EkonomiNews

Defisit Bengkak, Pemerintah Bakal Ubah Perpres 54/2020

Syafriadi Dilantik Menjadi Kepala Kawil DJPb Aceh
Sri Mulyani. (foto: Harianhaluan)

JAKARTA (popularitas.com) – Pemerintah menyiapkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) No.54/2020 untuk menampung perubahan struktur fiskal yang digunaka untuk penanganan dampak pandemi Corona atau Covid-19.

Perpres Nomor 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN Tahun Anggaran 2020. Perpres tersebut dikeluarkan Istana berdasarkan Perppu No 1 Tahun 2020.

Hal ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menggelar konferensi pers terkait perkembangan terbaru soal program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dan Perubahan Postur APBN 2020.

“Perpres akan direvisi untuk menampung kebutuhan antisipasi sampai akhir tahun,” kata Sri Mulyani, Rabu, 3 Juni 2020.

Sri Mulyani menambahkan perubahan Perpres ini diperlukan karena adanya sejumlah pergerseran dari tiga komponen utama APBN mulai dari penerimaan, belanja, dan pembiyaan.
Data Kemenkeu menunjukkan total outlook belanja APBN tahun 2020 mencapai Rp2.738,4 triliun atau lebih tinggi Rp124,5 triliun dari outlook Perpres No.54/2020.

Angka per 2 Juni ini juga lebih tinggi skema outlook belanja negara yang kedua yakni Rp2.720,1 triliun. Otoritas fiskal dalam dokumen ini juga menyebutkan melonjaknya kebutuhan belanja ini setidaknya dipicu oleh perubahan komponen dalam struktur belanja negara.

Pertama, subsidi LPG yang semula Rp6,5 triliun menjadi Rp9,95 triliun. Pembengkakan subsidi LPG ini terjadi karena penyesuaian harga kontrak dengan Aramco.

Kedua, naiknya komponen belanja lain-lain yang dalam skema kedua semula Rp491,5 triliun menjadi Rp503,9 triliun. Jumlah ini jika dibandingkan dengan outlook dalam Perpres No.54/2020 melonjak sebanyak 143,8 triliun.

Penambahan outlook belanja lain-lain ini terutama disebabkan oleh meningkatnya alokasi anggaran untuk tambahan belanja stimulus dari Rp60 triliun menjadi Rp73,4 triliun. Komponen belanja stimulus yang melonjak signifikan adalah belanja imbal jasa penjaminan dari Rp5 triliun menjadi Rp15 triliun.

Bertambahnya alokasi belanja negara ini kemudian memicu pembengkakan outlook pembiayaan. Jika skema outlook anggaran sebelumnya mematok defisit di angka Rp1.028,5 triliun, skema terbaru menjadi Rp1.039,2 triliun.

“Dengan perubahan ini, kenaikan defisit akan kami jaga secara hati-hati,” tukasnya.

Sumber: Bisnis

Shares: