FeatureHeadline

Nyakmu saksi sejarah kebangkitan Songket Aceh

Maryamu atau akrab dikenal masyarakat Gampong Siem Aceh Besar dengan nama Nyakmu, adalah saksi sejarah kebangkitan kerajinan tenun songket di Aceh. Perempuan yang telah tiada ini, meninggalkan warisan dan juga keteladanan bagi para perajin kain tradisional itu. Betapa tidak, walau Ia telah lama menghadap illahi, namanya tetap dikenang sebagai pelopor kebangkitan songket di Aceh.
Nyakmu saksi sejarah kebangkitan Songket Aceh

POPULARITAS.COM – Maryamu atau akrab dikenal masyarakat Gampong Siem Aceh Besar dengan nama Nyakmu, adalah saksi sejarah kebangkitan kerajinan tenun songket di Aceh. Perempuan yang telah tiada ini, meninggalkan warisan dan juga keteladanan bagi para perajin kain tradisional itu. Betapa tidak, walau Ia telah lama menghadap illahi, namanya tetap dikenang sebagai pelopor kebangkitan songket di Aceh.

Kerajinan tenun songket Aceh memang sudah dikenal sejak lama, namun kebiasaan masyarakat Aceh itu pudar dan sempat hilang. Era pemerintahan Gubernur Aceh Muzakir Walad, upaya untuk menghidupkan kembali tradisi itu dilakukan. Jajaran pemerintahan turun ke gampong untuk mencari dan menemukan perajin songket Aceh, dan akhirnya bertemu dengan Nyakmu yang telah merintis usaha songket di rumahnya sejak 1970.

Hal tersebut disampaikan Dahlia, salah satu anak perempuan Nyakmu saat popularitas.com bertandang ke rumahnya, Rabu (29/6/2022).

Dahlia yang terlihat cekatan merangkai helai demi helai benang berwarna-warni dengan menggunakan alat mesin tradisional itu, kembali melanjutkan ceritanya. 

Jadi, katanya lagi, Nyakmu kemudian diminta untuk melatih warga di Gampong Siem ini. Awal mulanya sebanyak sepuluh warga yang dibina, dan saat itu, ibu saya yang langsung jadi pengajarnya. 

Jumlah warga yang dibina terus bertambah seiring berjalannya waktu hingga Aceh berganti tongkat kepemimpinan kepada Abdul Madjid Ibrahim, sambungnya.  Puncak kejayaan songket Aceh Nyakmu terjadi antara tahun 1986-1993 saat Aceh dipimpin Gubernur Ibrahim Hassan, di mana Nyakmu saat itu memiliki 150 pekerja. Jangkauan pembinaan pun semakin meluas hingga ke kabupaten/kota lainnya.

“Ketika semua orang kampung sudah bisa semua menenun, pemerintah memperlebar pembinaan ke daerah lain, hingga Aceh Timur dan barat selatan Aceh,” kata Dahlia.

Dahlia sendiri, usianya sudah menanjak 62 tahun, namun dia tetap cekatan menggunakan mesin tradisional untuk menenun ragam dan bentuk kain tenun. “Nah ini yang saya sedang gunakan, namanya alat tenun kaki tangan,” sebutnya.

“Pekerjaan menenun ini diwarisi oleh ibu saya, Nyakmu,” kata Dahlia yang saat ini sudah menjadi pemilik usaha tenun songket Nyakmu.

Berkat kegigihan Nyakmu dalam mengembangkan kerajinan songket di Aceh, Ia bahkan diganjar Piala Upakarti oleh Presiden RI Suharto pada masa itu, terang Dahlia lagi. Karena itu, saat ini Gampong Siem telah menjadi terkenal sebagai desa songket di daerah berjuluk serambi mekkah ini.

Nyakmu Pelopor Kebangkitan Songket Aceh

Dahlia kembali melanjutkan, pada era 1980 an, songket buatan Nyakmu bahkan pernah di pamerkan di Singapura, Malaysia, dan bahkan Srilanka. Saat itu juga, ramai orang dari penjuru Aceh yang berkunjung ke rumah ini untuk belajar dan menimba ilmu dari beliau tentang cara menenun songket.

Sebagaian diantara mereka yang pernah menimbah ilmu dari Nyakmu, ada dari Banda Aceh, Aceh Jaya, dan bahkan Aceh Timur. Ketika mereka sudah mahir, masing-masing kemudian membuka usaha kain tentun di kampung halaman sendiri.

Atas keberhasilannya mengembangkan kelompon tenun songket Aceh itulah kemudian yang menjadi dasar almarhum Nyakmu digajar piala Upakarti tahun 1991 oleh Presiden Suharto, kenang Dahlia.

Krisis moneter yang terjadi pada era 1997, membuat pesanan dan order kain tenun berkurang, dan pemerintah juga tidak fokus untuk pengembangan kain tenun. Hal itu tidak membuat Nyakmu menyerah, bahkan almarhum terus berusaha membangkitkan kejayaan dan tradisi menenun.

Kini, usaha kerajinan songket Nyakmu telah diwariskan kepada anaknya Dahlia. Perempuan tersebut melanjutkan warisan dan tradisi menenun yang diwariskan Nyakmu. 

Proses menenun tetap dilakukan di perkarangan rumah almarhumah ibunya di Gampong Siem, Darussalam. Di sana, delapan alat menenun berjejer dalam sebuah bangunan berukuran 10 x 3 meter. Laku tak lalu, saban hari, Dahlia tetap menenun, selain sebagai merawat warisan orangtua, baginya menenun ini sudah menjadi bagian menjaga karya leluhur. 

Bagi warga Gampong Siem, menenun bukanlah pekerjaan utama mereka. Hal ini karena manyoritas warga yang bermukim di Gampong Siem memiliki pekerjaan utama sebagai petani. Sementara menenun adalah pekerjaan sampingan. 

“Pekerjaan utama kami bertani, karena kalau tidak bertani tidak ada yang bisa dimakan, karena pendapatan dari menenun tidak selalu ada,” ujarnya.

Motif pada tenun songket Nyakmu

Motif pada tenun songket Nyak Mu pada dasarnya diciptakan oleh masyarakat Aceh terdahulu dan dikembangkan kembali dengan berbagai macam motif yang indah melalui tangan-tangan terampil penenun Aceh.

Hal tersebut terungkap berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dina Octaviola, mahasiswa Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh pada tahun 2019 dengan judul “Tenun Songket Nyakmu di Gampong Siem Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar”.

Dalam penelitian itu, disebutkan bahwa motif pada tenun tersebut selain indah juga memiliki makna yang terkandung didalamnya, seperti motif pinto Aceh melambangkan kemakmuran dan kesuburan tanah di Aceh.

Ragam jenis kain tenun Songket Aceh Nyakmu di Gampong Siem, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar, Rabu (29/6/2022).

 

FOTO: Muhammad Fadhil/popularitas.comKemudian, motif bungong campli ini memiliki makna bersih dan suci, hal ini dilihat dari warna bunganya yang berwarna putih. Motif pucok reubong ini melambangkan regenerasi kehidupan yang senantiasa tumbuh dan harapan.

Lalu, motif bu kulah ini mempunyai makna sebagai suatu simbol pemersatu orang Aceh. Motif geulima meupucuk ini mengartikan perkembangan pemikiran orang Aceh dari masa kemasa. Bungong kalimah adalah kalimah Allah, hal ini agar manusia mengagungkan sang penciptannya.

Berikutnya, motif bungong meulu melambangkan kesucian dan kelembutan. Bungong matauroe melambangkan kecerdasan dan pemikiran orang Aceh yang begitu luas akan kependidikan, motif bungong kupula melambangkan keharmonisan kehidupan pada masyarakat Aceh.

Selanjutnya, motif ireh halua melambangkan keseimbangan dan keselarasan kehidupan pada masyarakat Aceh tanpa membedakan ras. Motif On Ranub memaknakan perdamaian dan kehangatan sosial.

Laku di Berbagai Penjuru Nusantara

Usaha songket Aceh Nyakmu bukan hanya diminati masyarakat lokal, tetapi juga di berbagai penjuru Nusantara, seperti Bali, Jakarta, Medan dan Bengkulu serta daerah-daerah lainnya.

Usaha songket Nyakmu sendiri saat ini memiliki tiga jenis yakni songket, selendang, dan sarung dengan berbagai macam motif. Adapun harganya juga bervariasi, mulai Rp1,2 juta hingga Rp1,7 juta, tergantung jenis dan motifnya.

“Omzetnya tidak menentu, kadang-kadang lancar lakunya, kadang-kadang tersendat cukup lama, tetapi kami tetap menenun,” ujar Dahlia.

Selain dibeli oleh masyarakat, produk Nyakmu juga dibeli oleh Dekranasda Aceh Besar dan beberapa perkantoran, untuk digunakan sebagai hadiah bagi tamu luar daerah.

“Khusus ibu Dekranasda Aceh Besar, beliau membeli songket, lalu mengolah lagi menjadi tas dan lain sebagainya,” tutur Dahlia.

Sebelum pandemi, songket Nyakmu kerap dilibatkan dalam berbagai pameran yang digelar pemerintah. Namun, saat pandemi melanda, pameran tersebut tak ada lagi.

Dalam meningkatkan daya jual, Nyakmu memanfaatkan media sosial dalam mempromosikan produknya, salah satunya melalui Instagram. Cara ini dinilai efektif, karena menjangkau ke seluruh Indonesia, bahkan dunia. “Melalui online kita ada instagram @songketacehnyakmu, kami melayani pemesanan luar kota,” demikian Dahlia. (**)

Shares: