Dinas Kebudayaan dan Pariwisata AcehNews

Rangkaian prosesi upacara pernikahan adat di Aceh

Potret Prewedding Ria Ricis dan Teuku Ryan Pakai Adat Aceh. [Instagram/fdphotography90]

POPULARITAS.COM – Provinsi Aceh terdiri atas 23 kabupaten/kota. Dalam masyarakat Aceh, memiliki berbagai macam adat, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

Adat adalah gagasan kebudayan yang terdiri dari nilai-nilai budaya, norma, kebiasaan, kelembagaan dan hukum adat yang mengatur tingkah laku manusia antara satu sama lain, yang lazim dilakukan di dalam suatu kelompok masyarakat.

Adat dan budaya Aceh memang sangat unik serta beragam, setiap tradisinya menyimpan makna dan filosofis tersendiri. Apalagi provinsi Aceh terdiri atas 23 kabupaten/kota, tentunya setiap kebupaten/kota memiliki adat dan budaya tersendiri.

Salah satu yang masih dipertahankan dan dijunjung tinggi adalah budaya pada prosesi pernikahan adat. Seperti juga dengan suku yang lainnya, calon pengantin Aceh diharuskan mengikuti serangkaian adat menjelang hari pernikahan.

Berikut Rangkaian Prosesi Upacara Pernikahan Adat Aceh

Jak ba ranup (antar sirih)
Jak ba ranup merupakan prosesi paling awal sebelum pernikahan. Tujuannya adalah meminang dan mendapat kesepakatan dari kedua keluarga. Jak ba ranup disebut juga lamaran, yang dimulai ketika pihak mempelai pria membawa seserahan berupa sirih, kue, dan lain-lain. Prosesi ini akan berlanjut ketika calon mempelai wanita yang diberi kesempatan menjawab, bahwa ia bersedia untuk menikah dengan calon mempelai pria.

Jak ba tanda (antar tanda)
Jak ba tanda sama artinya dengan bertunangan, dan merupakan kelanjutan dari meminang. Pada prosesi ini keluarga calon pengantin pria datang lagi ke kediaman calon mempelai wanita sembari membahas pernikahan, jumlah mahar, waktu pelaksanaan pernikahan, serta jumlah tamu undangan.

Selain itu calon mempelai pria membawa seserahan berupa ketan kuning, buah-buahan, seperangkat pakaian, dan perhiasan sesuai kemampuan keluarga pria. Menurut Arby, (1980:6), dalam bukunya yang berjudul Upacara Perkawinan Adat Aceh, menjelaskan maksud dari upacara tersebut yaitu untuk memperkuat tanda jadi, biasanya calon mempelai pria membawa sirih lengkap, dengan macam-macam bahan makanan kaleng, seperangkat pakaian yang dinamakan lapek tanda dan perhiasan dari emas sesuai kemampuan calon mempelai pria.

Pakaian adat Aceh untuk laki-laki dan perempuan yang penuh dengan filosofi budaya serta sejarah di dalamnya. (Foto: Instagram: @iskandarstory)
Salinan ini telah tayang di https://metropolis.id/news/mengenal-pakaian-adat-aceh-untuk-laki-laki-dan-perempuan-lengkap-dengan-filosofinya/index.html.

Boh Gaca (memakai inai)/malam inai
Malam inai atau malam boh gaca adalah malam menjelang pesta pernikahan yang terdiri dari upacara peusijuek (pemberian tepung tawar) kepada dara baroe dan peusijuek gaca, serta batee meupeh (batu giling yang berarti memberi dan menerima restu serta mengharapkan keselamatan.

Prosesi ini diadakan dengan harapan untuk mendapatkan kebahagiaan pada kedua mempelai dan dimudahkan rezekinya. Acara boh gaca biasanya dilaksanakan sampai tiga malam berturut-turut.

Ijab Kabul
Upacara adat nikah ijab Kabul merupakan syarat mutlak sahnya perkawinan menurut agama Islam. Sebelum akad nikah dilakukan, teungku kadhi menanyakan keadaan calon kedua mempelai, apakah keduanya sudah bersedia untuk menikah. Serta pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut soal rumah tangga dan peribadatan.

Sebelum akad nikah di mulai, Tengku Kadhi sebagai petugas Kuakec, beserta ahli waris pihak laki-laki, memeriksa mahar/jeulamee (maskawin), yang diserahkan oleh yang mewakili, yaitu orang tua ahli waris pihak mempelai pria. Bersama mahar (jeulamee), diserahkan bermacam bawaan baik berupa pakaian, makanan, maupun alat-alat kosmetik lainnya, yang dibungkus rapi dalam talam bertutup seuhap(kain penutup motif aceh).

Biasanya lafaz nikah dilaksanakan dalam bahasa Aceh “ulon tuan peu nikah aneuk lon (apabila ayah perempuan yang menikahkan)….(nama mempelai wanita), ngon gata ….(nama mempelai pria), ngon meuh…..(jumlah mahar yang telah di sepakati). Dan mempelai pria menjawab dengan jawaban : “ ulon teurimong nikah ngon kawennya …(nama mempelai wanita), ngon meuh …. (jumlah mahar) mayam, tunai. Ada beberapa lafaz yang disepakati dan berbeda-beda, disesuaikan dengan kesepakatan dan adat istiadat setempat.

Tueng Linto Baroe/woe Linto
Prosesi ini merupakan salah satu upacara yang paling dinantikan, karena merupakan acara puncak penyambutan linto baroe, dan diantar ke rumah dara baroe. Menurut Arby (1989 :16) menjelaskan dalam bukunya yang berjudul upacara perkawinan adat Aceh, maksud dari upacara ini adalah sebagai berikut:

“Dalam upacara ini mempelai wanita sudah dirias dan memakai busana adat Aceh lengkap dengan sanggul dan cak cengnya (sunting). Sebelum bersanding, mempelai wanita dibimbing menghadap kedua orang tua untuk melakukan sungkem kepada kedua orang tua, kemudian baru di dudukkan di pelaminan menunggu mempelai pria dan rombongan tiba. Begitu juga dengan linto baroe, setelah berpakaian lengkap melakukan sungkem kepada kedua orang tua untuk mendapatkan restu barulah berangkat ke rumah mempelai wanita”.

Mempelai pria dan rombongan dipersilahkan masuk dan diserahkan kepada orang tua adat dari pihak wanita. Lalu mempelai pria di payungi dua orang tetua adat dari pihak wanita, dan selanjutnya dibimbing untuk rah gaki (membasuh kaki). Hal ini merupakan perlambang bahwa untuk memasuki rumah tangga harus dalam keadaan suci lahir dan batin.

Mempelai wanita yang duduk menanti mempelai pria kemudian dibimbing untuk menyambut mempelai pria dengan melakukan seumah (sungkem) kepada mempelai pria, sebagai tanda hormat dan penuh pengabdian. Dalam upacara penyambutan linto baroe, biasanya diiringi dengan tarian ranup lampuan (tarian penyambutan tamu dalam adat masyarakat Aceh) dan berbalas pantun.

Tueng Dara Baroe (mengundang mempelai wanita)
Upacara tueng dara baro merupakan prosesi mengundang mempelai wanita beserta rombongan ke rumah mertua (orang tua linto baroe). Upacara ini biasanya dilaksanakan pada hari ke tujuh setelah upacara woe linto.

Pada upacara ini dara baroe diiringi satu atau dua orang tua adat, dan membawa kue-kue khas Aceh yang ditempatkan dalam talam/dalong yang telah di hiasi dan ditutup dengan seuhap (kain penutup sange/tudung saji yang disulam dengan benang emas/kasab.

Tiba di gerbang, dara baroe di sambut dengan taburan breuh padee (beras padi), bunga rampai (bungong rampoe) dan on seuneujeuk (daun untuk tepung tawar).

Pada prosesi ini, penyambutannya sama dengan upacara woe linto, hanya pada acara tueng dara baroe ini tidak ada balas pantun dan cuci kaki.

Itulah beberapa rangkaian prosesi adat pernikahan dalam masyarakat Aceh yang sarat makna dan filosofis. Semoga prosesi ini dapat terus di lestarikan oleh generasi selanjutnya, sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi leluhur yang sudah dilaksanakan secara turun temurun.

Shares: