News

Walhi minta penegak hukum usut pratek ilegal PT Sawit Panen Terus di Subulussalam

Walhi minta penegak hukum usut pratek ilegal PT Sawit Panen Terus di Subulussalam

POPULARITAS.COM – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh meminta aparat penegak hukum untuk mengusut praktik ilegal PT Sawit Panen Terus (SPT) yang membuka lahan di Desa Batu Napal, Desa Namo Buaya dan Desa Singgersing, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam.

Praktik ilegal land clearing (proses pembersihan hingga penyiapan lahan untuk digunakan kembali) perusahaan sawit itu telah berdampak buruk terhadap kondisi lingkungan hidup.

Direktur WALHI Aceh, Ahmad Shalihin mengatakan, berdasarkan informasi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLKH) Kota Subulussalam, PT SPT belum mengantongi izin apapun.

Sehingga, kata pria yang akrab disapa Om Sol ini, dapat dikatakan bahwa perusahaan sawit itu beroperasi secara ilegal dan ini masuk ranah pidana.

“Kami minta PT SPT hentikan kegiatannya dan aparat harus mengusut tuntas praktik ilegal itu. Ini bentuk dari perambahan dan sudah masuk unsur pidana,” ujarnya kepada popularitas.com, Kamis (23/5/2024).

Secara aturan, sebuah perusahaan yang hendak membuka lahan untuk perkebunan, terutama komoditas sawit wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) atau Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).

Hal ini merujuk dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pada pasal 4 tegas disebutkan “Setiap rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak terhadap Lingkungan Hidup wajib memiliki AMDAL, UKL-UPL atau SPPL.

“Celakanya, ternyata PT SPT belum mengantongi izin apapun saat melakukan land clearing untuk perkebunan sawit yang sudah berlangsung sejak awal 2024. Padahal di lokasi tersebut terdapat beberapa aliran sungai, yaitu sungai Singgersing, Lae Sukat, Rikit dan lainnya,” jelasnya.

Akhirnya hal tersebut berdampak di mana beberapa sungai terjadi perubahan, kondisi air menjadi sangat keruh dan bongkahan kayu hanyut bisa mengancam keselamatan warga.

Kekeruhan sungai itu disebabkan pembukaan lahan hutan menjadi areal perkebunan dengan metode terasering pada hulu sungai-sungai tersebut, tanpa memperhitungkan topografi, aliran air, dan sempadan sungai.

“Pembersihan lahan itu menggunakan alat berat. Ini menjadi aneh kok baru sekarang ribut-ribut, ini kami meyakini ada orang kuat di belakang, jadi kami minta usut tuntas sampai ke akarnya, jangan ada yang beking-membekingi,” pintanya.

Praktik ilegal tersebut, selain berdampak terhadap keselamatan warga yang tinggal dekat sungai, juga berdampak buruk terhadap ekosistem.

Pembukaan lahan tanpa memperhatikan kaedah-kaedah land clearing berdasarkan AMDAL, juga berpotensi merusak perairan sungai beserta biodiversity, terancam terjadi longsor, banjir bandang dan bahkan terjadi kekeringan.

Karena itu, WALHI Aceh juga mendesak DLHK Kota Subulussalam untuk secepatnya melakukan audit kerugian lingkungan, sehingga dalam penegakan hukum tidak hanya menyasar pelaku akan tetapi juga memasukkan kerugian lingkungan di dalamnya. “PT SPT harus bertanggung jawab kerusakan yang terjadi, harus memperbaiki kerusakan hutan yang telah dirusak, tidak boleh ada pengampunan atas praktek ilegal tersebut,” tegasnya.

Shares: