.
MK gelar sidang uji materi UU Narkotika terkait penggunaan ganja untuk medis

POPULARITAS.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang permohonan uji materi UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam persidangan yang dilangsungkan, Rabu, 14 September 2021 tersebut, pemohon mengajukan Stephen Rolles, Analis Kebijakan Senior di Transform Drug Policy Foundation, dari Inggris sebagai saksi ahli.

Uji materi UU Narkotika diajukan oleh Koalisi Advokasi Narkotika untuk kesehatan bersama dengan tiga ibu dari anak-anak dengan cerebral palsy atau penyakit lumpuh otak kepada MK.

Gugatan yang diajukan para pemohon sendiri, telah berlangsung sejak November 2021.

Patri Handoyo, dari Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan, dalam keterangan terulisnya yang dikirimkan ke popularitas.com, Rabu, 14 September 2021, menerangkan, Saksi ahli yang diajukan pihaknya, Stephen Rolles, dalam keterangannya didepan majelis MK menyampaikan, semua obat memiliki risiko bahkan ketika digunakan sesuai petunjuk. Banyak obat-obatan diketahui memiliki efek samping dan risiko yang harus dikelola dengan hati-hati oleh dokter, ahli farmasi, dan profesional kesehatan lainnya. 

Tidak hanya itu, obat-obatan seperti pil sakit kepala yang biasa dibeli di warung pun memiliki risiko jika digunakan secara tidak benar. Parasetamol misalnya, dapat menyebabkan kerusakan hati atau kematian jika dikonsumsi terlalu banyak.

Kekhawatiran seputar penyalahgunaan obat tidak dapat secara efektif diatasi oleh model pengendalian obat-obatan yang terlalu ketat atas ketakutan berlebihan akan penyelewengan dan penyalahgunaan. 

Sebagian besar obat yang disalahgunakan bukanlah obat yang diselewengkan, melainkan obat yang diproduksi dan dipasok secara ilegal. Kontrol atau pelarangan yang terlalu ketat tidak akan berdampak pada tingkat penyalahgunaan, namun tanpa disadari justru dapat merugikan pasien karena menghalangi dokter memberikan perawatan yang optimal.

Terakhir ia menekankan, membatasi ketersediaan obat hanya dengan resep, di rumah sakit dan lingkungan perawatan kesehatan lainnya yang diawasi, atau melalui apoteker berlisensi dan terlatih dengan benar, umumnya terbukti sebagai model kendali drugs (obat-obatan, narkoba) yang sangat efektif.

Tentu tidak ada sistem yang sempurna, dan penyelewengan dalam tingkat tertentu mungkin tidak terhindarkan.

Meski demikian, pengalaman global dan panduan PBB mengarah pada sistem untuk regulasi narkoba berbasis risiko yang bertanggung jawab melalui kerangka kelembagaan yang mapan, alih-alih menutup total kemungkinan pemanfaatan narkoba untuk tujuan medis. Sudah tepat apabila persoalan ini sepatutnya memang ada di ranah kesehatan masyarakat bukan di ranah pidana.

Para pemohon berdalil pelarangan penggunaan Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan melalui ketentuan Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika telah bertentangan dengan UUD 1945 yang menjamin hak warga negara untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28H ayat 1) dan memperoleh manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Pasal 26C ayat 1).

Dalam persidangan sebelumnya (30/8/2021), berlangsung pemeriksaan ahli yang diajukan para pemohon, yakni Asmin Fransiska (Dekan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta), David Nutt (pakar dari Imperial College London), dan Musri Musman (Guru Besar Kimia Bahan Alam dari Universitas Syah Kuala, Banda Aceh).

Dengan demikian, sidang Mahkamah Konstitusi telah memeriksa 4 ahli yang diajukan pemohon. Agenda sidang selanjutnya Selasa, 12 Oktober 2021 dengan agenda mendengarkan keterangan ahli yang diajukan para pemohon.

Editor : Hendro Saky

Shares: