POPULARITAS.COM – Perceraian adalah terputusnya suatu hubungan antara suami dan istri yang diakui secara sah oleh agama dan hukum. Hal itu tersebut umumnya terjadi karena berbagai faktor, diantaranya, perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, ekonomi, pertengkaran, dan lain sebagainya.
Perceraian dapat dilakukan di pengadilan agama atau mahkamah syar’iyah, di mana ada dua jenis perceraian, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Cerai talak merupakan permohonan perceraian yang diajukan oleh suami, sementara cerai gugat merupakan gugatan perceraian yang diajukan istri.
Untuk mengajukan gugatan cerai tersebut, pemohon dapat mengajukan secara tertulis maupun secara lisan. Pemohon juga dapat meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syariah tentang tata cara membuat surat gugatan.
Perceraian berdampak pada bekas suami dan istri yang kehilangan statusnya, termasuk anak, seperti merasa bingung, resah, risau, malu, sedih, dan sering diliputi perasaan dendam, benci.
Dalam Islam sendiri, perceraian merupakan hal yang sangat dibenci Allah SWT. Namun, banyak orang lebih memilih bercerai dengan anggapan untuk mendapatkan kenyamanan dalam hidup.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh, Tiara Sutari, perceraian sangat berdampak terhadap anak, termasuk pada tumbuh kembangnya.
Apalagi, sang ibu yang tak memiliki kekuatan finansial ketika sang ayah tak ingin memberikan nafkah terhadap anaknya, yang menjadi kewajiban. “Hal itu sangat berdampak, termasuk ke jenjang pendidikan si anak, juga terhadap kesehatan si anak itu sendiri,” ujarnya kepada popularitas.com.
Belum lagi, jelas Tiara, si anak tersebut belum siap menerima keputusan bahwa orang tuanya berpisah. Secara psikis, kata dia, si anak tersebut pasti mengalami masalah. “Dampaknya beragam, seperti misalnya prestasi di sekolah menurun, mungkin bisa menjadi nakal, termasuk mengganggu kepercayaan terhadap orang tuanya sendiri, pasti dampaknya ada,” pungkasnya.
Pada semester satu tahun 2024, Mahkamah Syar’iyah Aceh mencatat bahwa setidaknya ada 2.858 perkara, di mana seorang istri menggugat cerai suaminya.
Angka tersebut meningkat jika dibandingkan dengan semester satu tahun 2023 lalu, yang jumlahnya mencapai 2.852 perkara. “Ada peningkatan enam perkata dibandingkan tahun lalu, di mana istri ajukan gugatan cerai ke suami,” ujar Panitera Muda Hukum Mahkamah Syar’iyah Aceh, Hermansyah pada Juli 2024 lalu.
Hermansyah pun membeberkan faktor penyebab tingginya kasus istri gugat cerai suami, yang mana banyak terjadi karena perselisihan dan pertengkaran yang terjadi secara terus menerus.
Perceraian juga menjadi penyebab timbulnya fatherless (kehilangan sosok seorang ayah) bagi anak-anak, selain kematian serta ayah yang tak bertanggung jawab, yang pasti dampaknya begitu sangat buruk.
Direktur Koalisi Advokasi dan Pemantau Gak Anak (KAPHA) Aceh, Taufik Riswan memberikan pandangan tentang fatherless yang berdampak sangat signifikan bagi perkembangan anak. “Anak yang fatherless lebih berisiko mengalami masalah perilaku, seperti agresif, kenakalan dan yang lainnya,” ujar Taufik.
Menurut Taufik, anak Fatherless juga akan lebih berisiko mengalami masalah emosional, seperti depresi, kecemasan, dan masalah harga diri. “Indonesia sebagai negara dengan jumlah keluarga fatherless terbanyak di dunia yang berdasarkan data dari UNICEF tahun 2021 bahwa sekitar 20,9 persen anak-anak di Indonesia tumbuh tanpa kehadiran ayah,” jelasnya.
“Sehingga, Indonesia disebut sebagai fatherless country atau negara tanpa ayah di posisi ketiga tertinggi di dunia,” kata Koordinator Bidang Kemahasiswaan Universitas Muhammadiyah Mahakarya (UMMAH) Aceh ini.
“Fatherless memiliki dampak yang signifikan pada perkembangan anak. Anak yang fatherless lebih berisiko mengalami masalah perilaku, seperti agresif, kenakalan hingga ke penggunaan obat-obatan terlarang,” tutupnya.
Dikutip dari berbagai sumber lainnya, berikut beberapa efek negatif yang dapat dialami anak akibat perceraian orang tua antara lain:
1. Trauma Emosional:
Anak dapat mengalami trauma emosional dikarenakan perubahan struktur keluarga dan kehilangan salah satu orang tua.
Karena anak yang masih berusia dini masih membutuhkan sosok kedua orang tua yang dapat mendidik atau membimbing dan mengayomi anak tersebut.
Perceraian dapat menimbulkan berbagai perasaan bagi sang anak di antaranya malu, terluka, stres, kecemasan, atau depresi karena perasaan kehilangan dan ketidakpastian.
2. Pengaruh Terhadap Perkembangan Jiwa:
Saat orangtua memutuskan untuk bercerai, maka anak akan berisiko kehilangan rasa percaya diri, ketenangan batin, gangguan perkembangan mental, emosional, psikososial dan kehilangan cita-cita.
Mereka tidak lagi memiliki semangat dalam menjalani kehidupan. Hasilnya, mereka akan berkembang menjadi pribadi yang paranoid.
Sifat paranoid ini akan membuatnya menarik diri dari pergaulan di masyarakat dan ia akan memilih untuk bersembunyi dalam kesendirian atau malah menjadi seorang pribadi yang kasar.
3. Penurunan Akademik:
Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli, anak-anak dari korban kasus perceraian akan mengalami masalah perilaku, terutama dalam belajar.
Kegiatan belajar mereka cenderung tidak lagi ada yang mengontrol, sehingga berdampak pada kemampuan akademik mereka.
4. Perubahan Kondisi Finansial:
Perceraian sendiri dapat berdampak pada perubahan kondisi finansial keluarga, apalagi jika hanya salah satu pasangan yang mengurus finansial anak tersebut (single parents), yang dimana dapat mempengaruhi kualitas hidup anak dan membuat mereka cenderung merasa stres.
Oleh karena itu, disimpulkan bahwa orang tua merupakan bagian terpenting dari proses tumbuh kembang anak, dan adanya orang tua juga sangat memberi dampak yang besar terhadap sifat dan tingkah laku anak.
Apabila sampai terjadi perceraian, hal tersebut akan sangat berdampak negatif bagi kesehatan mental anak tersebut.
Misal, kurangnya interaksi antara anak dan kedua orang tua yang dimana itu dapat membuat anak cenderung memiliki sifat minder, dan anak juga kurang mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Sehingga, anak mencoba berbagai hal- hal negatif agar menarik perhatian dari kedua orang tuanya. Selain itu, perceraian juga dapat menghambat perkembangan psikologis anak.
Orang tua memiliki posisi yang sangat vital bagi tumbuh kembang anak, dan apabila orang tua berselisih paham dengan pasangannya ada baiknya jangan sampai anak mengetahui hal tersebut. Apalagi, jika sampai ada yang namanya KDRT di hadapan anak, yang dimana takut menjadikan contoh kepada pasangan dari anak itu kelak.