HeadlineNews

Ancaman perang global dan posisi Indonesia

Krisis perang Rusia dan Ukraina seperti belum akan berakhir. Bahkan, dari Medan perang, eskalasi pertempuran kedua negara semakin sengit. Keterlibatan NATO dan Amerika Serikat, serta sekutunya, menambah daftar panjang sulitnya perang akan cepat usai.
Perang global dan ancaman bagi Indonesia
Presiden Joko Widodo (kiri) berjabat tangan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) usai menyampaikan pernyataan bersama di Istana Kremlin, Moskow, Rusia, Kamis (30/6/2022). . ANTARA FOTO/BPMI-Laily Rachev/rwa. (ANTARA FOTO/BPMI - LAILY RACHEV)

POPULARITAS.COM – Krisis perang Rusia dan Ukraina seperti belum akan berakhir. Bahkan, dari Medan perang, eskalasi pertempuran kedua negara semakin sengit. Keterlibatan NATO dan Amerika Serikat, serta sekutunya, menambah daftar panjang sulitnya perang akan cepat usai.

Perang Rusia dan Ukraina juga beri dampak bagi perpecahan blok negara-negara besar. secara diam-diam sejumlah negara beri dukungan pada Putin. Eropa dan Amerika justru lebih terbuka mendukung Ukraina dalam perang tersebut. 

Departeman Pertahanan Amerika Serikat (AS) menyebutkan, sejak invasi Rusia ke Ukraina, negaranya telah menggelontorkan bantuan ke negeri yang di pimpin Presiden Vladimyr Zelensky itu mencapai Rp403,1 trilun, atau 27,2 miliar dolar AS. 

Dikutip dari laman resmi Kementrian Pertahanan AS yang dilansir Antara, dalam waktu dekat, negeri Paman Sam itu juga akan memberikan tambahan bantuan militer senilai Rp2,5 miliar dolar, atau Rp37,73 triliun untuk pemenuhan kebutuhan keamanan, dan pertahanan Ukraina.

Begitu juga dengan sejumlah negara Eropa sebagai sekutu utama Amerika Serikat, sebut saja, Inggris, Jerman, Polandia, secara vulgar terus mengirimkan paket bantuan persenjataan ke Ukraina.

Di satu sisi, Rusia juga terus mengkonsolidasikan negara-negara yang memiliki kesamaan visi dengan negeri beruang merah itu, sebut saja lobi dengan China, Brazil, Iran, dan bahkan Arab Saudi.

Memang, secara terang bendera, China, dan Iran tak pernah mengumumkan dukungannya ke Rusia, tapi implist, semua pihak dapat melihat adanya campur tangan negara-negara tersebut untuk Rusia.

Dampak keterlibatan sejumlah negara mendukung Rusia, membuat Amerika Serikat berang. Negara adidaya itu mencoba usik peran China di perang Ukraina dengan memainkan isu Taiwan.

Secara terang benderang, lewat UU Pertahanan Baru Amerika Serikat, negara Paman Sam itu, memberikan paket bantuan militer untuk Taiwan senilai 10 miliar dolar. Tentu saja hal itu dianggap provokasi oleh China.

Hal terburuk, perang Amerika dan China hanya soal menunggu waktu, dan dipastikan hal tersebut akan terjadi, jika dengan dukungan Amerika Serikat, Taiwan mendeklarasikan kemerdekannya.

Lantas, bagaimana posisi Indonesia dalam konflik global itu. Ini menjadi penting bagi negara sebesar republik ini guna menentukan pilihannya, dan meningkatkan kewaspadaannya terhadap segala potensi, dan ancaman bagi kedaulatan bangsa.

Wakil Gubernur Lemhanas Letnan Jenderal TNI Mohamad Sabrar Fadhilah, saat di Banda Aceh, Minggu (30/1/2023) menyebutkan, pemantapan nilai pancasila penting bagi negara ini dalam hadapi ancaman global.

Warga lokal dan pelaut Mikhail Vais, 58 tahun, duduk di sebuah kursi di samping seekor anjing di luar sebuah rumah yang rusak berat di tengah konflik Ukraina-Rusia di selatan kota pelabuhan Mariupol, Ukraina, Kamis (12/5/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Alexander Ermochenko/aww/cfo

 

Dirinya mencontohkan, konflik negara-negara besar seperti perang antara Rusia dan Ukraina serta persaingan ekonomi antara Amerika dan China juga turut berdampak terhadap kondisi kehidupan di Tanah Air.

“Sakit di sana efeknya terasa sampai ke sini, karena dari situ ada efek keterlambatan rantai pasok dan berdampak pada sektor ekonomi dan seterusnya, itu menjadi bagian yang harus kita waspadai,” ujarnya.

Indonesia jangan hanya jadi penonton

Sekretaris komite Persahabatan Rakyat Rusia-Indonesia, Muhammad Zulfan punya pandangan yang berbeda. Menurutnya, dengan kondisi global saat ini, Indonesia tidak bisa jadi penonton saja. Tapi harus bersiap, dan ikut menyusun agenda dan masa depan dunia multipolar.

Perang Ukraina dan Rusia, akan beri dampak penting bagi perubahan tatanan global. Sistem baru akan menggantikan sistem lama. Nah, posisi Indonesia sangat penting, dan harus ikut andil didalamnya.

Dunia multipolar adalah satu keniscayaan, dan hal itu tak dapat ditolak. Saat ini, proses tengah bergerak ke arah sana, yakni membangun tatanan dunia yang lebih adil, terang Jawon, karib Muhammad Zulfan disapa.

Ia menceritakan, pasca kejatuhan Unisovyet, dunia berpikir akan tercipta kedamaian. Faktanya justru makin berdarah-darah. Iraq, Libya, Syria, Yaman, dan banyak negara di Afrika yang terus berperang.

Mengapa hal tersebut bisa terjadi, ujar  Jawon, itu karena imperium Amerika Serikat berkuasa penuh atas dunia ini. Siapa saja yang tidak tunduk, dan patuh pada kepentingan USA, maka akan dimusnahkan, di perangi, di kudeta, dan rongrongan lainnya.

Belum lagi menurut Zulfan, aneka sanksi ekonomi terhadap negara-negara yang dianggap musuh, ribuan orang Iran, Venezuela, Cuba dan negara lain jadi korban akan siege warfare seperti ini.

Akhirnya, Ia mengingatkan saat ini dunia bergerak menolak hegemoni ini. Rusia memulai di Syria bersama Iran. Kemudian tensi di Ukraina makin memanas, imperium ingin menghukum rusia, mencoba mengisolasi dan memecah rusia dari dalam. 

“Tapi kali ini seluruh dunia melawan bersama. Tidak semua negara mau ikut dalam kerangka barat, malah barat mengisolasi diri sendiri,” ujarnya.

Indonesia tidak perlu ragu mengambil langkah independen

Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva mengatakan Indonesia tidak perlu ragu untuk mengambil langkah-langkah independen demi menegakkan kedaulatan bangsa dan negara.

“Justru krisis dunia saat ini memberikan kesempatan untuk Indonesia dan Rusia untuk membangun sistim bisnis, industri, tehnologi dan energi baru yang dapat meningkatkan keuntungan bersama kedua negara,” tegaskan.

“Banyak pebisnis Rusia ingin bisa bekerjasama masuk ke Indonesia. Bagi kami Indonesia ada kunci kerjasama di Asia Tenggara sejak masa presiden Soekarno,” ujarnya.

Saat ini  menurutnya, Rusia berada di tengah sanksi barat yang sangat tidak adil namun tidak efektif. “Kami bisa membuktikan justru berbagai sanksi ekonomi menjadikan negara kami kuat. Kami ingin berbagi pengalaman untuk membangun sebuah sistim baru yang lebih adil,” tegasnya.

Perang di Ukraina menurut Lyudmila adalah perang barat untuk menghancurkan Rusia dengan lokasi di Ukraina. “Konflik ini bukan tentang Ukraina. Saya lahir di Kyiev, Ukraina. Kami semua bersaudara antara Rusia dan Ukraina. Namun Ukraina menjadi alat politik mengganggu Rusia,”

Hal ini menurutnya karena meraka tidak setuju dengan pemerintah Rusia selama puluhan tahun. Semua negara menjadi kolonial barat.  “Indonesia paling tahu soal ini. Kami tidak setuju kolonialisme barat. tidak ada negara yang mau menjadi bagian dari kolonialisme,” ujarnya. 

Shares: