HeadlineInvest in Aceh

Selama Pandemi, Pelayanan Perizinan Melalui Daring

Selama Pandemi, Pelayanan Perizinan Melalui Daring
Kepala Bidang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan A Dinas Penanaman Modal dan PTSP (DPMPTSP) Aceh, Marzuki, Selasa, 21 Juli 2020. (Fadhil/popularitas.com)

BANDA ACEH (popularitas.com) – Pandemi Covid-19 membuat semua pihak harus lebih kreatif dan inovatif, karena ada beberapa kebiasaan lama yang tak dapat dilakukan selama wabah virus corona terjangkit di Nusantara ini.

Kondisi ini tidak hanya berdampak sektor kesehatan, juga menjerat multisektor, termasuk proses perizinan selama ini dapat dilakukan secara tatap muka. Namun selama pandemi, kebiasaan pengurusan perizian dilakukan secara offline, harus berubah menjadi secara daring.

Ini dilakukan untuk menjalankan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19 – yaitu tidak terlalu banyak berkumpul orang di suatu tempat hingga dapat memutuskan mata rantai penyebaran virus mematikan ini.

Kendati demikian, proses pelayanan publik Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh tidak boleh berhenti. Pelayanan perizianan, konsultasi hingga berbegai kegiatan lainnya tetap harus berjalan dengan baik, meski sedang mewabah virus corona.

Kepala Bidang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Non-perizinan DPMPTSP Aceh, Marzuki menjelaskan,  untuk menjawab kebutuhan pelayanan publik itu selama pandemi Covid-19, pihaknya juga memberi beberapa kemudahan dalam proses perpanjangan perizinan.

Kemudahan dimaksud adalah setiap proses perpanjangan izin, pihaknya tak lagi melakukan verifikasi lapangan. Tetapi pengusaha hanya membuat permohonan perizinan melalui daring dan aplikasi yang telah disiapkan oleh DPMPTSP Aceh.

“Ada beberapa sektor yang diberitakan kemudahan, terutama menyangkut dengan verifikasi lapangan. Ada beberapa kementerian yang memberi kemudahan, jadi menyurati DPMPTSP kabupaten/kota dan provinsi untuk hal-hal tertentu ini bisa,” kata Marzuki, Selasa (21/7/2020).

Ia mencontohkan, sektor perikanana dan kelautan, ada surat edaran dari Dirjen Penangkapan Ikan, tidak perlu verifikasi lapangan. Cukup menggunakan data lama. Sedangkan untuk perizinan yang baru diminta untuk menunda dulu penerbitan izinnya.

Karena tak ada verifikasi lapangan, kata Marzuki, jika terjadi pelanggaran atau tak menaati kewajiban-kewajiban yang ada dalam dokumen izin, maka resiko ditanggung oleh pemilik usaha tersebut.

“Itu resiko mereka sendiri, karena unsur eksternal yang melakukan pengawasan di laut,” katanya.

Selama masa pandemi, Marzuki mengaku permohonan perizinan sejumlah jenis usaha di Provinsi Aceh via daring meningkat hingga 30 persen. Sebelum Covid-19, yang mendaftar secara daring hanya 20 persen.

“Sebelum Covid-19, 20 persen online pemohon via online, katakan saja 20 persen ini sekitar 100 pemohon, kalau sekarang hampir 400 pemohon, berarti sekitar 30 persen meningkat menggunakan online,” ujar Marzuki.

Ia menjelaslkan, jumlah pemohon perizinan di Aceh rata-rata setiap hari mencapai 15 orang. Sebagian di antaranya merampungkan proses perizinan melalui online, selebihnya mendatangi DPMPTSP setiap hari kerja.

Dalam pelayanannya, ujar Marzuki, setiap pemohon juga diharuskan menerapkan protokol kesehatan, seperti pengukuran suhu tubuh, pakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak saat proses antrean.

Selama Covid-19, pelayanan pemohon perizinan hanya dibuka mulai jam 08.00 WIB hingga 12.00 WIB. Sementara pada new normal, proses pelayanan sudah normal kembali seperti biasa.

Selain di DPMPTSP, pelayanan permohonan perizinan juga dibuka di Mal Pelayanan Publik (MPP) Kota Banda Aceh. Jam kerjanya yakni mulai 08.00 WIB-11.30 WIB dan 13.30 WIB-16.45 WIB.

“Di Mal Pelayanan ada juga, mekanisme sama juga. Malah, selama pandemi mal itu ditutup, baru di era new normal kita menempatkan petugas. Sudah hampir dua minggu,” sebut Marzuki.

Selama pandemi, pihaknya hanya fokus melayani proses perpanjangan perizinan investasi di Aceh, seperti tambang, galian C, izin trayek, dan penangkapan ikan bagi para nelayan yang memilkiki kapal di atas 30 GT di perairan Aceh.

“Sementara sektor kesehatan sebenarnya terjadi lonjakan. Tetapi ini kan persoalan kewenangan. Pengadaan alkes itu kewenangan pusat, kalau kita lihat peristiwa corona ini kan idealnya yang bergerak paling besar sektor kesehatan,” tuturnya.

Pemilik Usaha Mulai Paham Tentang Online

Marzuki menjelaskan, sejak diluncurkan pada 2019 lalu, penggunakan sistem online terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Ini terjadi karena pemahaman pemilik usaha tentang teknologi semakin baik.

Selain bisa ditonton di youtube, pihaknya juga sering memberi pembekalan kepada pemilik usaha untuk memperpanjang izin usahanya via online. Pembekalan yang pernah diberikan adalah kepada nelayan di bawah panglima laot dan pelaku industri di bawah KADIN.

Dengan adanya online ini,  sebutnya, pemenuhan komitmen harus betul-betul diverifikasi. Pemohon datang ketika proses pengaktifan izinnya, petugas memaspastikan dokumen itu tidak paslu.

Karena tidak perlu verifikasi di lapangan, mereka cukup melengkapi perlengakapan administrasi, jika dianggap sudah sesuai legalitasnya terjamin, maka perizinan investasi tersebut segera diterbitkan.[adv]

Shares: